Feature

Jangan-Jangan, Aku Juga Suka Ghosting, Ya?

3 Mins read

Dewasa ini, dunia maya sedang dihebohkan dengan istilah Ghosting. Istilah ini digunakan untuk menyebut perilaku salah satu dari dua insan yang tengah menjalin hubungan percintaan, yang tiba-tiba ‘menghilang’ tanpa kabar. Yah, seperti ghost yang dalam sekejap hilang dari pandangan.

Sejak ramainya istilah ini diperbincangkan, banyak influencer dan nitizen dunia maya yang kemudian membahas hal tersebut. Intinya, perilaku ghosting tentu tidak dapat dibenarkan karena dapat menyakiti perasaan kekasihnya, terlebih jika hubungan tersebut telah berjalan dalam kurun waktu yang cukup lama dengan segala upaya untuk terus mempertahankan.

“Semut di seberang lautan nampak, Gajah di pelupuk mata tak terlihat”, begitulah pepatah menuturkan. Di tengah hangatnya pembicaraan tentang ghosting yang oleh beberapa masyarakat dikaitkan dengan salah satu public figure, adalah hak kita untuk ikut memberikan komentar, pendapat, dan termasuk kritik yang menyatakan bahwa tindakan tersebut akan melukai salah satu pihak. Meskipun begitu, pernahkah kita berpikir bahwa kita juga merupakan pelaku ghosting itu setiap harinya?

Kita Juga Pelaku Ghosting

Kita memiliki kekasih yang tak akan pernah sedetik pun meninggalkan kita, bahkan sebelum adanya pertemuan antara sel ovum ibu dan sel sperma ayah. Kekasih itu bernama Allah SWT. Selalu ada peran-Nya pada setiap detik kehidupan kita.

Dia yang memompa jantung, membiarkan oksigen dan karbondioksida bertukar di alveolus, menghaluskan dan mengolah makanan di lambung, memerintahkan sel-sel untuk beregenerasi, megatur kapan mata harus berkedip, memberikan kecukupan rezeki, mengarahkan pada jalan hidup terbaik, hingga memberikan solusi akan banyak masalah yang terjadi dalam hidup.

Ah, bahkan yang disebutkan itu hanya setetes dari kebaikan yang selalu Allah SWT curahkan setiap harinya. Selebihnya, benar saja yang Allah firmankan bahwasanya kita tidak akan pernah mampu untuk menghitung nikmat-Nya.

Baca Juga  Menjelajah Negeri (2): Naik-turun Minat Pendidikan di Kerinci

Meski begitu, sadar atau tidak sadar, kita teramat sering meninggalkan kekasih kita itu. Seharusnya, Dia sudah layak untuk murka dan memaki-maki kita. Alih-alih marah dan memaki bahkan hingga mem-posting-nya di media, sehingga orang dari seluruh penjuru dunia tau tentang masalah tersebut, Allah SWT bahkan terus-menerus memperlakukan kita dengan sangat baik.

Meskipun sering kita tinggalkan, Dia tidak pernah meninggalkan kita sedikitpun. Meskipun sering kita lupakan, Dia tidak pernah lupa untuk mengirimkan oksigen untuk kita hirup. Bayangkan saja jika dalam semenit saja Allah hentikan perputaran oksigen di muka bumi ini, atau Allah stop sistem pernafasan untuk mampu bernafas, Akan kemanakah kita?

Allah SWT bahkan telah ‘terbiasa’ ditinggalkan. Dengan tanpa merasa bersalah dan berdosa, kita teramat sering meninggalkan-Nya dan kembali bersimpuh kepada-Nya hanya disaat kita membutuhkan-Nya saja.

Saat kita senang, kita lupa bahwa kesenangan itu tidak lain juga datangnya dari Allah SWT, tapi kita lupa untuk bersyukur. Di saat kita susah, barulah kita datang kepada Allah SWT. Tapi ternyata bukan untuk menyesali, mengintrospeksi diri, dan memohon ampunan-Nya, tetapi kita datang untuk memaki-maki Allah SWT karena katanya, “Allah SWT begitu ‘jahat’ dan tidak adil kapada masing-masing hamba-Nya”.

***

Sementara sebelumnya, meminta ke Allah SWT saja tidak pernah dan teramat mempercayai kemampuan diri sendiri dalam menaklukan semua hal. Saat Allah SWT tak meridai, Allah yang dimaki. Kalaupun sudah meminta pada-Nya, seharusnya pun kita tau bahwa apa yang digariskan-Nya adalah sebaik-baik dan sesempurna-sempurna jalan hidup.

Meski dengan segala ghosting dan perilaku buruk lain kita ke Allah, Allah SWT selalu membuka diri-Nya untuk kapanpun kita akan datang kembali kepada-Nya.

Baca Juga  Percaya Kepada Allah, tapi Allah Yang Mana?

Ia bahkan masih dengan setia untuk setiap harinya mendatangi kita pada sepertiga malam. Ia turun ke bumi dan membagi-bagikan tiket dikabulkannya doa secara cuma-cuma.

Ia hanya minta kita bangun di waktu-waktu ijabah tersebut untuk menengadah dan mengadukan kepada-Nya segala masalah yang ingin kita selesaikan, segala harap yang ingin kita wujudkan, dan segala dosa yang ingin Ia mengampunkan, tetapi ternyata kita seringkali alpa.

Tak hanya alpa, kita justru lebih sering malas untuk melakukannya, padahal kita telah terjaga. Kita lebih memilih untuk men-scroll headline media sosial ataupun kembali membentangkan selimut dan memejamkan mata.

Allah Tak Pernah Meninggalkan Kita

So, meskipun kita sudah ghosting ke Allah hingga tak terkira lagi jumlahnya, tapi satu kalipun bahkan Allah tak pernah meninggalkan kita. Allah selalu ada untuk kita dan akan terus ada hingga kapanpun jua.

Meski begitu, rasanya tidak etis jika kita justru masih terus menerus ghosting kepada-Nya. Segera kembali bersimpuh dan bergantung hanya pada-Nya adalah pilihan terbaik. Mulailah berjalan menuju-Nya, karena ia akan berlari menujumu.

Mualailah menyayangi-Nya, karena ia akan lebih jauh menyayangimu. Mulai mengingatnya setiap waktu tak terkecuali di waktu bahagiamu, karena Ia akan mengingatmu, bahkan di titik terendahmu. Mulailah mensyukuri setiap nikmatNya, karena Ia akan berikan kejutan-kejutan yang jauh melampaui ekspektasimu!

Editor: Yahya FR

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswa gelas kosong di PPs UNY yang berharap jariyah dari kesukaannya menulis
Articles
Related posts
Feature

Rakernas dan Dinamika Dunia Wakaf

4 Mins read
Jogja, Jumat 1 November 2024. Pukul 05.30 pagi dengan sebuah mobil dari Ringrud Selatan Jogja kami menuju Kartasura. Di perjalanan ikut bergabung…
Feature

Perkuat Toleransi Sejak Dini: Cerita Pesantren Muhammadiyah Terima Kunjungan SMA Kristen

2 Mins read
Kunjungan studi yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Kanisius Jakarta ke pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, sejak Rabu, 30/10/2024 sampai Jum’at, 1/11/2024 merupakan sebuah…
Feature

Tasawuf di Muhammadiyah (1): Lahirnya Neo-Sufisme

4 Mins read
Ketika mendiskusikan tasawuf di Muhammadiyah, maka yang dibicarakan adalah tasawuf bentuk baru atau Neo-Sufisme. Muhammadiyah sendiri—dalam hal ini tokoh-tokohnya—tidak menolak sepenuhnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds