Pernyataan Gus Dur tentang ‘Negara yang bukan-bukan’ terhadap Indonesia memang mencerminkan kompleksitas yang dihadapi oleh Indonesia dalam menjaga keseimbangan antara prinsip demokrasi dan kehidupan keberagamaan. Indonesia adalah negara dengan populasi mayoritas Muslim terbesar di dunia, tetapi konstitusinya tidak berdasarkan agama tertentu.
Konstitusi Indonesia mendeklarasikan negara ini sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, dengan sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa.” Ini menunjukkan bahwa Indonesia mengakui keberadaan Tuhan dan mengedepankan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan bernegara.
Namun, Indonesia juga berusaha keras untuk tidak menjadi negara teokrasi atau negara sekuler yang murni. Ini terlihat dari upaya konstitusional dan kebijakan publik yang mencoba mengakomodasi keragaman agama dan kepercayaan yang ada di masyarakat. Prinsip Bhinneka Tunggal Ika (Berbeda-beda tetapi tetap satu) menjadi landasan penting dalam menjaga harmoni di tengah perbedaan.
Pandangan Gus Dur, bahwa Indonesia adalah negara yang “bukan-bukan,” membawa pesan bahwa posisi ini sebenarnya sangat rentan terhadap ketegangan dan konflik. Bila terlalu condong ke arah religiusitas yang mendominasi kebijakan publik, hal ini bisa mengancam prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia, terutama bagi minoritas agama. Sebaliknya, bila terlalu sekuler, bisa timbul resistensi dari mayoritas yang merasa bahwa nilai-nilai spiritual mereka diabaikan.
Dalam sejarahnya, Indonesia sering mengalami momen-momen di mana keseimbangan ini diuji. Misalnya, penerapan hukum syariah di beberapa daerah, kebijakan-kebijakan diskriminatif terhadap minoritas agama, dan di sisi lain, gerakan-gerakan yang menuntut pemisahan yang lebih tegas antara agama dan negara.
Untuk menjaga keseimbangan ini, dibutuhkan kepemimpinan yang bijaksana, kebijakan yang inklusif, serta dialog yang berkelanjutan antara berbagai kelompok masyarakat. Hanya dengan cara ini, Indonesia dapat terus menjaga harmoni dan stabilitas di tengah keragaman yang ada.
***
Pandangan tentang pentingnya agama dalam kehidupan warga Indonesia memang didukung oleh berbagai riset, termasuk yang dilakukan oleh Pew Research Center pada tahun 2017. Dalam survei tersebut, lebih dari 90 persen warga Indonesia menyatakan bahwa agama adalah bagian yang sangat penting dari kehidupan mereka. Ini menempatkan Indonesia di posisi kedua secara global dalam hal pentingnya agama bagi masyarakat, hanya di bawah Etiopia.
Fakta ini menunjukkan betapa mendalamnya pengaruh agama dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Namun, menariknya, Indonesia juga berhasil mempertahankan reputasinya sebagai negara yang demokratis, yang secara relatif tidak didominasi oleh satu doktrin agama tertentu.
Indonesia dikenal sebagai negara dengan keberagaman agama yang diakui secara resmi, yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Pancasila, sebagai dasar negara, menekankan prinsip “Ketuhanan yang Maha Esa,” yang mengakui keberadaan Tuhan tetapi tidak mengkhususkan satu agama sebagai agama negara. Ini menciptakan ruang bagi berbagai agama untuk berkembang dan berperan dalam kehidupan publik tanpa mendominasi satu sama lain secara berlebihan.
Namun, meskipun agama memegang peranan yang sangat dominan dalam kehidupan sehari-hari, Indonesia tetap dipuji sebagai negara yang demokratis. Negara ini mampu menjaga keseimbangan antara keberagamaan dan keberagaman, sehingga praktik keberagamaan tidak menindas keberagaman yang ada.
Indonesia telah menunjukkan kemampuan luar biasa dalam memelihara pluralisme dan demokrasi di tengah keberagamaan yang kuat. Salah satu faktor utama dalam hal ini adalah Pancasila, ideologi negara yang merangkum nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan dalam lima sila, dengan sila pertama berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa.” Pancasila memungkinkan setiap warga negara untuk menjalankan agamanya dengan bebas sambil tetap menghormati perbedaan.
Selain itu, kerangka hukum dan kebijakan Indonesia juga mendukung pluralisme. UUD 1945 menjamin kebebasan beragama dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Pemerintah Indonesia, meskipun menghadapi tantangan, berusaha menegakkan hukum dan kebijakan yang adil untuk semua kelompok agama.
***
Keberhasilan Indonesia dalam mempertahankan demokrasi dan pluralisme di tengah keberagamaan yang kuat juga bisa dilihat dari berbagai inisiatif dialog antaragama dan program-program toleransi yang dilakukan oleh pemerintah dan organisasi masyarakat sipil. Misalnya, lembaga seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) bekerja untuk mempromosikan harmoni antaragama di tingkat lokal.
Namun, Indonesia juga menghadapi tantangan dalam menjaga keseimbangan ini. Insiden intoleransi dan diskriminasi agama masih terjadi, dan ada tekanan dari beberapa kelompok untuk menerapkan hukum dan kebijakan yang lebih berbasis agama. Hal ini menuntut kewaspadaan dan komitmen berkelanjutan dari semua pihak untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip pluralisme dan demokrasi tetap terjaga.
Secara keseluruhan, Indonesia menunjukkan bahwa meskipun agama sangat penting bagi banyak warganya, negara ini dapat menjaga keberagaman dan demokrasi. Keberhasilan ini tidak lepas dari upaya kolektif untuk memelihara dialog, toleransi, dan penghormatan terhadap perbedaan, sehingga keberagamaan dan keberagaman dapat hidup berdampingan dengan harmonis.
Editor: Soleh