Perspektif

Bersikap Adil Terhadap Kaum Yahudi

5 Mins read

Kritik Al-Qur’an Terhadap Kaum Yahudi

Dalam konteks keagamaan, Yahudi mempunyai konotasi negatif bagi sebagian besar muslim di Indonesia. Kasus terbaru dalam persoalan ini misalnya pernyataan Abdullah Hehamahua pimpinan Partai Masyumi Reborn yang mengatakan bahwa tepuk tangan adalah terlarang, karena budaya Yahudi. Ihsan Tanjung seorang pendakwah mengatakan bahwa penggunaan masker saat Covid-19 adalah konspirasi Yahudi agar umat Islam tidak bisa sedekah melalui senyum.

Al-Qur’an banyak berbicara mengenai kaum Yahudi. Al-Qur’an menggunakan istilah Bani Israil untuk memanggilnya. Bani Israil merupakan keturunan dari Nabi Ibrahim melalui jalur Ishaq. Al-Qur’an banyak mengisahkan mengenai mereka.

Mayoritas Nabi berasal kalangan Bani Israil. Musa, Daud, Sulaiman bahkan Isa adalah bangsa Yahudi. Tentu saja dalam Al-Qur’an para nabi tersebut digambarkan sebagai sosok protagonis. Namun di sisi lain, Al-Qur’an menggambarkan kelompok Bani Israil juga sebagai sosok antagonis. Yakni para pengikut nabi-nabi tersebut yang berperangai buruk.

Misalnya dalam QS. Al Baqarah: 51 diceritakan bahwa ketika Nabi Musa meninggalkan kaumnya selama 40 hari, kaumnya malah menyembah anak sapi. Dalam ayat 65 dikisahkan bahwa Bani Israil melanggar larangan mencari ikan pada hari Sabat, akibat perbuatannya mereka dikutuk menjadi kera. Kemudian dikisahkan juga bahwa Musa menyuruh kaumnya menyembelih sapi betina, namun mereka malah banyak tanya.

Dinamika Hubungan Rasulullah SAW dengan Kaum Yahudi

Pada periode Madinah, Rasulullah cukup intensif bergaul dengan kaum Yahudi. Kaum Yahudi dan Nasrani disebut oleh Al-Qur’an sebagai Ahlul kitab, sebutan yang bernada positif. Berbeda dengan kelompok pagan penyembah berhala di Mekkah yang disebut dengan kaum musyrikin.

Dalam perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW, terjadi dinamika antara umat Islam dengan umat Yahudi. Kisah-kisah dalam Al-Qur’an mengenai Bani Israil di masa lalu merupakan bagian dari polemik umat Islam dengan umat Yahudi pada masa Nabi Muhammad SAW.

Sempat juga terjadi peperangan antara pasukan Nabi dengan Yahudi karena pengkhianatan kelompok Yahudi yang malah bersekutu dengan kafir Quraisy Mekkah.

Dalam QS. Al Baqarah: 120 Allah SWT berfirman: Dan tidak akan ridha kepadamu Kaum Yahudi dan Kaum Nasrani sampai kamu mengikuti millah mereka. Ayat ini senantiasa dijadikan landasan bagi umat Islam agar tidak dekat-dekat dengan umat lain. 

Baca Juga  Pesantren Gua Tsur: Refleksi Filosofis dari Hijrahnya Rasulullah

Apresiasi Al-Qur’an Bagi Ahlul Kitab

Berdasarkan uraian di atas, rasa-rasanya kebencian dan stigma Umat Islam terhadap Yahudi cukup beralasan. Tapi tunggu dulu. Apakah sama sekali tidak ada sisi positif dan apresiatif dari Al-Qur’an terhadap Yahudi? Walaupun tidak sebanyak kritik, tapi apresiasi tetap ada. Bukan hanya untuk Yahudi, namun untuk Ahlul Kitab, Nasrani masuk di dalamnya.

Dalam QS. Ali Imran: 133-135 Allah SWT berfirman: “Mereka itu tidak (seluruhnya) sama. Di antara Ahli Kitab ada golongan yang jujur, mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka (juga) bersujud (salat). Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka termasuk orang-orang saleh. Dan kebajikan apa pun yang mereka kerjakan, tidak ada yang mengingkarinya. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa.”

Dalam QS. Al-Baqarah: 62 Allah SWT berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Sabi’in, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.”

Dalam Asbabun Nuzul QS. An-Nisaa: 105-112, dikisahkan mengenai seorang sahabat Nabi yang bernama Thu’mah bin Ubairiq yang mencuri baju perang milik Qatadah. Saat hampir ketahuan, dia menaruh baju perang di rumah Zaid bin Samin seorang Yahudi. Dia pun menuduh seorang Yahudi mencuri baju perang tersebut. Zaid melakukan pembelaan bahwa pencurinya Thu’mah. Namun Thu’mah mendapatkan dukungan dari sukunya.

Kejadian ini diadukan kepada Rasulullah SAW. Karena Thu’mah adalah muslim, dan Zaid adalah Yahudi, hampir saja Rasulullah SAW condong membenarkan keterangan Thu’mah. Sampai kemudian turun ayat tersebut yang menegaskan bahwa yang salah adalah Thu’mah, dan Zaid bin Samin seorang Yahudi dibebaskan dari tuduhan.

Baca Juga  Harun Yahya, Ilmuwan Penggila Wanita yang Dipenjara Seribu Tahun

QS. Ali Imran: 133-135 dan Al Baqarah: 62 merupakan bukti bahwa Al-Qur’an tetap memberikan apresiasi Ahlul Kitab walaupun sering mengkritik mereka. Asbabun Nuzul QS. An-Nisaa: 105-112 membuktikan bahwa Islam adalah agama yang objektif dan proporsional dalam melihat suatu perkara. Yang salah tetap dikatakan salah walaupun golongan sendiri. Yang benar dikatakan benar walaupun golongan “lawan”.

Konflik Kaum Yahudi vs Umat Islam di Masa Modern

Dalam tulisan Martin Van Bruinessen yang berjudul Yahudi sebagai Simbol Wacana Islam Indonesia Masa Kini, dia berpendapat bahwa sikap umat Islam terhadap Yahudi masih lebih baik dibanding dengan Eropa pada abad ke-19.

Sikap anti Yahudi yang disebut sebagai anti semitisme tumbuh subur di kalangan Kristen Eropa. Hal ini salah satunya karena faktor keagamaan bahwa Kaum Yahudi lah yang menyalib Yesus Kristus.

Puncak dari anti semitisme Eropa adalah tragedi pembantaian terhadap Yahudi yakni Holocaust. Umat Kristen pula yang pada awalnya mempopulerkan teori-teori konspirasi mengenai Yahudi misalnya protokol of Zion.

Sikap anti semitisme menjadi alasan bagi sekelompok Yahudi untuk membuat gerakan bernama zionisme. Gerakan ini kemudian mengambil alih tanah Palestina yang sebelumnya dihuni oleh muslim Arab.

Zionisme dalam Pandangan Muslim dan Yahudi

Terjadilah konflik yang keras antara Yahudi Zionis dengan negara-negara Arab Muslim. Sentimen anti semitisme pun subur di kalangan Muslim. Karya-karya Kristen mengenai konspirasi Yahudi diadopsi oleh muslim dan percayai dengan sungguh-sungguh. Sampai saat ini.

Negara-negara muslim bersama-sama menggempur Israel dalam Perang Enam Hari Tahun 1967. Israel menang dalam perang tersebut yang membuat daerah kekuasaannya semakin luas.

Sampai hari ini, mayoritas umat Islam berpandangan bahwa apa yang dilakukan zionisme di Palestina merupakan penjajahan. Yahudi yang tergabung dalam gerakan zionis merebut tanah yang sejatinya sejak awal ditempati oleh bangsa Arab Palestina. Dalam persoalan ini baik Sunni maupun Syiah satu suara bahkan bekerja sama. Milisi perlawanan Sunni yakni Hamas dan milisi Syiah Hizbullah saling mendukung satu sama lain.

Baca Juga  QS Al-'Ankabut Ayat 46: Landasan Dialog Lintas Agama

Yang menarik adalah bahwa ternyata tidak semua Yahudi mendukung zionisme. Begitupun di negara Israel terdapat populasi umat Islam. Ada juga umat Islam yang bergabung dengan tentara Israel. Salah seorang tokoh Yahudi yang menolak zionisme adalah Gilad Atzmon.

Seorang musisi Jazz internasional. Tahun 2012 Buya Syafii Maarif pernah mengangkat tokoh tersebut di publik tanah air melalui bukunya yang berjudul, Gilad Atzmon, Catatan Kritikal Tentang Palestina dan Masa Depan Zionisme.

Kesimpulan

Dari keseluruhan uraian di atas, saya ingin mengambil beberapa poin kesimpulan:

Pertama, narasi Al-Qur’an mengenai Bani Israil di satu sisi penuh dengan kritik bahkan kecaman. Narasi tersebut dalam rangka polemik dengan Ahlul Kitab pada waktu itu dan agar dijadikan pelajaran bagi umat Islam untuk tidak mengikuti perilakunya.

Kedua, di sisi lain sikap Al-Qur’an terhadap kaum Yahudi dan Nasrani lebih baik dibanding dengan kecaman terhadap kaum musyrik Quraisy. Hal ini ditandai dengan sebutan Ahlul Kitab terhadap dua agama tersebut.

Al-Qur’an juga bersikap proporsional manakala dalam beberapa ayatnya terdapat apresiasi dan pujian terhadap Ahlul Kitab. Bahkan dalam sebuah peristiwa Al-Qur’an membela Yahudi yang difitnah oleh seorang oknum sahabat Nabi.

Ketiga, pada masa Nabi umat Yahudi yang setia terhadap piagam Madinah hidup aman dan damai di bawah naungan pemerintahan Nabi. Bahkan dalam sebuah riwayat Umat Yahudi ada yang ikut berperang bersama kaum muslim melawan kafir Quraisy.

Sebaliknya umat Yahudi yang melanggar perjanjian maka diperangi. Jelas di sini bahwa alasan memerangi Yahudi bukanlah agamanya, namun karena sikapnya yang melanggar komitmen politik.

Keempat, pada masa kekhalifahan Islam, sikap umat Islam terhadap Yahudi masih lebih baik dibanding sikap umat Kristen terhadap Yahudi. Puncak kekejaman Kristen terhadap Yahudi adalah tragedi Holocaust.

Pada abad ke-20, Gerakan Zionis Yahudi mencaplok tanah Palestina. Hal ini menyebabkan hubungan Yahudi dengan Islam memanas. Sentimen anti Yahudi meningkat di kalangan umat Islam, sampai saat ini.

Editor: Yahya FR

Robby Karman
26 posts

About author
Dewan Redaksi IBTimes.ID
Articles
Related posts
Perspektif

Moderasi Hilirisasi Haji

3 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi haji telah menjadi sorotan penting di Indonesia. Berangkat dari visi untuk memberikan pelayanan haji yang berkualitas dan…
Perspektif

AI dan Masa Depan Studi Astronomi Islam

4 Mins read
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan program komputer yang dirancang dan dihadirkan untuk dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan,…
Perspektif

Pendidikan sebagai Dasar Pembentuk Nilai Hidup

3 Mins read
“Pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds