Tajdida

Keadaban Digital Warganet Muda Muhammadiyah

4 Mins read

Oleh : Ode Rizki Pratama

Kemunculan media baru (internet) di Indonesia sejak tahun 1990an membawa perubahan yang tidak sedikit dalam kehidupan masyarakat. Pada kenyataannya, temuan J.C.R. Licklider, ilmuwan asal Amerika itu mampu menjadi medium dunia modern dalam melakukan segala aktivitas; baik ekonomi, politik, pendidikan dan lain sebagainya. Kehadiran internet juga melahirkan satu varian masyarakat baru yang sekarang ini kita kenal dengan sebutan netizen atau warganet.

Mengenai warganet, Mossberger peneliti media dari Arizona State University yang dikutip oleh Gun Gun Heryanto dalam bukunya “Media Komunikasi Politik” mengatakan bahwa, warganet adalah mereka yang umumnya memiliki kecenderungan memanfaatkan teknologi informasi dalam rangka keterilabatannya di masyarakat, politiki, dan partisipasi pemerintah. Dalam pengertian inilah, sebagai contoh misalnya, salah satu siaran televisi nasional yang cukup populer yakni Indonesia Lawyers Club (ILC), TVone sering mengangkat tema diskusi sesuai dengan survei tanggapan warganet di media sosial (polling).

Hal ini menggambarkan satu keadaan, bahwa aktivitas warganet di media sosial menentukan dalam bahasa yang lebih ringan “turut mempengaruhi” pandangan masyarakat pada kehidupan sosial dan politik. Arus informasi yang berkembang di media sosial lewat tangan-tangan warganet mendominasi khalayak dunia cyber. Oleh karenanya, cukup relefan meminjam bahasa Gun Gun bahwa teknologi informasi memiliki kemampuan dalam penyelenggaraan produksi, reproduksi, dan distribusi pengetahuan secara signifikan.

Seperti yang telah dikatakan oleh Mossberger, dalam keseharian masyarakat, benar-benar internet dan perangkat aplikasinya seperti media sosial (medsos) telah menjadi saluran utama dalam berbagai kepentingan. Hal ini tentu, dalam satu sisi membawa pengaruh positif, juga secara bersamaan di sisi yang lain membawa dampak negatif.

Pada sisi positifnya perkembangan teknologi digital tentu mempercepat aktifitas kehidupan di muka bumi. Namun, teknologi digital juga menampakan berbagaimacam persoalan, sebagai contoh; hoax dan ujaran kebencian. Coba kita lihat beragam kanal media sosial yang ada, caki maki dan provokasi menjadi menu harian.

Baca Juga  Agar Semangat Beragama Tak Menjadi Fanatisme Buta

Di samping itu, lazimnya persoal hoax dan ujaran kebencian memuncak sesuai dengan dinamikan politik yang ada dalam kehidupan nyata. Hal ini membuktikan netizen yang mayoritasnya diisi anak muda dalam keadaan krisis berfikir filosofis. Faktanya, ada kecenderung instan, menelan sesuatu mentah-mentah, dan serba cepat. Mereka lemah dalam berfikir secara “radikal” sampai ke akar-akarnya, mendalam, dan mencari sesuatu di balik sesuatu.

Perkembangan teknologi digital tidak terlepas dari kehidupan kaum muda Muhammadiyah (generasi milenial). Oleh karenanya, sebagai digital native anak muda Muhammadiyah memiliki tanggung jawab untuk berperan aktif membawa narasi atau konten positif dalam rangka pembangunan keadaban digital. Keadaban digital yang dimaksud ialah kehidupan dunia cyber yang santun, ramah, jujur, mengedepankan kritisisme, serta moralitas (beradab).  Di samping itu, pada tahun politik seperti sekarang ini, sekali lagi upaya produksi, reproduksi, dan distribusi informasi dan pengetahuan yang baik tentu memiliki tantangan cukup berat.

Oleh karena itu, sikap kritis- analitis (filsafat) menjadi kebutuhan. Karena bertindak dengan sandaran filsafat dapat menjadi dasar utama kaum muda muhammadiyah dalam menyelami hiruk pikuk persoalan di dunia cyber.

Artinya, selain cakap berknologi, kaum muda Muhammadiyah harus memiliki pemahaman dan kemampuan berfikir logis dan analitis (filosofis) yang baik. Karena pada dasarnya, keteladanan yang diberi oleh K.H Ahmad Dahlan adalah kebijaksanan akal pikiran dan tindakan. Beliau adalah orang yang berfikir, risau dan gelisah tehadap keadaan umat dan bangsa pada saat itu, sehingga berbagai langkah kongkrit dapat beliau lakukan dan lestari hingga hari ini.

