Pada bagian penutup dalam buku Madilog, Tan Malaka sempat membahas tentang keajaiban angka Nol (0). Sebuah angka yang awalnya tak bernilai, namun dapat mengubah angka satuan menjadi puluhan, ratusan, ribuan, jutaan, milyaran, triliunan, bahkan kuadriliunan.
Keajaiban Angka 0
Angka Nol ini merupakan bilangan terkecil (0-1-2-3-4-5-6-7-8-9) yang awalnya di populerkan oleh al-Khawarizmi, sosok tokoh besar ilmuan Muslim yang juga dikenal sebagai bapak Aljabar (Naufal Fauzan, 2021).
Pada bab itu Tan Malaka menulis “Kejadian dan kebesaran itu, itu buat saya ialah barang yang sudah diketahui, atau mungkin bisa diketahui banyak dan sifatnya. Keajaiban itu buat saya mestinya barang atau perkara yang mengandung pengetahuan. Pengetahuan itulah buat saya pangkal serta ujung keajaiban. Tak ada barang yang menakjubkan saya kalau barang itu belum sedikit pun saya ketahui. Sebaliknya seberapa pun kecilnya barang yang sudah saya ketahui itu, menakjubkan saya” (Tan Malaka, 2019: 509).
Angka Nol ini jika dalam angka Arab di lukiskan seperti titik (٠), misal angka 10, jika dalam angka Arab menjadi ١٠. Dan apabila angka Nol (Arab) itu ditarik ke konsep umum, maka menjadi sebuah tanda atau simbol.
Dalam pengajian Gus Baha’ yang membahas soal rahasia di balik 6.236 ayat dan 77.845 kata di dalam Al-Qur’an, Gus Baha’ menjelaskan bahwa Al-Qur’an yang setebal itu, sejatinya sudah terangkum dalam surah al-Fatihah. Dan surah al-Fatihah sendiri, sudah terangkum dalam kalimah basmalah. Dan kalimah basmalah sendiri pada hakikatnya kuncinya ada di huruf Ba’(ب), dan huruf Ba’, kuncinya ada pada tanda titik nya.
Maka dengan penjelasan ini, jika dirunut urutan-urutannya, maka pada akhirnya akan kembali kepada satu titik. Titik di mana semua yang ada ini akan tercipta. Analogi sederhananya, apabila kita akan membuat atau menggambar sesuatu, pasti akan dimulai dari satu titik, entah itu peribahasa atau pun tanda.
Jika dalam konteks menulis sebuah opini atau artikel, pasti akan memulai dari satu titik masalah dimana karangan yang panjang itu tertulis. Dan jika dalam konteks menggambar, pasti pada awalnya akan menitikkan di atas kertas satu titik untuk menggambar garis, dan garis itulah yang merupakan perkumpulan dari titik-titik itu.
***
Apabila kita jeli terhadapap suatu barang atau benda, maka akan kita temukan partikel-partikel yang sangat kecil yang tersusun rapi membentuk suatu benda. Secara mikro, kita dapat menemuinya pada layar hp atau biasa disebut Lcd.
Ataupun pada layar tv dan layar laptop. Jika kita perhatikan dengan seksama, di sana kita menemui partikel-partikel atau titik-titik kecil yang tersusun rapi dan membuat layar hp atau tv atau laptop itu menampilkan suatu gambar.
Sementara, dalam sudut pandang makro, kita dapat melihat dan memandang pada sebuah gunung atau bintang atau bulan dan benda-benda kealaman lainnya. Secara sadar atau tidak, fakta-fakta kealaman tersebut ialah tersusun dari partikel-partikel kecil yang menyusunnya, sehingga membentuk gunung, bintang, dan bulan.
Dan saya yakin, semua materi yang ada ini juga tersusun dari titik-titik sejenis yang terhubung satu sama lain. Tokoh besar era pra-sokratik seperti Democritos (460-370 SM) menyebut partikel terkecil itu sebagai atom.
Atom berasal dari kata Yunani yakni atomos yang berarti tidak dapat dipecahkan atau dibagi-bagi. Dalam konsepnya itu, ia meyakini bahwa partikel-partikel itu senantiasa bergerak dan bertabrakan. Dan ia juga berkeyakinan bahwa alam semesta ini dikuasi sepenuhnya oleh aturan-aturan alam.
Pemikiran Leibniz
Berbeda halnya dengan pemikiran G.W. Leibniz (1646-1716) seorang profesor filsafat moral asal Leipzig, Jerman. Salah satu pemikirannya ialah tentang subtansi, ia menyebut ini sebagai monad (monos = satu; monad = satu unit). Jika dalam matematika yang terkecil adalah titik, dan dalam fisika disebut atom, maka yang terkecil dalam metafisika adalah monad.
Ukuran terkecil dalam pemikiran Leibniz ini tidak berbanding lurus dengan ukuran, melainkan sebagai tidak berkeluasan. Jadi yang dimaksud monad itu bukanlah sebuah benda. Setiap monad berbeda dengan monad lainnya dan Tuhan (Supermonad dan satu-satunya monad yang tidak tercipta) adalah pencipta monad-monad itu (Bahar Akkase, 2016: 20).
Selain tidak memiliki ukuran, monad juga tidak memiliki kualitas. Sebab, hanya Tuhan lah yang benar-benar mengetahuinya dan membanding-bandingkan serta meperlawankannya atas setiap monad-monad itu.
Jadi, dapat dipahami bahwa satu monad dan monad lainnya, berbeda satu sama lain. Leibniz mengatakan “monade-monade itu tidak mempunyai jendela, tempat sesuatu bisa masuk keluar” (Juhaya S. Praja, 2005).
Sampai sini, dapat dipahami bahwa keajaiban angka nol itu sebenarnya dapat ditemukan pada angka Arab. Karena hanya pada angka Arab lah titik temu antara titik dan nol. Dalam angka Arab, nol dilukiskan sebagai titik dan dalam tanda baca Arab, nol itu sebagai titik, seperti keajaiban tanda titik pada huruf ba’ dalam kalimah basmalah.
Wallahu A’lam Bishawab.
Editor: Yahya FR