Gen Keluarga Terdidik Kartini
Lahir dari pasangan dua insan yang sempurna. Seorang ayah dari kalangan priyayi (bangsawan ). Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan semaksmal mungkin. Karena hanya ada sekolah dasar atau Europesche Lagere School (ELS), belum ada sekolah menengah. Didatangkanlah para pengajar dari belanda ke rumahnya untuk mengajarkan pengetahuan umum dan etika masyarakat Eropa. Bagaimana dengan keluarga dari Ibunda Kartini?
Ibu yang berasal wanita desa dibesarkan dalam lingkungan taat beragama, pendidikan agama dan tata krama selalu diajarkan oleh kedua orangtuanya. Sehingga wajar karakter budi pekerti menjadi kuat (Mas Ajeng Ngasirah). Pasangan muda yang hidup dengan bahagia, rukun, dan penuh dengan karismatik orangtua Kartini, membuat cikal munculnya pribadi Kartini yang energik dan cerdas .
Kartini yang lahir di Jepara Mayong sebuah kota kecil diwilayah karisidenan Jepara. Sebuah kota di mana orangtua Kartini tinggal dan sekaligus sebagai orang yang terpandang, keluarga bangsawan. Itulah sebabnya mendapat gelar Raden Ajeng (R.A) Kartini. Perpaduan antar pasangan yang memilik kultur keluarga nasionalis dan agamawan.
Tertularkan pada kehidupan anak anaknya, terutama Raden Ajeng (R.A) . Di masa kecil, Kartini banyak menghabiskan waktu untuk belajar d ELS. Walaupun dari keluarga Bangsawan, Ia pernah mendapatkan perlakukan diskrimninatif disekolah. Saat itu, orang Belanda menganggap rendah warga pribumi. Di sinilah muncul gejolak perlawanan perempaun Jawa dengan semangat belajar yang tinggi untuk membuktikan warga pribumi tak sebodoh seperti apa yang mereka pikirkan.
***
Gejolak muncul kembali di internal keluarga. Ayah Kartini melakukan poligami dengan wanita bangsawan membuat Ia kembali mendapatkan pengalaman batin. Karena kondisi adat dan agama saat itu memperbolehkan, Ibu kandung Kartini (Mas Ajeng Ngasirah) menerima dan menyadari kondisi itu.
Dengan umur yang masih belia, Kartini memiliki bacaan yang beragam, tidak hanya soal histori keadaan wilayah sendiri, namun juga membaca pemikiran tokoh dan perjuangan wanita dari India, Pundita, Ramambai.
Tidak hanya perempuan berkulit putih yang bisa merebut kehidupan bebas untuk dirinya , perempuan berkulit hitam jika bisa membebaskan, memerdekakan diri. Dalam literatur, Kartini tidak hanya cerdas dalam pengetahuan umum, Ia juga mendapatkan pendidikan prinsip keseimbangan antara otak dan akhlak.
Mengajari adiknya masakan Jawa dan Eropa, belajar menjahit, dan lain sebagainya. Beragam proses pendidikan waktu kecil Kartini, berhasil menempatkan diri menjadi seorang perempuan pribumi, yang bisa mengembangkan kepribadian dan kemampuannya di tengah-tengah kehidupan orang Eropa di pribumi.
Memandang Perempuan Bangsawan
Membaca tentang riwayat ibu kandung Kartini (Mas Ajeng Ngasirah). Perempuan desa yang tidak menempuh pendidikan formal. Karena pada saat itu, masyarakat Jawa menilai anak perempuan tidak perlu mendapatkan pendidikan. Karena setelah dewasa, hanya bertugas mengurusi aktivitas dapur, sumur, dan kamar.
Kedudukan perempuan di Jawa khususnya di desa, mengalami makna penyempitan peran perempuan yang sebenarnya. Lagi-lagi karena faktor adat atau kebudayaan menjadikan lahirnya paradigma yang dogmatik terhadap perempuan. Apakah kedudukan perempuan bangsawan sama nasibnya seperti perempuan pribumi pada umumnya?
Menikahi seorang perempuan bangsawan akan dijadikan dua model perempuan. Pertama, sebagai Garwa Padmi atau dikenal dengan Raden Ayu, sebagai sebutan seorang istri utama yang tugasnya mendampingi suami di upacara resmi. Kedua, jika menikah lagi dari kalangan bangsawan, maka dijadikan sebagai Garwa Ampil yang tugasnya mengurus rumah tangga keluarga. Pada persoalan tersebut, perempuan kembali lagi dijadikan urusan rumah tangga. Tidak jauh berbeda dengan perempuan pada umumnya.