Hal itu bisa kita lihat ketika pada masanya beliau mampu membaca fenomena sosial dan tanda zaman secara kritis dan mendalam, kemudian merumuskan solusi untuk menjawab keadaan. Pendiri Muhammadiyah itu secara kritis melihat problem masyarakat pinggiran Keraton yang miskin dan terbelakang, sehingga langkah awal yang dilakuakn adalah memberi santunan, layanan, dan pencerahan lewat pendidikan. Beliau tidak hanya berdakwah dengana berceramah billisan tetapi juga dengan tindakan bilhal.

Padahal, hal ini yang tidak dilakukan kebanyakan orang pada saat itu. Artinya jika K.H Ahmad Dahlan tidak berfikir yang mendalam, maka tidak mungkin ada gerakan yang lestari hingga kini menembus abad 21.

Baca Juga  Posisi Muhammadiyah, antara Sarekat Islam dan Boedi Oetomo

Ilustrasi yang digambarkan Kyai Dahlan itu bertanda bahwa beliau memiliki kesadaran filsafat yang sangat baik. Di tengah hiruk persoalan yang ada, beliau tidak ikut terbuai, bahkan beliau mampu menawarkan solusi, terbukti hingga saat ini keteladan beliau masih tetap hidup. Walaupun berbeda era dan tantangan, sikap seperti itulah yang perlu dicontohi oleh kaum muda Muhammadiyah pada dunia digital hari ini. Karena dunia digital pun adalah bagian dari lahan dakwah era kekinian.

Dalam analogi sederhana, berfilsafat di dunia digital meliputi tiga tahap. Apabila kebanyakan waganet tercengang dengan suatu wujud informasi yang diterimanya di media sosial, dalam sistematika filsafat hal tersebut baru sampai pada tahap “ontologi”, yakni tahap pertama dari filsafat yang menafsirkan sesuatu terbatas pada yang tampak.

Warganet yang berfikir filosofis tidak terbuai hanya apa yang tampak di depan mata, tapi ia akan membaca, menelaah, bertanya, juga mencari apa sesungguhnya yang terjadi. Itulah yang dimaksud dengan tahap filsafat kedua “epistimologi”. Epistemologi adalah motode atau cara untuk seseorang menganalisa sesuatu hal dengan kerangka dan batasan yang benar.

Setelah melewati dua sistematika; ontologi dan epistemologi. Maka, warganet itu akan masuk pada tahap “aksiologi”. Tahap terakhir dari filsafat ini merupakan letak di mana nilai dan kegunaan menyatu (kebenaran). Sehingga tujuan serta fungsi dari suatu informasi dapat dipahami dengan baik.

Dengan analogi yang digambarkan, selaku anak muda Muhammadiyah, kita dapat memahami, bahwa filsafat adalah proses yang lebih taktis tentang segala hal dalam praktek kehidupan yang esensial –tempat kebenaran bersimpuh.  Ketika filsafat sudah menjadi tradisi generasi kekinian, maka dengan sendirinya keadaban di dunia digital mampu kita wujudkan. Sehingga kaum muda Muhammadiyah sebagai bagian dari digital native tidak terbuai dengan konflik caci-maki , hoax, dan ujaran kebencian.

Baca Juga  Meluruskan Anggapan "Bermuhammadiyah Haram"

Terakhir, untuk membentuk pondasi kritis yang kuat di kalangan kaum muda Muhammadiyah, ada dua hal yang bisa ditempuh; pertama, internal komunitas anak muda baik individu maupun komunal harus membangun tradisi intelektual yang baik, mentradisikan bacaan dan kajian mengenai filsafat dasar.

Kedua, lingkungan eksternal yang lebih besar, Muhammadiyah lewat lembaga pendidikannya (Sekolah dasar, menengah, dan tinggi) perlu mendesain kurikulum khusus setiap jurusannya untuk mengarahkan peserta didik dalam berfikir kritis. Itu artinya ada desain kurikulum filsafat yang dikontekstualisasikan sesuai jenjang pendidikannya.

Masalahnya, seperti yang kita jumpai secara langsung berbagai perguruan tinggi Muhammadiyah yang jumlahnya ratusan tidak menerapkan mata kuliah filsafat secara merata di setiap bidang studi. Persoalan ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Muhammadiyah untuk membina generasi muda menuju keadaban di dunia nyata maupun maya (digital). Karena tentu, bagi Muhammadiyah maupun generasi mudanya (netizen), mengamini bahwa teknologi digital harus menjadi sarana (media) masyarakat modern dalam melakukan banyak aktifitas; ekonomi, politik, pendidikan, dan sebagainya yang berkemajuan juga berkeadaban utama.

*) Penulis adalah aktivis IMM, alumnus S1 Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah Malang

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds