Perspektif

Jihad Sesat dan Rayuan Radikalis

3 Mins read
Oleh: Wawan Kuswandi*

Kasus dugaan “bom bunuh diri” di Polrestabes Medan, Rabu (13/11/2019) oleh terduga RMN, sekitar pukul 08.40 WIB sangat mengejutkan publik. Tampaknya, aksi radikalisme akan terus terjadi secara terorganisir (berkelompok) maupun perorangan (lone wolf).

Brigjen Polisi Dedi Prasetyo mengatakan kepada wartawan bahwa terduga RMN yang lahir di Medan, 11 Agustus 1995 lalu, berstatus sebagai mahasiswa. Dalam rekaman CCTV di Polrestabes Medan, terlihat RMN mengenakan jaket hijau kombinasi hitam yang identik dengan seragam ojek online. Namun, Dedi mengatakan penampilan itu merupakan bentuk penyamaran RMN untuk memasuki Polrestabes Medan.

Kelompok radikalisme kemungkinan besar akan terus melakukan aksinya, karena selama ini negara dan semua elemen bangsa dalam membasmi faham radikalisme tidak berjalan secara terstruktur, sistematis, masif, dan terintegrasi. Benarkah negara gagal membasmi radikalisme?

Hampir semua lembaga negara seperti parlemen RI, DPD, politisi, parpol, Polri, TNI, Presiden Jokowi dan jajaran Kabinet Indonesia maju, ormas NU dan Muhammadiyah serta lembaga-lembaga non pemerintah lainnya, tidak satu suara dan tidak kompak (tidak melakukan press conference secara bersama-sama) untuk menyatakan ‘perang’ total melawan radikalisme.

Selain itu, banyaknya oknum yang terpapar radikalisme di kalangan ASN, BUMN, Kampus, TNI, Polri, sekolah (TK sampai SMA), pesantren, pengurus masjid serta ormas Islam berbasis agama, tidak dibasmi secara tuntas dan keras. Tampaknya negara kurang serius dan tidak mampu menumpas radikalisme. Kalau ini dibiarkan terus, maka negara berada dalam kondisi darurat radikalisme.

Jihad Sesat

Sebagian kecil pengusung khilafah di Indonesia menyebut bom bunuh diri sebagai aksi jihad membela agama dengan tujuan akhir masuk surga. Ini jelas definisi jihad yang sesat

Dalam pandangan saya, jihad adalah abstract noun atau masdar dalam bahasa Arab yang asal katanya adalah jahada yang berarti ‘berjuang dan berusaha keras’. Jihad dalam konteks keislaman ialah melawan kecenderungan jahat dalam diri sendiri, seperti malas, dengki dan bunuh diri yaitu melakukan bom bunuh diri untuk tujuan membunuh orang lain.

Baca Juga  Radikalisme Agama: Surplus Kajian Normatif, Defisit Kajian Historis

Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “Jihad yang paling utama adalah berjihad berjuang melawan hawa nafsu” (ibnu Najjar dari Abu Dzarr). Dalam konteks ini, jihad artinya berjuang dan berusaha menata masyarakat untuk lebih baik dan bermartabat, seperti menciptakan suasana damai di masyarakat dan saling menghormati.

Jihad dengan cara melakukan bom bunuh diri justru sebagai bentuk kongkret dari keinginan syetan yang jauh dari ajaran agama yang sesungguhnya. Terkait dengan jihad bom bunuh diri sebagai nafsu setan, dalam surat Al-Fatir ayat 6, Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.”

Ini artinya, bom bunuh diri yang tujuan utamanya adalah masuk surga, justru membuat pelakunya masuk neraka karena bujukan syetan

Surga Pengantin

Salah salah satu janji manis para dedengkot teroris, jihadis dan radikalis kepada para pengikutnya ialah kalau mereka mati sebagai ‘pengantin’ (pelaku bom bunuh diri), maka akan masuk surga tanpa hisab. Penyebaran ideologi sesat oleh pimpinan teroris, jihadis dan radikalis yang dikemas dengan janji surga menjadi strategi jitu untuk membujuk pengikutnya siap lahir dan bathin menjadi ‘pengantin’.

Tugas utama ‘pengantin’ ialah mereka wajib membunuh (melakukan bom bunuh diri) terhadap orang-orang yang tidak seideologi dengan mereka atau membunuh manusia-manusia kafir versi mereka. Syarat ini tidak bisa ditawar lagi. Semakin banyak orang dibunuh, maka pintu neraka semakin tertutup rapat dan pintu surga terbuka lebar.

Ustadz Khairul Ghazali, mantan teroris yang pernah ditangkap Densus 88 Anti Teror Mabes Polri, pernah menyebutkan bahwa para teroris merekrut ikhwan-ikhwan muda untuk melakukan aksi jihad dengan doktrin masuk surga.

Baca Juga  Peristiwa Sumpah Pemuda Keturunan Arab di Indonesia

Mantan Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga pernah menyebut bom bunuh diri sebagai the fastest way to the heaven yaitu sebuah cara paling cepat masuk surga. Hal itu dikatakan Tito saat menghadiri Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia IX (Konaspi IX) di auditorium Universitas Negeri Padang, Kamis (14/3/2019).

Padahal, tentang bunuh diri ini, Allah SWT jelas-jelas dalam firmanNya mengatakan, “Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” (QS An-Nisa’:29-30).

Dalam Surat An-Nisa di atas, jelas disebutkan oleh Allah SWT bahwa seseorang yang melakukan bunuh diri akan masuk neraka, bukan surga seperti yang dijanjikan para pimpinan teroris, jihadis dan radikalis.

Tradisi Radikalisme

David Emile Durkheim (1897) pencetus teori sosiologi modern Prancis menyebutkan bahwa tindakan bom bunuh diri masuk dalam kategori bunuh diri altruistik, yaitu sebuah bentuk pengorbanan seseorang yang bertujuan untuk menyelamatkan atau menguntungkan orang lain demi kebaikan kelompok atau tradisi kehormatan kelompoknya.

Bunuh diri ini, bisa direncanakan atau tidak direncanakan, tetapi pelakunya melakukannya dengan sukarela. Biasanya, pelaku bom bunuh diri altruistik memakai metode normatif, yaitu mereka memegang teguh sebuah norma yang hanya dia dapat dari golongan atau kelompoknya.

Dalam perspektif sosiologi modern, bunuh diri yang dilakukan ‘pengantin’ merupakan salah satu bentuk loyalitas pengikut faham radikalisme terhadap kelompoknya (teroris, jihadis, dan radikalis).

Menjadi pengikut setia kelompok teroris, jihadis dan radikalis bagi sebagian muslim irasional merupakan jalan pintas untuk cepat-cepat merasakan nikmatnya surga. Dalam pandangan saya, masuk surga itu bukan pilihan manusia. Surga bukan milik nenek moyang para dedengkot teroris, jihadis, dan radikalis.

Baca Juga  Muhammadiyah Dicatut, Tokohnya Dihina, Haruskah Ade Armando Dimaafkan?

Manusia bisa masuk surga mungkin hanya karena rahmat dan ridho Tuhan (hak prerogatif Tuhan). Jadi, umat muslim harus menolak dengan tegas ketika ada pemimpin kelompok teroris, jihadis, dan radikalis berkoar-koar bahwa dirinya bisa menjamin para pengikutnya masuk surga. Anda percaya?

*) Mantan Editor NewsNet Asia Jepang

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds