Kaunia

Moderasi dalam Sidang Isbat

3 Mins read

Di Indonesia kehadiran sidang Isbat sudah lama diperdebatkan keberadaannya. Di satu sisi dianggap sebagai jembatan untuk mempertemukan perbedaan pandangan antara pendukung hisab dan rukyat.

Di sisi lain, kepastian yang dihadirkan bersifat “semu” karena belum memberi kepastian dalam konteks manajemen waktu. Khususnya, dalam mengakhiri puasa Ramadan karena berkaitan pengaturan jadwal kenegaraan (pelaksanaan salat id dan open house), transportasi mudik, dan pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat menjelang idul fitri.

Bagi pihak pemerintah, sidang isbat dimaknai sebagai upaya menghargai pengguna hisab dan rukyat. Keduanya diapresiasi dan dianggap “setara” dan sidang isbat dianggap pula sebagai solusi untuk mengakhiri perdebatan antara pendukung hisab dan rukyat.

Berdasarkan amanah yang diberikan Menteri Agama RI merasa bertanggungjawab atas problem dalam penentuan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.

Masalah dalam Sidang Isbat

Realitanya, pelaksanaan sidang isbat masih banyak menimbulkan masalah. Terutama kasus sidang isbat dalam penentuan awal Ramadan 1443 H yang lalu.

Dalam sidang isbat ini, Kementerian Agama RI mengumumkan penggunaan kriteria baru dalam penentuan awal bulan kamariah yang telah disepakati bersama negara anggota MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapore).

Kriteria baru ini menyebutkan untuk menentukan awal bulan kamariah ada dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu ketinggian hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Jika kedua syarat terpenuh,  maka besoknya adalah tanggal satu. Sebaliknya, jika kedua syarat belum terpenuhi, maka bulan yang sedang berjalan akan digenapkan menjadi 30 hari (istikmal).

Terkait sidang isbat awal Ramadan 1443 H jika dasar pemikirannya meletakkan hisab dan rukyat adalah setara maka kurang etis ketika pemaparan pra sidang isbat muncul kalimat “Hisab Wujudul Hilal hisab sederhana”. Pernyataan ini terkesan kurang memahami kerangka berpikir pihak lain dan memaksakan pihak lain mengikuti pola pikirnya.

Baca Juga  Betapa Tidak Pentingnya Reuni 212

Sekaligus merendahkan ormas Islam tertentu. Selama ini pemaparan pra sidang isbat adalah menjelaskan posisi hilal menurut berbagai hasil hisab di Indonesia yang ditetapkan dalam temu kerja hisab rukyat nasional. Dengan demikian para peserta sidang isbat memahami data posisi hilal secara komprehensif.

Sidang Isbat 1 Mei 2022

Dalam penentuan awal Syawal 1443 H, Kementerian Agama Republik Indonesia akan menggelar sidang isbat pada hari Ahad 1 Mei 2022 bertepatan tanggal 29 Ramadan 1443. Sebagaimana biasanya, pra sidang isbat, akan dipaparkan hasil perhitungan berbagai sistem hisab yang berkembang di Indonesia.

Berdasarkan hasil temu kerja di Yogyakarta disepakati awal Syawal 1443 H jatuh pada hari Senin 2 Mei 2022. Namun dengan adanya perubahan kriteria baru, harus dikaji ulang posisi ketinggian hilal dan elongasi serta hasil rukyat di lapangan.

Sebagian besar ahli berpendapat bahwa ijtimak terjadi pada hari Ahad 1 Mei 2022 pukul 03:31:02 WIB. Ketinggian hilal dan elongasi di seluruh wilayah Indonesia membelah menjadi dua.

Sebagian sudah memenuhi kriteria baru (3,6.4). Sebagian lainnya belum memenuhi kriteria baru. Dengan berpedoman pada kriteria baru dan konsep wilayatul hukmi awal Syawal 1443 H jatuh pada hari Senin 2 Mei 2022.

Lalu bagaimana posisi hasil rukyat pada hari Ahad 1 Mei 2022 nanti? Menurut pengalaman selama ini, jika hasil hisab memenuhi kriteria yang dipedomani, maka akan ada laporan keberhasilan melihat hilal.

