Imsak, pada dasarnya adalah puasa itu sendiri, sebagaimana dijelaskan Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini di dalam kitab Kifayat al-Akhyar fi Hal Ghayat al-Ikhtishar (Beirut: Daar al Khair, 1991, hal.197). Tetapi di dalam jadwal waktu salat, yang kadang juga disebut sebagai jadwal imsakiyah, imsak memiliki satu waktu tersendiri. Umumnya, jeda antara waktu imsak dan waktu salat adalah 10 menit.
Sejak kecil, kita juga sudah diberi pemahaman bahwa puasa adalah menahan diri dari makan dan minum (dan segala yang membatalkannya) sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Nah, kita juga sudah sama-sama tahu bahwa yang dimaksud ‘terbit fajar’ dalam definisi puasa adalah waktu salat subuh. Artinya secara formal, puasa itu dimulai berbarengan dengan waktu salat subuh.
Imsak dan Ihtiyath dalam Jadwal Salat
Waktu imsak bermula dari tradisi Rasulullah Saw memberi jeda antara waktu selesainya (makan) sahur dengan waktu salat subuh. Diperkirakan lamanya jeda itu adalah selama bacaan 50 ayat Al-Qur’an. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Anas ibnu Malik ra sebagai berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ، قَالَ: تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قُمْنَا إِلَى الصَّلَاةِ. قَالَ أَنَسٌ: قُلْتُ لِزَيْدٍ: كَمْ كَانَ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قَالَ: قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً
Dari Anas ibnu Malik, dari Zaid ibnu Sabit telah menceritakan, “Kami makan sahur bersama Rasulullah Saw, kemudian kami bangkit mengerjakan salat.” Anas bertanya kepada Zaid, “Berapa lamakah jarak antara azan (salat subuh) dan sahur?” Zaid menjawab, “Kurang lebih sama dengan membaca lima puluh ayat.”
Lama waktu membaca 50 ayat Al-Qur’an inilah yang kemudian diterjemahkan dalam jadwal waktu salat atau jadwal imsakiyah itu dengan 10 menit, yakni jarak antara waktu imsak dan waktu salat subuh.
Disinilah letak permasalahannya. Yakni kesalahan memahami jadwal waktu salat, yang di dalamnya terdapat waktu imsak, subuh, zuhur, asar, magrib, dan isya. Kadang juga terdapat waktu thulu’ (terbit matahari) dan duha. Tergantung kreativitas pembuat jadwal.
Yang perlu dipahami adalah bahwa jadwal waktu salat sudah mencakup waktu ihtiyath (hati-hati), tambahan beberapa menit untuk memastikan telah masuk waktu salat. Artinya ketika waktu subuh di jadwal tertera pukul 04.00 WIB, arti sebenarnya waktu salat itu sudah jatuh bahkan sebelum pukul 04.00 WIB.
***
Sementara, lamanya waktu ihtiyath ini bervariasi. Lagi-lagi tergantung pada pembuat jadwal. Umumnya pada kisaran 2 sampai 5 menit. Jadi, misalkan pembuat jadwal menggunakan waktu ihtiyath 4 menit, maka waktu salat yang tertera di jadwal pada pukul 04.00 WIB sesungguhnya adalah pukul 03.56 WIB. Maka perlu dicermati berapa menit waktu ihtiyath yang digunakan dalam setiap jadwal waktu salat yang kita gunakan.
Mengapa diperlukan waktu ihtiyath? Waktu ihtiyath ini sengaja ditambahkan karena adanya ketelitian (ralat) dalam perhitungan saat penyusunan jadwal waktu salat. Dan yang lebih penting adalah untuk memastikan bahwa setiap salat yang dilaksanakan benar-benar sudah pada waktunya (sudah masuk waktu salat).
Perlu diketahui pula bahwa jadwal waktu salat bukanlah tanda masuk waktu salat. Jadwal hanya alat bantu yang memudahkan kita mengetahui waktu salat. Sementara tanda yang sesungguhnya adalah tanda alamiah seperti terbit fajar dan terbenam matahari. Tentu, kita lebih mudah melihat jadwal salat dari pada melihat ufuk barat sambil memastikan terbenamnya matahari untuk menunaikan salat magrib atau berbuka puasa. Apalagi kalau cuaca mendung.
Kapan Sebaiknya Mengakhiri Aktivitas Sahur?
Memang benar kita dianjurkan untuk mengakhirkan sahur, sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Ummatku senantiasa dalam kebaikan selama mereka mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka” (HR. Ahmad), juga dalam riwayat senada lainnya. Namun bukan lantas menabrak waktu yang telah ditetapkan. Sementara, batas waktu diperbolehkannya aktivitas sahur adalah terbitnya fajar (QS. Al-Baqarah: 187).
Bahkan, Imam Nawawi menganjurkan untuk memuntahkan makanan yang ada di mulut manakala fajar telah terbit dan menghukumi batal bagi orang yang tetap menelannya, sementara dirinya yakin bahwa waktu terbitnya fajar telah tiba (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab, Amman: Bait Al-Afkar Al-Dauliyah, hal.1434).
Dengan demikian, jika kita berpedoman pada jadwal waktu salat (apapun jenis dan bentuknya), alangkah bijaknya jika sahur telah dihentikan pada waktu imsak yang tertera. Tentunya hal ini demi kesempurnaan ibadah puasa kita.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah selektif dalam menggunakan jadwal waktu salat. Usahakan menggunakan jadwal yang menyertakan waktu ihtiyath. Mengingat jadwal waktu salat sekarang sangat beragam dan terdapat hampir di semua media, baik klasik maupun elektronik. Kalaupun kita mengacu pada seruan imsak dan azan dari masjid terdekat, yakinlah bahwa muazin juga mengacu pada jadwal waktu salat di dinding masjid. Atau di ponsel pintar. Wallahu a’lam.
Editor: Ahmad