Kalau kita merujuk kepada teks keagamaan bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Ayat yang terakhir turun kepada Nabi Muhammad adalah ayat tentang kesempurnaan. “Pada hari ini telah kusempurnakan kepadamu agamamu dan telah kucukupkan kepadamu nikmatku dan aku ridha islam sebagai agamamu”. Namun agama Islam kini terpuruk, kita pun terus menantikan kebangkitan Islam yang dipercaya akan datang lewat jalan keilmuan.
Kesempurnaan Islam
Ayat ini turun menjelang wafatnya Nabi. Ini adalah ayat yang menginformasikan kepada kita bahwa islam itu sudah sempurna. Kesempurnaan ajaran islam karena sudah mencakup beberapa aspek yang menjadi pokok dari suatu ajaran agama. Ketiganya adalah aspek iman, islam, dan ihsan. Ketiga aspek inilah yang menjadi letak kesempurnaan ajaran islam. Islam juga sebagai penyempurna agama agama terdahulu yakni yahudi dan nasrani.
Seperti yang pernah digambarkan oleh Nabi perumpamaan agama yang dia bawa seperti sebuah rumah yang bagus, tapi ada yang kurang. Dari sudut pojok ada kekurangan yang kelihatan berlubang yang mengganggu keindahan rumah itu kemudian datanglah islam untuk menutupi kekurangan itu. Itulah gambaran bahwa islam ini, adalah penyempurna dari agama agama sebelumnya.
Ketiga agama samawi ini datangnya dari Tuhan. Namun dalam keyakinan umat Islam bahwa melihat hadis diatas bahwa agama sebelumnya itu tidak sempurna karena ada kekurangan dari penggambaran Nabi. Dan itu bisa di interpretasikan bahwa agama sebelumnya tidaklah bersifat universal melainkan sifatnya partikular.
Belajar dari Barat
Penggambaran ajaran Islam menurut Mahmud Syaltut, mantan Grand Syaikh al-Azhar dalam satu kitabnya yang terkenal, Al Islam Aqidah wa Syariah, bahwa Islam itu secara garis besarnya terbagi dua, yakni Akidah yang mencakup keimanan dan syariah yang mencakup aspek perincian atau implementasi dari aspek aspek yang menyangkut ajaran Islam.
Pembagian Syaltut ini sangat logis kalau kita merujuk ke Al-Qur’an, di dalam surah Al-Ashr diinformasikan bahwa keselamatan itu ketika konsisten di jalan iman dan amal saleh. Namun demikian dalam ajaran yang lain, juga sangat dipentingkan dalam ajaran Islam, yakni tuntutan Islam supaya iman dan amal saleh berkualitas perlu didasari dengan ilmu.
Dalam Islam peradaban ilmu menempati posisi terdepan untuk dapat meraih peradaban yang agung. Kita harus banyak membaca sejarah peradaban Islam di abad abad yang lalu. Sejarah masa lalu adalah kajian keilmuan dan pelajaran yang berharga.
Di samping itu kita juga harus belajar dari peradaban Barat, yang kita pelajari adalah peradaban ilmu dan teknologinya. Sebab ajaran agama memberikan kita jalan untuk mengakses ilmu dimanapun ilmu itu berada.
“Hikmah (itu) barang hilangnya orang mukmin, dimanapun didapatkan maka ia berhak mengambilnya”. Ini adalah statement dari Nabi bahwa betapa ilmu adalah aset yang sangat berharga dan kita sangat berhak untuk mengaksesnya. Di manapun ilmu itu berada maka kita berhak untuk menuntutnya. Karena Islam membuka jalan untuk keilmuan.
“Malaikat akan mengepakkan sayapnya melindungi orang yang menuntut ilmu”
Kebangkitan Islam yang Dinantikan
Dalam realitasnya sekarang ini, orang orang-orang muslim masih sangat berjauhan antara teks keagamaan dengan realitas. Betapa dalam teks anjuran untuk mengejar ilmu begitu tinggi tapi sangat lemah implementasi keilmuan yang dihasilkan. Tapi di abad ini umat Islam sudah mulai siuman dari tidur panjangnya. Walaupun masih tertatih-tatih untuk bangkit kembali dalam merebut peradaban ilmu dari Barat. Harapan akan kebangkitan Islam pun mulai muncul.
