Akhir-akhir ini terus saja kudengar kabar
Tentang apa yang selalu kita cemaskan
Dengan berbagai cara dulu kita kerap menghindar
Atau minimal menutupinya lewat gurauan
Entah karena kita begitu takut
Atau hanya ingin menunda selagi bisa
Sebab tentu kita semua tahu belaka
Cepat atau lambat toh ia akan datang juga
Pada suatu pagi ketika kita sedang minum kopi
Atau saat yang samasekali tak mungkin kita duga
***
Mula-mula ia hanya jadi judul-judul berita
Yang kita baca sepintas-lalu setengah terjaga
Sembari bercengkerama melepas penat kerja
Dari jauh kita saksikan orang-orang kebingungan
Dalam tangis dan jerit yang mengetuk-ngetuk layar
Mobil-mobil ambulan lalu-lalang
Rumah-rumah sakit diserbu antrian panjang
langkah para petugas berderap menyeret kengerian
Orang tua, pasangan kekasih, remaja belia, dan anak-anak
Melolong tercekik kehilangan
Tak sempat melingkarkan peluk atau memberi ciuman
Ribuan tubuh membeku, liang-liang kubur menganga diam
Bergerak serba cepat, serba cermat mirip bayangan
Siang malam, di bawah terik atau di tengah hujan
***
Kita menyaksikan dari jauh, di atas sofa ruang keluarga
Tentu saja kita bersimpati. Betapapun itu adalah berita
Tentang wajah-wajah asing di negeri-negeri yang jauh
Kita hanya bisa membayangkan, betapa ngerinya
Tercekam kematian sedekat itu, senyata itu
Kita bisa membayangkan seperti apa rasanya kehilangan
Begitu banyak orang-orang tercinta, begitu tiba-tiba
***
Sungguh tak pernah terduga
Wajah kematian itu akhirnya datang menghampiri kita
Tak ada waktu untuk terkejut atau terpana
Tahu-tahu kita tersergap perangkap dan jadi berita
Tentang kengerian yang ditonton orang entah siapa
Sembari melepas penat kerja di sofa ruang keluarga
Mungkin mereka juga bersimpati melihat kengerian
Di wajah-wajah kita yang tanpa nama
Dari hari ke hari mereka mencatat rekor kematian
Seperti skor permainan bola
Nyawa dicatat sebagai statistik, sebagai angka
Mungin ini karma yang dulu kita lakukan pada entah siapa
Entah karena terlalu lama terperam kebencian
Atau akibat kebingungan dihantam arus informasi
Atau sebagai eskapisme dari kecemasan yang tak terperi
Kita sendiri jadi bangsa yang suka bertengkar hal apa saja
Juga soal kematian ini, adakah ia takdir atau konspirasi
Sebagian orang memanipulasi kengerian ini, lalu
memperbesarnya sebagai alat mengatur kepatuhan
Atas nama hukum, atas nama sains, atas nama agama,
atas nama keamanan, atas nama nasionalisme
Sebagian lainnya menyulap kabar kematian
menjadi alat untuk melawan
Untuk kepentingan politik, untuk keuntungan dagang
untuk kepuasan psikologis yang lama terpendam
***
Orang-orang pun terbelah
Politisi dan pedagang saling bantah
ilmuwan dan agamawan saling sanggah
pejabat dan pengamat saling tuding
Betapapun, kabar kematian makin bertubi-tubi
Sirine ambulan yang meraung-raung di jalan
Segera menyelinap cepat masuk ke semua kanal berita
di medsos, juga pengeras suara di musholla-musholla
Setiap hari kudengar kabar kematian:
saudara, teman, tetangga, kenalan, kolega
Berturut-turut tanpa kenal waktu, tanpa jeda
***
Baru saja kuterima berita tentang kematian seorang teman
yang dulu sering kita ajak main bersama
Aku buru-buru ingin menyampaikan kabar ini padamu
Tapi, bagaimana aku bisa percaya?
Kudengar pula kabar tentang kepergianmu
Semuanya begitu mendadak, begitu tiba-tiba
Aku hanya bisa menyebut namamu
Berkali-kali, tak henti-henti. Inna lillahi….
Di tengah pusaran ini aku merasa begitu sepi
Menghadapi kematianku sendiri
Yang akan datang entah kapan, atau sebentar lagi
Kalau saja kamu bisa memberitahuku
Adakah alasan atau waktu yang tepat
Untuk mati?
Editor: Rozy