Di kalangan bangsawan, jika punya kakak laki-laki, kaum perempuan harus tunduk, nurut, salah, atau benar, tetap harus memuji, tidak boleh membantah. Berbicara dengan bahasa krama inggil, berjongkok, dan menundukkan kepala sampai kakak lewat. Jika duduk di kursi, harus segera turun serta sebelum bicara harus menyembah.
Itulah yang dialami Kartini saat datang kakak sulungnya. Hal-hal seperti itu dianggap olehnya sebagai bentuk ketidakadilan terhadap kaum perempuan, tidak bisa melakukan aktivitas seperti kaum laki-laki, membuat terbatasnya gerak peran perempuan.
Membaca Adalah Melawan Ketidakadilan
Betapa sengsara dan sedihnya seorang Kartini ketika menjalani masa pingitan, di mana dia harus menjadi seperti boneka, dikurung, dipaksa untuk berubah wujud settingan. Ia harus bersuara halus dan lirih, berjalan dengan cantik, menundukkan kepala jika ada keluarga yang melintas.
Keinginan untuk mengubah nasib kaum perempuan, tertolak oleh ibunya. Karena anggapan pengetahuan ibu dan nnak berbeda. Tidak mau lama meratapi nasib sebagai perempuan bangsawan. Semangat menggelorakan perlawanan ketidakadilan terhadap kaum perempuan terus dilakukan. Salah satunya dengan membaca.
Ruang dan waktu digunakan semaksimal mungkin untuk menjelajahi pemikiran emansipasi perempuan, buku-buku yang berkualitas dan kegemaranya selalu dibaca berulang kali dan disimpan. Memahami di setiap tema yang dibaca, merefleksikan di setiap kalimat bacaan buku, dan menuliskannya di sebuah catatan hariannya. Membaca buku menjadikan hilangnya rasa penderitaan, karena terbawa pada kenikmatan membaca. Kedatangan kakaknya menjadikan tempat untuk berdiskusi apa yang telah dibaca.
Merdeka dengan Potensi
Tradisi Feodalisme dalam keluarga bangsawan Kartini, yang memberikan hak istimewa tidak digunakan. Mulai memberikan ajaran hak dan kesamaan kaum perempuan kepada adik adiknya,tidak harus menyembah,berbicara dengan bahasa jawa krama inggil.
Hal tersebut sebagai perombakkan pada tradisi feodalisme bangsawan. Setiap kesempatan mengajari dan mempengaruhi adik adiknya melalui diskusi apa yang dibaca, terutama perjuangan kaum perempuan untuk bisa mendapatkan peran baru. Potensi gemar membaca, suka diskusi dan menulis, menjadi jembatan baru untuk bisa memberikan pengaruh kepada orang orang sekitar terutama adik-adiknya. Karena gaya dialektika dan konsistensi memanfaatkan potensinya, gagasan Kartini pun didukung oleh adik-adiknya. Kesempatan itu berhasil dimanfaatkan dengan baik.
Perjalanan panjang merealisasikan gagasannya. Ia diberi kesempatan untuk ikut berkunjung di suatu acara dan berkunjung ke desa-desa di Jepara. Membuka ruang diskusi bersama masyarakat dan mencatat hasil diskusi. Ditemukan masalah kemiskinan para pengrajin ukir, karyanya dihargai murah oleh kalangan masyarakat.
Di situlah gagasan Kartini mulai dirasakan kalangan masyarakat. Membuka tirani yang beku antara bangsawan dan masyarakat bawah menjadi cair melalui forum diskusi terbuka. Potensi yang dimaksimalkan, jalan untuk menembus gagasan kepada lapisan masyarakat.
Mengambil dari simpulan di atas Kartini mengajarkan kepada manusia, khususnya perempuan untuk bisa menatap jauh peranan dirinya sebagai kaum perempuan. Dilahirkan untuk menjadi manusia yang merdeka melalui pikiran dan gagasannya, bukan hanya menjadi boneka oleh kaum laki-laki, disuruh berdandan, melayani, dan menghormati.
Semua itu sama persis bagaikan tradisi feodalisme terhadap kaum perempuan. Jalan untuk merealisasikan gagasan dalam masyarakat, perempuan harus banyak membaca diri, membaca buku, membaca peluang dan memaksimalkan potensi. Maka, itulah jalan merdeka kaum perempuan yakni membaca dan memanfaatkan potensi untuk masyarakat.