Munculnya pemikir-pemikir kontemporer yang mewarnai abad 20 dan abad 21 adalah bibit kebangkitan Islam ke depan. Dalam konteks keindonesiaan banyak muncul cendekiawan garda depan yang memberikan kontribusi pemikiran terhadap kemajuan pemikiran Islam di Indonesia. Munculnya Hamka, Nurcholish madjid, Abdurrahman Wahid, Ahmad Syafii Maarif, Quraish Shihab, Jalaluddin Rakhmat dan sederet pemikir lainnya adalah di antara pemikir keislaman yang mencoba mengawinkan keislaman, keindonesiaan, dan kemodernan.
Kalau kita menelaah perjalanan intelektual para cendekiawan muslim di atas, mereka semua berasal dari kalangan santri. Sejak awal sudah bergumul dengan dunia keilmuan, mereka sangat matang dengan pemahaman Islam klasik. Penguasaan terhadap ilmu-ilmu tradisional keislaman pun sangat matang, sehingga dengan mudah mengakses ilmu ilmu klasik islam maupun kajian kajian kontemporer keislaman.
Sesuatu yang sangat langka seorang cendekiawan dapat memadukan antara akses ilmu tradisional keislaman dengan kajian kajian kemodernan. Sejak awal perjalanan intelektualnya, mereka nyantri dari pesantren ke pesantren, mereka tidak pernah kendor dalam penuntutan ilmu. Dari merekalah awal kebangkitan Islam yang dinantikan.
Bukan hanya penguasaan di bidang wawasan keagamaan, tetapi ilmu ilmu yang lain, seperti sosiologi, antropologi, sejarah, juga sangat matang dalam penguasaannya. Mereka inilah yang mewarnai dunia pemikiran Islam di Indonesia dan selalu menjadi rujukan rujukan generasi sesudahnya.
Menghidupkan Pemikiran
Kajian-kajian pemikiran mereka selalu dibedah oleh generasi generasi sekarang baik dalam bentuk dialog maupun karya karya disertasi. Banyak muncul dari generasi sekarang yang merupakan anak ideologis mereka, membuat suatu perkumpulan perkumpulan kajian dengan rujukan dari nama nama mereka.
Para pecinta pemikiran Gus Dur membuat suatu komunitas yaitu Gusdurian. Mereka ini sangat aktif melakukan kajian-kajian pemikiran Gus Dur, dengan tujuan supaya pemikiran Gus Dur bisa terus terbaca oleh generasi generasi sekarang.
Begitupun pemikiran pemikiran Nurcholish Madjid, oleh para anak ideologisnya, yaitu Caknurian atau yang berkumpul dalam Nurcholish Madjid Society sangat intens melakukan kajian kajian pemikiran cak Nur.
Mereka melakukan kajian secara berkala dengan mengundang tokoh-tokoh yang dianggap banyak mengetahui pemikiran pemikiran cak Nur. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menyebarkan pemikiran pemikiran cak nur yang sangat dibutuhkan oleh generasi-generasi mendatang, guna melanggengkan pemikiran pemikiran inklusif keislaman.
Di saat sekarang ini, gerakan-gerakan yang mengarah ke pemikiran radikal, sangat mengancam Indonesia ke depan. Melalui gerakannya yang masif, gerakan ini sangat bertentangan dengan keislaman di Indonesia yang dikenal sangat ramah, penuh toleransi, dan moderat.
Oleh sebab itu gerakan untuk menghidupkan kembali pemikiran intelektual tokoh-tokoh seperti Gusdur, Caknur, Buya Syafi’i, Kang Jalal, hingga Quraish Shihab, perlu digelindingkan terus menerus. Agar kebangkitan Islam benar-benar terwujud. Agar Indonesia ini aman dan terbebas dari pemikiran-pemikiran yang sesat.
Editor: Nabhan