Ilmu Terapan dalam Al-Qur’an | Upaya penerapan ilmu pengetahuan dalam Islam sepantasnya bukanlah suatu hal yang perlu diragukan lagi. Namun demikian, pada kenyatannya masih terdapat segelintir orang yang mempertanyakan kembali.
Termasuk anggapan perkembangan ilmu yang berkiblat pada Barat. Kumara, dkk (2020) menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan merupakan hasil dari peradaban Barat. Hal ini memang tidak dapat dinafikan, beberapa dari kita justru cenderung mengetahui informasi ilmiah melalui orang Barat, bukan dari Al-Qur’an yang merupakan sumber ilmu itu sendiri.
Sebagai contoh, kita barangkali mengetahui bahwa matahari berputar pada porosnya adalah dari ilmuwan Barat yakni Thales seorang filsuf Yunani. Padahal dalam Al-Qur’an yang oleh kita umat Muslim baca setiap hari telah tertulis:
“Dan matahari berputar pada porosnya. Itulah ketetapan (takdir) Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui” (QS. Yasin:38).
Ilmu dalam Islam
Sebagaimana fungsi Al-Qur’an diturunkan, di dalamnya terdapat petunjuk dan pedoman hidup manusia seperti yang tertera padanya:
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (QS. Al Isra: 9).
Sebagai petunjuk, tentu di dalamnya di samping mengandung tuntunan akidah, ibadah, akhlak, hukum, dan sejarah juga lengkap dengan informasi ilmiah maupun ilmu pengetahuan.
Islam sangat mengutamakan orang-orang yang berilmu sebagaimana firman Allah SWT:
“…Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadilah: 11).
Sejalan dengan yang disampaikan oleh As-Suyuti, bahwa Al-Qur’an itu mengandung seluruh ilmu-ilmu klasik dan modern. Kitab Allah itu mencakup segala sesuatunya. Tidak ada bagian atau problem dasar suatu ilmu pun yang tidak ditunjukkan di dalam al-Qur’an (As-Suyuthi, 1979, I: 1).
Islam sendiri memiliki jejak-jejak ilmu terapan sejak zaman dahulu, bahkan ketika arus perkembangan teknologi digital belum sepesat saat ini.
Ilmu Terapan dalam Islam
Dalam kajian serial integrasi ilmu agama yang dilaksanakan pada hari Rabu, 2 Maret 2022 dibahas secara gamblang mengenai Islam dan ilmu terapan. Diantaranya jejak-jejak ilmu terapan dalam Islam.
Dalam kajiannya, Dr.-Ing. Ir. Agus Maryono menuturkan beberapa jejak ilmu terapan dalam Islam sebagai berikut:
Pertama, Pembuatan Kapal Nabi Nuh
Kisah nabi Nuh dengan kapalnya ini tentu telah kita pahami bersama. Kisah yang sering diceritakan kepada kita sewaktu kecil saat pembelajaran agama ataupun ketika di bangku Taman Pendidikan Al-Qur’an.
Namun sayangnya, yang alpa dari kita adalah pemahaman bagaimana sebuah kapal yang sedemikian kompleks itu dapat diselesaikan dengan baik.
Kapal Nabi Nuh ini tertera dalam ayat berikut:
“Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan” (QS. Hud: 37).
Pembuatan kapal ini secara tegas menerangkan kepada kita pengimplementasian berbagai ilmu pengetahuan, mulai dari arsitektur, angineering, hingga zoologi sebab dalam kapal tersebut termuat pula binatang-binatang sesuai dengan klasifikasinya. Sungguh Maha Besar Allah yang telah mengajarkan kepada nabi Nuh pembuatan bahtera yang tidak aka nada tandingannya.
Kedua, Pembuatan Tembok Besi Zulkarnain-Ya’juj & Ma’juj
“Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzū al-Qarnayn: “Tiuplah!” Hingga apabila besi itu sudah menjadi merah seperti api, diapun berkata: “Berilah aku leburan tembaga agar aku tuangkan ke atas besi panas itu.”
Maka mereka (Ya’juj dan Ma’juj) tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melubanginya. Dzū al-Qarnayn berkata: “Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar” (QS. Al-Kahfi: 96-98).
Ayat tersebut memberitahu kita bahwa terdapat penerapan ilmu pengetahuan untuk membangun dinding yang terbuat dari besi berlapis tembaga dengan ketinggian setara dua buah gunung. Dan seolah-olah membuat dua gunung bersatu dengan besi tersebut. Demikian kokohnya dinding tersebut, hingga tidak bisa didaki hingga tidak bisa ditembus.
Dewasa ini, salah satu cara untuk menguatkan besi adalah mencampurkannya dengan kadar tertentu dari tembaga.
Dengan demikian petunjuk yang diberikan Allah kepada Zulkarnain sebagaimana yang diabadikan dalam kitab suci Al-Qur’an ini merupakan salah satu hakikat yang mendahului penemuan ilmiah sekian abad lamanya (Shihab, 2005: 125).
Ketiga, Pembuatan Baju Besi
“Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah)” (Al-Anbiya: 80).
Tidak dapat dipungkiri bahwa pembuatan baju besi tentu sebuah bukti penerapan ilmu. Apalagi baju yang demikian kompleks dengan bahan utama besi maupun logam.
Dengan demikian, dapat kita ketahui bersama bahwa penerapan ilmu dalam Islam telah dilaksanakan jauh ribuan tahun yang lalu. Islam dan pengetahuan bukanlah suatu hal yang terpisah. Keduanya saling berkelindan. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa secara historis nabi kita adalah saintis.
Sekarang tinggal bagaimana kita, memahami dan mengimplementasikan ilmu pengetahuan dalam perspektif Al-Qur’an menghadapi tantangan zaman sangat penting adanya. Sudah waktunya bagi kita untuk tidak hanya berhenti mengetahui sejarahnya, namun juga segala ilmu yang tertaut di dalamnya.
Dengan ilmu, terbuka peluang yang demikian lebar bagi kita untuk mengaktualisasikan tindakan. Membagikan dampak positif seluas-luasnya. Mari berilmu dan berlomba-lomba dalam kebaikan sebagaimana yang tertera dalam ayat berikut:
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (Al-Baqarah: 148).
Tentu, Ber-Fastabiqul khairat atau berlomba-lomba dalam kebaikan tidak dapat dilakukan secara sempurna jika hanya berdasarkan niat saja, harus ada sistem atau manajemen yang baik agar perbuatan baik itu menjadi sebuah representasi dari akhlakul karimah dengan tak lepas dari ilmu pengetahuan.
Referensi
Al-Qur’anul Karim.
Al-Suyuthi, Jalaluddin. (1979). Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, Juz I, Beirut: Dar al-Fikr.
Kumara, A., Virnanda, A., Azmi, L. S., & Auliani, R. R. (2020). Implementasi Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Al-Qur’an sebagai Upaya Menghadapi Tantangan Zaman. al-Afkar, Journal For Islamic Studies, 3(2, July).
Shihab, M. Q. (2005). Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Editor: Yahya FR