Sebaliknya, jika hasil hisab menunjukkan belum memenuhi kriteria, maka tidak akan ada laporan keberhasilan melihat hilal alias bulan yang sedang berjalan akan digenapkan menjadi 30 hari (istikmal).

Memperhatikan data hasil hisab dan pengalaman rukyat di negeri ini sebelum terwujudnya kalender Islam pemersatu Menteri Agama RI Yaqut Cholil Coumas bisa melakukan terobosan dengan memadukan aspek syar’i dan sains. Dengan kata lain, apabila posisi hilal di bawah ufuk atau sudah memenuhi kriteria yang dipedomani sidang isbat merujuk pada hasil hisab.

Baca Juga  Pengabdian Akademisi Sejati oleh Sarah Gilbert
***

Hal ini sejalan dengan pandangan yang pernah disampaikan Masdar F. Mas’udi dalam “qaul jadid”nya ketika merespons perbedaan awal Ramadan 1433 H.

Menurutnya penetapan awal Ramadan yang dilakukan pemerintah selama ini tidak praktis. Ia mengusulkan ke depan penetapan dilakukan dalam waktu panjang sehingga kalender Islam dapat menjadi pegangan.

Jadi, kita tidak menghitung bulan hanya dalam waktu sehari dua hari, ini tidak praktis. Selain itu Keputusan Menteri Agama Nomor 62 Tahun 1971 juga bisa menjadi acuan dalam melakukan moderasi dalam sidang isbat. Salah satu keputusan KMA tersebut menyatakan “Bagi ahli hisab serta mereka jang mempertjajainja dapat menunaikan ibadah puasa sesuai keyakinannja”.

Penggunaan hisab sebagai penentu dalam sidang isbat adalah bentuk moderasi dan konsekuensi dari pengakuan bahwa “hisab setara dengan rukyat”. Dengan kata lain hisab dan rukyat kedudukannya sama dalam penentuan awal bulan kamariah.

Selama ini hasil hisab hanya sebatas pemandu sedangkan rukyat sebagai penentu dalam sidang isbat. Sikap moderasi yang digaungkan di lingkungan Kementerian Agama RI perlu diimplementasikan dalam sidang isbat. Salah satunya memberi porsi yang sama antara hisab dan rukyat. Disinilah sikap kenegarawanan Gus Menteri diuji yang selama ini menyuarakan moderasi keberagamaan.

Moderasi Beragama dalam Isbat

Moderasi dalam sidang isbat tidak semata-mata ditunjukkan oleh kehadiran perwakilan ormas Islam. Namun perlu mengarah kepada moderasi-substantif, yakni memberi porsi yang seimbang antara hisab dan rukyat sebagai penentu dalam sidang isbat.

Kini usia upaya penyatuan antara hisab dan rukyat di Indonesia telah berjalan selama lima puluh tahun. Kementerian Agama RI telah banyak berkontribusi dalam upaya titik temu hisab dan rukyat. Meskipun demikian tidak ada salahnya langkah-langkah yang dilakukan dievaluasi terutama pelaksanaan sidang isbat agar lebih terarah dan memenuhi spirit moderasi keberagamaan di negeri yang kita cintai.

Baca Juga  Proses Pembentukan Oksigen dalam Ilmu Kimia dan Al-Quran

Editor: Yahya FR

Avatar
36 posts

About author
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ketua Divisi Hisab dan Iptek Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan Direktur Museum Astronomi Islam.
Articles
Related posts
Kaunia

Ru'yat Ta'abbudi dan Penyatuan Kalender Islam

2 Mins read
Perkembangan pemikiran tentang kalender Islam di kalangan ormas Islam mengalami kemajuan baik dari segi pemikiran maupun instrumentasi astronomi yang dimiliki. Hal ini…
Kaunia

Menaksir Berat Sapi Secara Cepat

1 Mins read
Kaunia

Kalender Islam Ma'na-Cum-Maghza

6 Mins read
Dalam kehidupan sehari-hari keragaman adalah sebuah keniscayaan. Namun tidak semua aspek kehidupan harus beragam. Adakalanya kebersamaan dan penyatuan diperlukan. Keragaman, kebersamaan, dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *