IBTimes.ID – Vaksinasi adalah dengan sengaja menambahkan suatu antigen yang akan memicu antibodi seseorang. Jika ada seseorang yang terpapar oleh virus corona, tubuhnya akan merespon untuk menghasilkan antibodi.
Pada hari pertama hingga ketujuh terinfeksi, bisa jadi tidak ada gejala yang dirasakan. Pada hari kelima muncul gejala, dan antibodi muncul pada hari ketujuh. Vaksinasi adalah proses mempercepat munculnya antibodi. Vaksinasi mirip dengan infeksi namun infeksi yang tidak membahayakan. Vaksin menggunakan antigen terukur yang tidak sampai menimbulkan penyakit.
Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Zulles Ikawati, Guru Besar Fakultas Farmasi UGM dalam Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Jumat (15/1).
Menurut Zulles, vaksinasi adalah proses memasukkan vaksin ke tubuh manusia dengan tujuan untuk mendapatkan efek kekebalan terhadap penyakit tertentu. Vaksinasi bersifat spesifik. Vaksin hepatitis digunakan untuk mendapatkan efek kekebalan terhadap penyakit hepatitis. Sehingga untuk covid-19 juga perlu vaksin khusus.
“Dulu kita waktu SMP pernah mendengar bahwa vaksin adalah suatu bakteri atau virus yang dilemahkan atau diinaktifkan. Tujuannya adalah untuk menstimulasi sistem imun agar memproduksi antibodi. Dengan kemajuan teknologi di bidang kesehatan, banyak cara-cara pembuatan vaksin yang baru,” ujarnya.
Setelah dimasukkan ke dalam tubuh secara injeksi, antibodi akan bertahan beberapa wakt tertentu sehingga ketika seseorang terpapar virus, tubuhnya telah siap melawan dan mengeliminasi virus yang masuk.
“Ketika ada virus beneran yang masuk, tubuh kita sudah siap untuk melawan virus tersebut. Kalau misalnya tetap terinveksi, jumlah virus yang tereplikasi bisa lebih kecil karena sebagian bisa dilawan oleh tubuh kita. Sehingga gejala covid akan lebih ringan,” imbuhnya.
Kenapa Harus Sinovac?
Di Indonesia, lanjut Prof. Zulles ada beberapa jenis vaksin yang dipakai. Ada vaksin yang diproduksi oleh PT. Bio Farma, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer, dan Sinovac. Vaksin-vaksin tersebut dapat digunakan untuk pelaksanaan vaksinasi di Indonesia.
Ia menyebut bahwa tahap pertama vaksinasi di Indonesia menggunakan vaksin dari Sinovac Biotech, salah satu industri vaksin di China. “Vaksin Sinovac ini teknologinya berupa suatu virus yang diinaktivasi. Ini adalah platform yang sudah biasa digunakan untuk membuat berbagai macam vaksin. Secara umum, efek sampingnya rendah. Teknologi platform ini sudah dikuasai oleh PT Bio Farma. Kita bangga terhadap PT Bio Farma sebagai satu-satunya produsen vaksin di Indonesia,” imbuh Prof. Zulles.
PT Bio Farma memilih untuk mengambil teknologi dari Sinovac karena inaktivasi vius sudah dikuasai dengan baik oleh PT Bio Farma. Sehingga dengan transfer teknologi dari China ke Bio Farma, Indonesia nantinya bisa memproduksi sendiri vaksin.
Selain itu, menurut Zulles vaksin Sinovac dapat disimpan pada suhu 2 – 8 derajat Celcius. Sehingga memudahkan penyimpanannya di Indonesia. Sebagai perbandingan, ada beberapa vaksin yang harus disimpan pada derajat -70 derajat. Padahal, vaksin harus didistribusikan ke seluruh Indonesia.
“Jangan lihat Chinanya dulu. Karena kebetulan virus ini asalnya dari China, otomatis mereka jauh lebih responsif terhadap apa yang harus dilakukan sehingga mampu menghasilkan vaksin terlebih dahulu,” imbuhnya.
Menjawab Keamanan Vaksin dan Ketidakpercayaan Masyarakat
Dalam sebuah survei yang disampaikan oleh Zulles, 64,81% masyarakat Indonesia mau menerima vaksin. 27,60% tidak tahu dan ragu-ragu. Sedangkan 7,60% menolak vaksin. Yang harus dirangkul adalah yang masih ragu-ragu. Maka Zulles mengusulkan adanya edukasi dan sosialisasi yang lebih luas.
Sebagian masyarakat tidak yakin dengan keamanan vaksin, tidak yakin dengan efektivitas, takut dengan efek samping, tidak percaya dengan vaksin, atau karena agama. Untuk masalah tidak yakin dengan keamanan, ia mendorong masyarakat untuk membuktikan bahwa vaksin tersebut aman.
“Tapi kalau sudah tidak percaya dari awal ya sudah. Ditinggal aja. Itu sudah susah diberi tahu,” tegasnya.
Menurut Zulles, untuk memilih vaksin, pemerintah harus melihat aspek kemanjuran dan keamanan. Namun, kemanjuran tidak berkorelasi langsung dengan keamanan. Kemajuran berkaitan dengan kemampuan vaksin mencegah infeksi. Sedangkan keamanan adalah aspek efek samping. Vaksin yang paling ideal adalah yang tingkat kemanjuran tinggi dan efek samping rendah.
Dalam hal Vaksin Sinovac, setelah dilakukan uji klinik yang dilakukan di Bandung beberapa waktu yang lalu, kemanjurannya mencapai 65,3% dengan efek samping 0,1%.
“Jadi sangat ringan sekali. Ringan sampai sedang efek sampingnya. Tidak membutuhkan terapi, menginap di rumah sakit, dan lain-lain. Itupun tidak semua mengalami. Yang sudah divaksin kemaren menyatakan bahwa mereka tidak mengalami efek samping sama sekali,” tegas Zulles.
Dengan adanya vaksinasi, menurut Zulles, implikasinya adalah berkurangnya angka infeksi. Jika ada 19,4 juta orang terinfeksi dari seluruh penduduk di Indonesia, maka ada 12,7 juta kasus infeksi yang bisa dicegah. Namun tetap ada resiko terinfeksi meskipun telah divaksin.
Tujuan Jangka Panjang Vaksin
Zulles menyebut 4 tujuan jangka panjang vaksinasi covid-19. Pertama, menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat covid-19. Kedua, mencapai kekebalan kelompok (herd imunity) untuk mencegah dan melindungi kesehatan masyarakat.
Ketiga, melindungi dan memperkuat sistem kesehatan secara menyeluruh. Keempat, menjaga produktifitas dan meminimalkan dampak sosial dan ekonomi.
“Kita jarang sekali mendengar orang yang sakit polio. Kenapa? Karena vaksinasi polio sudah sangat luas di Indonesia. Angka polio sudah sangat kecil. Nah vaksin covid-19 juga akan seperti itu. Vaksinasi adalah salah satu ikhtiar untuk mengakhiri pandemi di Indonesia,” imbuhnya.
Ia mengapresiasi negara yang sudah berikhtiar memberikan vaksin secara gratis. Ia juga berpesan kepada masyarakat untuk tetap menjalankan protokol kesehatan secara ketat.
Reporter: Yusuf