Perspektif

Islam ala Nabi adalah Islam Wasath

3 Mins read

Ada tiga agama yang diturunkan Tuhan kepada Nabinya, yang dalam istilah Ali Syariati, cendekiawan muslim asal Iran “agama Ibrahimik”, karena ketiga agama ini berasal dari keturunan Nabi Ibrahim dari kedua istrinya, Sarah dan Hajar. Lalu, mengapa Islam disebut wasath?

Islam Wasath

Dari jalur Sarah banyak lahir nabi-nabi mulai dari Nabi Ishak sampai kepada Nabi Isa, dari jalur inilah lahir agama Yahudi dan Nasrani. Agama Yahudi dibawa oleh Nabi Musa dengan kitabnya Taurat dan agama Nasrani dibawa oleh Nabi Isa dengan kitabnya Injil.

Kemudian dari jalur Hajar hanya melahirkan dua orang Nabi, yakni Ismail dan Muhammad. Pada prinsipnya ketiga agama Ibrahimik ini adalah membawa misi yang sama yakni misi tauhid, mengesakan Tuhan. Hanya dalam detail ajarannya, ada perbedaan dari ketiga agama ini.

Agama Yahudi yang dibawa oleh Nabi Musa lebih berorientasi hukum, sangat formalistik dan kaku. Itu karena umat Nabi Musa keras dan susah diatur, dan secara bahasa Taurat itu berarti hukum. Sedangkan agama Nasrani yang dibawa oleh Nabi Isa lebih berorientasi kasih-sayang, ajaran kasih yang menjadi inti dari agama ini.

Sedangkan agama Islam yang dibawa oleh Muhammad mencoba menggabungkan antara orientasi hukum yang ada dalam agama Yahudi dan orientasi kasih yang ada dalam agama Nasrani.

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan ” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan)  manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.

Q.S. 2:143

Itulah yang dalam bahasa Cak Nur panggilan akrab Nurcholish Madjid bahwa agama Islam ini adalah agama tengah, agama wasath, atau agama yang menyatukan antara sisi hukum agama Yahudi dan sisi kemanusiaan dalam agama Nasrani. Di situlah letak kesempurnaan agama Islam sebagai agama  pamungkas dari agama Ibrahimik.

Baca Juga  The Biggest Moments in 2019, Explained Through Graphics

Karakter Ummatan Wasathan

Lalu apa yang menjadi karakter dari “Ummatan Wasatan” atau “umat tengah” sebagai bagian dari Islam wasath? Sebagaimana maksud dari ayat diatas, dan Nabi menjadi saksi bahwa ummatan wasathan itu adalah masyarakat yang diperjuangkan oleh Nabi, baik ketika berada di Mekkah lebih lebih sewaktu berada di Madinah.

Di ayat yang lain yang juga terdapat pada surah Al Baqarah ayat 151 – 152, “Sebagaimana kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul (Muhammad) dari (kalangan) kamu yang membacakan ayat ayat kami, menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Kitab (Al-Quran) dan hikmah (Sunnah), serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui.  Maka ingatlah kepadaku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepadaku, dan janganlah kamu ingkar kepada-ku”.

Salah satu cendekiawan muslim yang merupakan dosen UIN Sunan Kalijaga sekaligus kader Muhammadiyah, Hamim Ilyas, mencoba memberikan interpretasi tentang karakter yang ada dalam ummatan wasathan, dengan mencoba mengurai ayat di atas.

Pertama, menjadi ciri khas dari ummatan wasathan adalah sifat “Pencerah”. Sebagai interpretasi dari potongan ayat “yatlu alaikum ayatina“, bahwa peran Nabi Muhammad selama dalam tugas misinya adalah mencerahkan, sebagai pencerah terhadap masyarakat di sekitarnya. Nabi selalu aktif membacakan ayat ayat Tuhan terhadap masyarakat yang dia hadapi, baik terhadap kafir quraisy, lebih-lebih terhadap para sahabatnya.

Kedua, “Bersih”. Islam adalah agama yang sangat mengedepankan tentang kebersihan, teks teks keagamaan sangat banyak menyinggung tentang kebersihan. Namun kebersihan disini, bukan hanya kebersihan secara lahiri. Ayat dalam Qur’an yang berbicara tentang kebersihan lahir dan batin adalah “bersihkanlah pakaianmu”.

Umat yang Unggul

Di sini ada dua penafsiran terhadap ayat ini, bisa dengan pendekatan fiqh formal, atau pendekatan tasawuf atau batini. Penafsiran secara sisi dalam terhadap ayat ini adalah hendaklah kita membersihkan sifat sifat tercelah dalam diri kita, penyakit penyakit hati maupun pemikiran pemikiran yang kotor.

Baca Juga  Kongres Umat Islam Indonesia VII: Arah Perjuangan Pendidikan

Ketiga, unggul. Terinspirasi dari ayat “wayuallimukumul kitab“, yang mengajarkan kepadamu Al Qur’an, masyarakat arab sebelum munculnya Muhammad adalah masyarakat yang tertinggal jika dibandingkan dengan Romawi dan Persia, dua kerajaan yang paling berpengaruh pada waktu itu.

Dengan kemunculan Muhammad di Jazirah Arab, Dia berhasil mengangkat masyarakat Arab menjadi masyarakat yang unggul, masyarakat yang berperadaban tinggi. Dengan AlQuran, Muhammad berhasil menciptakan suatu peradaban yang Agung dan sangat disegani oleh persia dan romawi.

Peradaban yang lahir dari rahim Al Qur’an adalah peradaban iman dan ilmu, yang oleh Buya Syafii Maarif kedua model peradaban tersebut adalah peradaban yang tahan bantingan sejarah. