Awal 2019, saya berkesempatan hadir dalam acara Temu Penulis Muda Indonesia yang digagas oleh anak-anak muda Muhammadiyah. Acara itu dihelat di sebuah hotel pada Rabu, 10 April 2019, di Hotel Mutiara Yogyakarta , atas kerjasama ibtimes.id bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Acara itu sekaligus menjadi momentum peresmian laman daring ibtimes.id. Sebagaimana motif berdirinya Muhammadiyah pada 1912, ibtimes.id merupakan suluh literasi yang berkemauan membumikan gagasan-gagasan Islam Berkemajuan supaya senantiasa senapas dengan laju zaman yang gegas.
Puluhan anak muda Muhammadiyah urun rembug, bagaimana kiranya dakwah Muhammadiyah bisa semakin nyaring di tengah gempuran teknologi internet. Pasalnya, sejak internet menjadi sahabat karib manusia, pola masyarakat dalam beragama pun turut bergeser. Masyarakat tidak lagi harus pergi ke majelis ilmu untuk mencerap dakwah para agamawan atau ustad. Keterbatasan ruang dan waktu dalam transfer nilai-nilai keagamaan melalui majelis ilmu memerlukan manusia bersiasat menyusun keping-keping waktu dalam kehidupan keseharian. Sementara itu, teknologi internet hadir sebagai suatu yang penuh pemafhuman atas kesibukan manusia.
Internet memberi kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mengakses dakwah-dakwah keagamaan yang mereka butuhkan kapanpun dan di manapun mereka berkehendak. Bahkan sering kali menyediakan hal-hal yang melampaui kebutuhan manusia. Jauh melampaui radio, surat kabar, dan televisi yang pernah mengalami masa keemasaannya masing-masing, teknologi ini memiliki jangkauan yang tak terbatas ruang dan waktu. Sifat teknologi inilah yang coba direspons oleh anak-anak muda Muhammadiyah melalui ibtimes.id.
***
Enggan tersuruk sebagai pertemuan simbolik yang cerigis, pertemuan hari itu berbuntut panjang. Melalui laman daring ibtimes.id (sebelumnya bernama islamberkemajuan.id), anak-anak muda Muhammadiyah menunjukkan keseriusannya mempopulerkan gagasan Islam Berkemajuan yang diniatkan melampaui sekat-sekat ruang dan waktu. Tampilan muka dipermanis, konten-konten yang sarat dengan narasi Islam Berkemajuan rutin diterbitkan. Sampai tulisan ini disusun, ibtimes.id dihidupi jaringan penulis dari pelbagai daerah di Indonesia. Sekian di antara yang paling aktif tentu saja kader-kader muda Muhammadiyah.
Upaya dakwah Islam Berkemajuan yang dilakukan ibtimes.id melalui konten-kontennya saya kira akan membuktikan apa yang ditulis Susan Buck-Morss dalam bukunya yang bertarikh 2000, Dream World and Catastrophe (Pada Masa Intoleransi, 2017). Huruf dan desain grafis memberi massa sebuah “identitas”, dan “identitas” ini merupakan cara baru dalam mengorganisasikan massa. Orang menjadi bagian dari suatu kolektif dengan mengikuti tanda itu (hal. 70).
Berawal dari Cemburu
Di tengah diskusi formil tapi agak santai itu, kelakar-kelakar muncul dan kemudian saling bersahutan. Bermula dari celetukan salah satu hadirin, mengapa dakwah organisasi Islam sebelah begitu massif di media daring termasuk media sosial, sementara Muhammadiyah tidak atau belum sedemikian rupa. Salah satu pemantik diskusi menanggapinya dengan santai. Barangkali karena orang-orang Muhammadiyah terlalu serius, semua sibuk mengalami diri sebagai intelektual, sehingga tidak sempat meramaikan dunia baru yang sedang digandrungi atau malah dihidupi publik itu. Sontak, ruangan pecah oleh suara tawa.
Asumsi pemantik diskusi sebagaimana tertulis di atas tentu saja hanya sebuah kelakar. Namun, ia membawa diskusi hari itu menjadi lebih seru. Sekian hadirin merespons dengan menyampaikan pengamatan personalnya mengenai pola gerak dakwah organisasi Islam sebelah di media-media daring. Mulai dari tampilan visual, produktivitas dalam menghasilkan konten, sampai strategi orang-orang di balik dakwah berbasis internet itu. Pendek kata, anak-anak Muhammadiyah di bawah asuhan kredo Islam Berkemajuan merasa kalah cepat menyikapi kemajuan zaman yang gegas, dalam hal ini memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana dakwah.
Kecemburuan itu membuat barisan anak-anak Muhammadiyah yang hadir hari itu berkemauan solid. Salah satunya melalui ibtimes.id, anak-anak muda Muhammadiyah berkemauan menyediakan konten-konten keagamaan dalam kredo Islam Berkemajuan yang lebih inklusif. Dakwah-dakwah keagamaan tidak hanya bisa dilakukan oleh generasi tua, tetapi juga anak-anak muda yang memiliki pengetahuan mumpuni di bidangnya.
***
Dakwah keagamaan tidak lagi terbatas pada majelis-majelis ilmu yang mengharuskan masyarakat hadir secara fisik untuk mendapat siraman rohani. Atau menjadi hak kelompok menengah – ke atas yang memiliki akses literasi keagamaan yang baik dan benar, entah melalui referensi-referensi bertaut keagamaan atau lingkungan sosial di mana mereka hidup, tetapi sudah jauh melampaui itu.
Akses internet yang tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia, memungkinkan hampir setiap orang mampu mengakses konten-konten keagamaan yang diproduksi ibtimes.id dari genggamannya. Banyaknya konten yang ditulis oleh penulis muda juga menjadi kelebihan tersendiri. Corak bahasa dan gaya kepenulisan yang khas akan berdampak pada kecenderungan kaum muda untuk lebih memahami dan merasa dekat serta relevan dengan konten-konten keagamaan.
Alih-alih menggurui, penulis muda biasanya menulis dengan gaya reflektif serta menghadirkan pertanyaan-pertanyaan baru dalam benak pembaca. Dari situlah, iklim diskusi keagamaan bisa jauh lebih berkembang dan terhindar dari stagnansi.
IBTimes: Cemburu yang Produktif
Selain memproduksi konten-konten keagamaan bernafas Islam Berkemajuan, juga menjadi penting untuk mengatur kerja teknis di belakang panggung. Belajar dari Pemilu 2014 dan 2019, isu-isu di media terutama media sosial itu bisa diciptakan sesuai kehendak kita. Sebagaimana terpilihnya Trump menjadi Presiden Amerika Serikat, Pemilu 2014 dan 2019 juga menunjukkan andil besar para buzzer.
Demikian halnya dengan yang terjadi pada dakwah media internet yang dilakukan organisasi islam sebelah. Iqbal Aji Daryono, penulis muda yang melabeli dirinya bagian dari Muhammadiyah kultural menceritakan bagaimana tata kerja para buzzer.
Kerja meramaikan konten di media sosial adalah wujud kerja sama tim yang sangat solid. Ketika sebuah konten diproduksi, tim buzzer itulah yang pertamakali akan menyebarkan konten melalui berbagai media sosial bahkan sampai ke grup-grup percakapan kelompok. Hal itulah yang akan diamalkan oleh barisan kader-kader muda Muhammadiyah. Hari itu, semua yang hadir sepakat, ketika konten-konten bernafaskan Islam Berkemajuan muncul di ibtimes.id, mereka akan menjadi yang pertama dan terdepan menyebarluaskannya.
Ketika awal tahun ini saya resmi menjadi perantau di Yogyakarta, saya kembali dipertemukan dengan gerakan membumikan Islam Berkemajuan yang dimotori oleh generasi muda Muhammadiyah. Kalau ibtimes.id menitikberatkan pada dakwah literasi-tertulis, gerakan baru ini titik beratnya pada literasi-diskusi. Gerakan rintisan ini belum memiliki nama final, yang jelas mereka menyebut dirinya FMB. Publik yang hadir di diskusi pertamanya pada akhir Februari 2020 lalu, disilakan memilih mau menyebut FMB sebagai Forum Muhammadiyah Berkemajuan, Forum Muhammadiyah Bergembira atau malah Forum Muda Bergembira.
***
FMB dibidani oleh sejumlah anak muda Muhammadiyah lintas bidang. Dua di antaranya ialah seniman Jumaldi Alfi dan penulis Iqbal Aji Daryono. Diskusi perdana FMB dihelat di Sarang Building di kawasan Bantul, Yogyakarta. Mengusung tema “Silang Sengkarut Kebudayaan Islam” diskusi itu menghadirkan Buya Syafi’i Maarif sebagai pembicara.
Menurut Uda Alfi –sapaan karib Jumaldi Alfi, gagasan yang melatarbelakangi kemunculan FMB pertama kali datang dari Buya Syafi’i. Pada suatu pertemuan, Buya pernah berujar kepada Uda Alfi bahwasanya kelangsungan dakwah Muhammadiyah berada di tangan anak-anak muda seperti dirinya. Setelah berdiskusi dengan Iqbal dan beberapa kawan Muhammadiyah lain, muncullah gagasan untuk membentuk forum diskusi kebudayaan dan keagamaan yang seru sekaligus berbobot.
Diskusi FMB direncanakan digelar sebulan sekali dengan menghadirkan sejumlah tokoh-intelektual Muhammadiyah yang mumpuni di bidangnya. Konsep diskusi ini sekaligus menjadi jembatan yang mempertemukan kaum muda dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah yang sudah banyak mencecap asam-garam kehidupan. Transfer ilmu dan pengetahuan dari generasi tua menjadi lebih mudah dengan adanya diskusi-diskusi terbuka semacam itu.
Pendokumentasian diskusi melalui video atau siaran langsung di pelbagai media sosial juga perlu dilakukan. Gunanya ialah untuk menyebarluaskan gagasan-gagasan yang muncul dalam diskusi ke pelbagai penjuru negeri. Selain itu, penyebarluasan dokumentasi juga menjadi sarana pengabar keberadaan dakwah keagamaan yang dimotori generasi muda Muhammadiyah. Belum lagi dengan konten-konten bertaut pelaksanaan maupun isi diskusi yang dibuat dan disebarluaskan melalui akun media sosial para hadirin yang datang. Hal-hal yang demikian kiranya memang diperlukan dalam upaya dakwah Islam Berkemajuan yang selaras dengan zaman.
Mengutip Rabindranath Tagore (Agama Manusia, 2003: hlm. 19), keberadaan ibtimes.id maupun FMB diharapakan menjadi pohon yang memiliki keselarasan internal serta gerakan kehidupan batin yang indah dan kuat. Sehingga kewibawaan dan daya tahannya mampu menerangi perjalanan dakwah Islam Berkemajuan yang tidak atau belum diketahui dengan cara menembus pintu-pintu reinkarnasi. Tsah!