Perspektif

Kabar Bohong, Internet, dan Kosmopolitanisme

3 Mins read

Internet menjadi piranti bagi manusia untuk menjadi kosmopolitan: ia dapat hadir maupun mendapat informasi melampaui luar batas fisiknya. Namun, kosmopolitanisme juga memberikan peluang bahwa informasi yang diperoleh dan diperbincangkan tidak berpijak di atas tempat jatuh bangun masyarakat hidup. Internet menjadikan kosmopolitanisme sebagai gejala gagap budaya.

Dalam kerangka demikian, masyarakat menjadi mudah percaya, turut menyebarkan, atau bahkan memproduksi kabar bohong. Kemudahan akses tidak dibarengi kemampuan memverifikasi informasi yang multivariabel, multibahasa, atau multisumber.

Tahun lalu, saat pandemi Covid-19 tengah masuk babak yang menegangkan, tersebar foto aksi teatrikal jalanan di Jerman yang memperingati kekejaman kamp konsentrasi Nazi diberi keterangan bahwa orang-orang yang bergelimpangan di jalanan tersebut  adalah mayat-mayat yang terinfeksi virus corona di Wuhan, China.

Hoaks ini tersebar multiplatform, dari situs Facebook sampai aplikasi pesan Whatsapp. Informasi begitu mudah mewujud menjadi kebenaran.

Subjek Semu

Internet sebagai wahana informasi masih menempatkan masyarakat sebagai subjek semu. Meski dalam proses sejarah demokratisasi Indonesia, internet berperan signifikan sebagai tempat oposisi kelas menengah Indonesia menyiasati sensor media penyiaran yang dilakukan rezim Orde Baru.

Melalui internet, mereka mengonsolidasi rencana gerakan dan mencari dukungan internasional. Agensi yang tampak dari temuan Krisna Sen dan David T. Hill dalam buku Media, Culture, and Politics in Indonesia (2007) tersebut memiliki kualifikasi masyarakat dalam pengertian kelompok terdidik atau memiliki modal sosial yang kuat.

Lantas bagaimana dengan masyarakat dalam pengertian spasial, terutama rural yang memiliki kualitas modal sosial tidak cukup kuat dalam memberdayakan internet untuk menyebarkan informasi dan membangun jaringan?

Mereka hanya menjadi subjek saat merespons perbincangan atau informasi dari aktor-aktor dominan. Mereka belum dapat dikatakan sebagai subjek yang mampu memproduksi perbincangan signifikan mengenai kehidupan mereka sendiri.

Baca Juga  Fakultas Agama Islam (FAI) Harus Menjadi Penggerak Integrasi Ilmu Keislaman di PTM

Transformasi masyarakat Indonesia di era internet ini perlu memperhatikan penguatan modal sosial masyarakat di wilayah yang paling pelosok sekalipun untuk menjadi signifikan dalam ekosistem informasi publik.

Untuk menyebut contoh yang relevan dengan pernyataan itu, inovasi aduan publik di kanal lapor.go.id adalah salah contoh baik yang mampu mendongkrak signifikansi posisi masyarakat dalam pengelolaan negara.

Aspirasi masyarakat menemukan tempat yang relevan dan mampu berdampak pada kehidupan sehari-hari mereka. Internet diintegrasikan dengan kepelikan hidup kelompok masyarakat yang paling papa sekalipun.

Desentralisasi Informasi Internet

Pada Kamis, 15 April 2021 lalu, Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya (PMB), LIPI, menggelar diskusi terpumpun dengan Fairuzzabadi, pendiri dan kepala Kampung Media Nusa Tenggara Barat untuk mendengar pengalaman dalam mendayagunakan internet sebagai medium informasi berbasis komunitas.

Bagaimana mereka berjibaku berbagi informasi saat bencana gempa memporak-porandakan kehidupan mereka sendiri. Mereka membagi informasi yang relevan dengan kehidupan nyata mereka; mengenai pengairan sawah, kasus kriminilitas yang terjadi, atau membagi kisah tetangga yang sakit ke kanal mereka dan direspons secara dermawan oleh orang-orang.

