IBTimes.ID -Cendekiawan Muslim Jalaluddin Rakhmat (71 tahun) dilaporkan wafat di Rumah Sakit Santosa Internasional Bandung pada Senin (15/2) pukul 15.45 WIB. dilansir dari Republika, kabar itu juga dibenarkan M kazhim lewat akun Twitter @Kazhim. Republika sudah meminta izin dan mengofirmasi kabar tersebut.
“Kami turut berduka cita yg mendalam atas meninggalnya salah satu cendekiawan Muslim terbaik Indonesia, Bapak Jalaluddin Rakhmat. Semoga Allah menerima amal-amal baiknya dan menempatkannya di sisi Ahlul Bait yang suci serta para wali Allah yang ikhlas. Alfatehah,” ucap M Kazhim.
Salah satu cendekiawan muslim yang lain, Ulil Abshar Abdalla, juga mengungkapkan rasa dukanya atas meninggalnya Kang Jalal (sapaan akrabnya). Di akun Facebooknya, Ulil mengatakan bahwa Kang Jalal berjasa dalam menghidupkan percakapan Islam Indonesia sejak dekade 80-an.
“Saya menimba banyak ilmu dari Kang Jalal sejak masih seorang santri di kampung pada tahun 80-an. Salah satu formasi pemikiran saya dibentuk, antara lain, oleh gagasan-gagasan Kang Jalal. Dan saya bersaksi, beliau orang baik” tulis Ulil di laman Facebook-nya.
Jalaluddin Rakhmat merupakan dosen Universitas Padjadjaran (Unpad) dan mengajar di Universitas Islam Bandung (Unisba). Dia masuk politik dengan bergabung dengan PDIP dan menjadi anggota DPR-RI periode 2014-2019. Dilansir dari Okezone, ia merupakan Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), sebuah organisasi yang memiliki paham agama Syiah.
Ketika menjabat sebagai anggota DPR RI, ia mengaku akan membawa misi untuk melindungi kaum Syiah. Tidak hanya itu, Kang Jalal juga akan membela kaum minoritas di parlemen, seperti Ahmadiyah dan pemeluk agama Kristen.
“Mereka memerlukan perlindungan dari undang-undang supaya tidak menjadi sasaran (tindakan) intoleransi,” ujarnya tahun 2014 silam.
Dalam sebuah wawancara yang dilakukan oleh Tempo, Kang Jalal menyebut bahwa orang Syiah termasuk dirinya memang menyembunyikan identitas. Mengingat jika mereka membuka identitas, mereka akan diusir dan dimusuhi oleh mayoritas umat Islam di Indonesia.
“Ya. Kalau mengaku, kami akan diusir. Karena itu kami mempraktikkan taqiyah (bertindak layaknya pemeluk Islam yang berbeda aliran). Tujuannya, menyembunyikan identitas ke-Syiah-an demi persatuan. Jadi biarlah kami menyesuaikan cara beribadah kalian (Sunni), tak apa kami menjadi makmum, tidak disebut Syiah juga tak masalah, asal Islam rukun. Kami dahulukan akhlak ketimbang fikih,” ujarnya
Editor: Yahya FR