Seorang ibu bagi saya seperti matahari, meskipun tidak menerangi sepanjang hari, tetapi saya yakin ibu selalu ada. Ada dalam artian pernah melahirkan. Mengapa demikian? Sebab saya yakin ada seseorang anak yang ditakdirkan lahir tanpa adanya kasih sayang seorang ibu. Entah ibu itu meninggal dunia atau pergi dan tidak pernah mau menemui anaknya untuk sekedar memberikan ucapan bahwa, “engkau adalah anakku”.
Awalnya saya membaca buku ini karena penasaran dengan perkataan orang-orang yang pernah membaca sebelumnya. Ada yang berkata bahwa novel ini membuat orang menangis, marah, bahkan juga kesal dengan cerita di dalamnya.
Namun bagi saya pribadi apapun judul bukunya, menaruh perasaan terhadap buku itu saja sesuatu yang luar biasa. Kita bisa mengetahui bagaimana lingkungan kita sekarang. Tangan tidak lagi memegang buku. Meskipun saya yakin orang-orang selalu bersinggungan dengan tulisan.
Di tengah kondisi itulah, saya mencoba memisahkan diri dengan riuhnya bual-membual tak bermakna itu. Mungkin sebagian orang mengatakan saya terlalu menjadi orang penyendiri yang tidak tahu diri.
Namun, saya akan semakin tidak tahu diri ketika membeli buku kemudian tidak saya baca. Buku ini saya beli dalam keadaan bekas. Namun isi tulisan di dalamnya masih lengkap dan tidak mengurangi kenyamanan dalam membaca.
Yang Biasanya Dilakukan oleh Para Pembaca
Berbicara membaca buku, apalagi Novel. Sesama pembaca biasanya hanya sekedar berbagi informasi tentang isi buku. Jika itu dilakukan oleh semua pembaca, maka hanya akan menghasilkan pertukaran-pertukaran informasi, apa bedanya dengan keberadaan teknologi informasi saat ini.
Hari Ibu diwujudkan dengan pertukaran frasa dikemas dalam berbagai desain dan logo masing-masing organisasi. Saya bertanya-tanya dalam hati, jika Hari Ibu hanya dimaknai sebagai pertukaran informasi dan berbagi kesan, kita justru terkesan tidak ada hari yang lain untuk ibu.
Memang benar, ada sebagian frasa yang mengatakan bahwa hari Ibu menjadi peringatan sebagai wujud rasa syukur kepada para ibu yang telah merawat dan membesarkan manusia.
Namun bagaimana jika seorang anak tidak mengetahui ibunya sejak usia dini seperti kisah Sofyan dalam Novel Terusir ini? Mampukah Sofyan kecil menjalani hidup tanpa kasih sayang dari seorang ibu?
Isi Buku Novel Terusir
Sebuah buku yang cukup tipis ini kita diajak menyelami berbagai kisah dan petuah di dalamnya. Hamka selalu menyandarkan pada pandangan bahwa semua hal yang dilakukan manusia pasti ada motif dan alasan yang melandasinya.
Secara tidak langsung, Hamka mengajak pembaca untuk mencari penyebab kesalahan dariapada menghakimi kesalahan.
Tentu kejadian semacam itu relevan dengan keadaan kita sekarang. Banjirnya informasi membuat seseorang mudah menghakimi kesana-kemari tanpa terlebih dahulu mencari secara mendalam sebab dan akibatnya.
Pembaca diajak merasakan bagaimana rasanya menjadi sosok Mariah yang diusir oleh suaminya sendiri. Setelah pengusiran itu hingga ujung hayatnya Mariah tidak merasakan kebahagiaan yang kekal.
Suami Mariah kehilangan kepercayaan kepadanya hanya karena tuduhan yang direncanakan oleh kerabatnya sendiri. Tidak cukup sampai di situ, Mariah tidak diizinkan lagi bertemu anaknya Sofyan yang ketika ditinggal masih menangis tak sempat mengingat wajah ibunya.
Harapan hanya tinggal harapan. Berkali-kali Mariah melayangkan surat maaf kepada suaminya. Tetapi pintu maaf itu selalu tertutup bagi Mariah. Ibarat dihukum tanpa diadili Mariah meneruskan haluan demi kelangsungan sebuah kehidupan dan bermula hari-harinya menjadi pembantu rumah dan salah satunya pada orang Belanda. Kemudian, menikah lagi dengan rakan sekerjanya.
Setelah menikah yang ke dua kalinya kebahagiaan tidak pula memihak kepada Mariah. Akhirnya, untuk mempertahankan hidup, dia terpaksa menjeremuskan diri dalam lembah pelacuran.
Saat itulah Mariah memutuskan untuk berganti nama menjadi Siti. Pertemuan Mariah dengan anaknya setelah tua membuat saya sedikit kaget. Bermula dari percakapan Wirja dan melihat pamflet kalau anaknya sedang membuka lembaga bantuan hukum.
Sementara itu, Azhar suaminya sebenarnya mempunyai niat untuk mencari dan mengajak pulang Mariah. Itu karena nasihat Abdul Halim sahabat suami Mariah.
“Wahai Azhar, Sahabatku! Engkau mesti tahan menghadapi perubahan zaman. Zaman yang akan datang amat berbeda dengan zaman yang telah berlalu. Kalau engkau masih bisa diotak-atikkan oleh orang luar, engkau tidak akan naik lagi, otakmu hanya akan menghadap ke sana saja.” Hlm. 15
Hikmah yang Bisa Dipetik dari Novel Terusir
Kutipan di atas menyadarkan Azhar sekaligus kepada pembaca. Dalam novel memang tidak disinggung sama sekali tentang keberadaan kemajuan teknologi. Karena relasi Mariah dengan Azhar bahkan sampai anaknya sudah dewasa hanya saling mengirim surat saja.
Saya yakin untuk kondisi sekarang-teknologi sudah maju, Azhar akan lebih mudah mencari Mariah dan mengajaknya untuk pulang. Namun, saya tidak bisa menjamin ketenangan rumah tangga akibat fitnah yang dilontarkan kepada keluarga mereka.
Hakikatnya, Hamka memberi pelajaran kepada pembaca untuk sentiasa tetap mengharapkan kebaikan dalam kondisi melakukan hal buruk apapun. Pembaca diajak berusaha dan tidak sepatutnya mudah menyerah sehingga berujung pada menyingkat umur hidup akibat tidak tahan lagi dengan berbagai godaan. Ada istilah anak muda yang mungkin relevan dengan konteks ini, “tetaplah hidup meskipun tidak bermanfaat.”
Dalam momen apapun Hamka mengingatkan kepada kita bahwa, betapa besarnya nilai kasih sayang seorang ibu yang tidak hanya sekedar terma dan syarat yang membataskannya. Kasih sayang seorang ibu adalah kenikmatan yang paling besar dan tidak akan pernah mampu seorang anak untuk membalasnya.
Akhir kata, amalkanlah sifat berpikir sebelum berbicara. Selain itu, sikap tabayyun harus senantiasa kita pegang dalam menghadapi masalah apapun.
Lebih lanjut, sesukar apapun ujian yang diberikan oleh Allah SWT, yakinlah bahwa Allah SWT Maha Mengetahui jika manusia sebagai hamba mampu untuk mengahdapinya dan pasti ada hikmah tersembunyi di balik suatu peristiwa.
Paling penting juga hargailah kewujudan wanita apalagi ibumu dengan penuh kasih sayang sepanjang masa, tanpa akhir halaman seperti dalam buku. Karena kasih ibu tidak hanya sepanjang dalam novel Terusir.
Judul Buku | : Terusir |
Penulis | : Buya Hamka |
Penerbit | : Gema Insani |
Kota Terbit | : Jakarta |
Cetakan, Tahun Terbit | : 2016 |
Tebal Buku | : vii + 136 hlm, 18,3 cm |
ISBN | : 9786202502920 |
Editor: Yahya FR