Akhir-akhir ini, cukup ramai perbincangan baik di media sosial chattingan ataupun beberapa postingan tentang Kartu Pra Kerja. Salah satu kartu sakti yang diinisiasi oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Kartu Pra Kerja ini adalah satu program yang akan dijalankan selama periode kedua Presiden Jokowi yang telah dijanjikan selama masa kampanye.
Tanggal 11 April lalu pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) resmi membuka pendaftaran Kartu Pra Kerja melalui website Kemenaker. Tentunya dengan beberapa syarat dan ketentuan masyarakat dapat mendaftar untuk mengajukan Kartu Pra Kerja tersebut.
Bagaimana Skemanya?
Kartu Pra Kerja diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020 tentang pengembangan kompetensi kerja melalui program Kartu Pra Kerja. Menurut Perpres tersebut, Program Kartu Pra Kerja adalah program pengembangan kompetensi kerja yang ditunjukkan kepada pencari kerja, pekerja/buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja, dan/atau pekerja/buruh yang membutuhkan peningkatan kompetensi kerja.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan kompetensi angkatan kerja serta meningkatkan produktivitas dan daya saing angkatan kerja. Manfaat dari kartu ini adalah peserta akan mendapatkan pelatihan dan juga insentif.
Untuk tata cara pengelolaan insentif Kartu Pra Kerja diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 25 tahun 2020. Besaran yang diterima oleh peserta Kartu Para Kerja berkisar 3.65 juta hingga 7.65 juta (Infografis CNN Indonesia, 2020), insentif ini digunakan untuk biaya pelatihan, biaya sertifikasi, insentif seusai pelatihan dan pengisian survei.
Dalam pendistribusian Kartu Pra Kerja pemerintah akan bekerjasama dengan Bank dan juga beberapa platform digital keuangan, untuk menghindari penyalahgunaan dana oleh peserta. Dan tentu opini masyarakat tentang pengangguran digaji betul-betul salah, karena dalam proses pencairannya tentu harus mengikuti prosedur yang ada.
Beberapa Catatan
Sebagian masyarakat tentu bahagia dengan adanya Kartu Pra Kerja ini yang memperhatikan kaum buruh terutama yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja. Namun, penulis melihat masih ada beberapa hal yang harus diperhatikan mengingat antusias masyarakat yang cukup tinggi.
Pertama, tentang transparansi pendaftaran Kartu Pra Kerja, walau dilakukan secara darling menggunakan website khusus yang dibuat pemerintah, pendaftaran ini berpotensi adanya kecurangan jika memang tidak dilakukan transparansi. Potensi kecurangan ini bisa terjadi pada penentuan diterima atau tidak masyarakat sebagai penerima Kartu Pra Kerja. Terutama jika memang syarat yang digunakan sangatlah sedikit, bisa saja terjadi human error ketika menentukan peserta Kartu Pra Kerja seperti halnya data BPJS penerima bantuan pemerintah.
Kedua, potensi ketidakefektifan program ini ketika rantai pendistribusian yang cukup panjang. Dibutuhkan pengawasan lebih baik terhadap pihak lembaga pelatihan maupun peserta. Karena tidak bisa menjamin bahwa peserta akan selalu hadir pelatihan dan juga lembaga pelatihan melakukan pelatihan dengan maksimal.
Ketiga, potensi ketidaklulusan pelatihan dan sertifikasi peserta. Ini tentu harus diantisipasi pemerintah karena jika harus mengulangi lagi, kesempatan peserta lainnya akan tertunda akibat dari ketidaklulusan yang berkelanjutan karena salah memilih bidang pelatihan.
Apakah Akan Efektif?
Menurut data BPS per Agustus 2019, angka pengangguran terbuka meningkat dari 7 juta orang menjadi 7,05 juta orang (CNN Indonesia, 2019). Oleh sebab itu, tujuan dari Kartu Pra Kerja ini tentu untuk mengurangi angka pengangguran dan juga tetap membuat produktif masyarakat yang berusia angkatan kerja dan jangka panjangnya adalah untuk meningkatkan perekonomian di Indonesia.
Namun, harus ada beberapa hal yang diperhatikan pemerintah untuk mewujudkan tujuan tersebut. Pertama, menjamin tersedianya lapangan kerja bagi mereka yang sudah mengikuti program Kartu Pra Kerja. Apabila masyarakat telah mengikuti program tersebut namun lapangan pekerjaan belum memadai kuantitasnya, maka program ini tetap tidak akan berdampak terhadap apapun.
Kedua, perlu ada ketegasan pemerintah terhadap perusahaan yang nakal tidak mengikuti Undang-Undang ketenagakerjaan. Tentu masih ada banyak perusahaan yang diduga belum mengikuti regulasi yang dikeluarkan Pemerintah melalui Menaker. Dengan adanya Program Kartu Pra Kerja, pemerintah harus menambah ketegasan kepada pengusaha agar menyediakan lapangan pekerjaan sesuai dengan syarat program Kartu Pra Kerja, apalagi jika peserta berasal dari korban PHK tentu usianya banyak yang di atas 25 tahun. Sedangkan banyak perusahaan membuka lapangan kerja dengan rentang usia 18 tahun hingga 22 tahun untuk lulusan SMA.
Ketiga, menindak tegas oknum-oknum Balai Latihan Kerja atau BLK yang menjadi calo. Karena fakta di lapangan masih banyak calo bertebaran melakukan pungutan liar (pungli) terhadap calon karyawan sebagai syarat rekrutmen perusahaan. Pemerintah juga harus berkolaborasi dengan pengusaha untuk mengawasi balai latihan kerja yang mencurigakan. Karena akan tetap percuma jika peserta program Kartu Pra Kerja harus tetap membayar sejumlah uang kepada oknum oknum untuk diloloskan sebagai karyawan kontrak di suatu perusahaan.
Keempat, pemerintah juga harus menyiapkan program pembinaan usaha bagi peserta Kartu Pra Kerja yang tidak lolos pelatihan dan sertifikasi. Program ini bertujuan agar peserta yang tidak lolos tetap produktif dan tidak menambah angka pengangguran yang ada di Indonesia. Program ini bisa bekerjasama dengan pengusaha dan mengambil dana CSR untuk pendidikan kewirausahaan. Dengan program ini pengusaha akan diuntungkan jika peserta pembinaan bisa melakukan penjual produk yang dibuat oleh pengusaha yang ikut dalam program pembinaan ini.
Bagi penulis, program Kartu Pra Kerja ini belum efektif jika instrumen di atas dilupakan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat dan daerah. Bahkan, akan terjadi potensi pemborosan anggaran jika banyak peserta yang tidak lolos.
Editor: Arif