Praktik fundraising demikian memang terdapat pula di media sosial. Namun, tidak sedikit yang berujung sebagai tindak penipuan yang memanfaatkan kebaikan hati masyarakat Indonesia. Penyebaran informasi berbasis komunitas seperti Kampung Media ini memiliki keunggulan khas dibanding media sosial dalam hal jarak sosial antar-orang yang tidak terlalu jauh. Jarak sosial yang dekat memungkinkan mereka lebih mudah memverifikasi kebenaran informasi yang dibagikan.

Soedjatmoko dalam makalah yang ditulis untuk Kongres Bahasa III tahun 1978 pun sudah mengingatkan bahwa program siaran publik dalam konteks sekarang dapat berarti internet, perlu ‘didesentralisasi ke tingkat yang paling dekat kepada desa, dan partisipasi warga desa di dalam program-program itu, serta pengelolaan dan pembicaraan bersama atas informasi dalam lingkungan desa’. Upaya desentralisasi ini dilakukan dalam rangka mengintegrasikan ‘informasi dalam kebudayaan komunitas yang bersangkutan, dan dikaitkan dengan kepentingan-kepentingan pribadi, kepentingan organisasi dan lembaga-lembaga di desa itu sehingga informasi itu menjadi miliknya dan menjadi landasan bagi keputusan-keputusan yang diambilnya sendiri mengenai apa yang hendak dilakukannya’.

Baca Juga  Homo Hoaxinensis: Tenggelamnya Manusia dalam Dusta

Menyiasati Anonimitas Internet

Media sosial sebenarnya telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berkerumun dalam satu grup, misalnya grup kedaerahan di Facebook dan tidak dapat dipungkiri grup tersebut berguna mengikat solidaritas mereka dalam upaya saling membantu. Meski demikian, sisi gelap kemampuan anonim media sosial menyisakan persoalan yang perlu ditangani.

Riset yang dilakukan Farkas, Schou, dan Neumayer (2018) menemukan Halaman (Page) di Facebook berisikan akun-akun palsu yang menggunakan identitas seorang muslim untuk menyebarkan rumor bahwa ekstrimis muslim yang hidup di Denmark berkonspirasi akan membunuh dan memperkosa warga Denmark. Tindakan ini dilakukan untuk menggugah sentimen Islamophobia di sana.

Riset yang pernah saya lakukan pada 2018 pun menemukan seorang pelaku ujaran kebencian terhadap umat Islam di Facebook menggunakan identitas orang lain yang beragama Nasrani agar kemarahan publik ditujukan kepada pemilik asli identitas tersebut. Selain itu, kerumunan dalam grup media sosial lebih rentan menjadi medium persebaran kabar bohong. Kabar bohong di grup Facebook mewarnai kerusuhan antar-etnik yang terjadi di Kabupaten Sumbawa yang mengakibatkan kerusakan bangunan dan membuat 2000 orang mengungsi.

Pelembagaan jaringan komunitas, semisal Kampung Media, menjadi salah satu cara menyiasati anonimitas yang sangat mungkin dilakukan di internet. Jaringan tersebut dapat membentuk proses kurasi informasi sebelum disebarkan di internet dan ekosistem pembelajaran sejawat antar-anggota dalam menggali, memverifikasi, serta menuliskan informasi.

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai payung hukum praktik komunikasi digital dapat memberikan ruang signifikan bagi tumbuh kembang prakarsa komunitas seperti Kampung Media ini dan tidak hanya menitikberatkan pada aspek pengawasan semata, sehingga tampak menakutkan bagi masyarakat.

Wacana revisi undang-undang tersebut yang telah masuk dalam Prolegnas 2021 dapat diarahkan mengungkit modal sosial masyarakat dalam praktik komunikasi digital. Hal demikian memberi efek positif yang bergulir bagi transformasi masyarakat; masyarakat desa dapat tetap agraris, namun mampu mewacanakan kehidupan mereka kepada turis yang berminat menjajaki wisata pertanian seperti yang terjadi di Mataram, memoderasi relasi antar-komunitas karena terlatih memahami informasi berperspektif emik, mengefektifkan mitigasi dan pemulihan bencana, sampai memperkaya bahasa Indonesia dengan kebinekaan masyarakat Indonesia yang perkembangannya terkesan sekadar serapan asing.

Baca Juga  Informasi: Yakin Sebarkan, Ragu Abaikan

Editor: Yahya FR

Ubadilllah
1 posts

About author
Peneliti di Pusat Riset Masyarakat dan Budaya, Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds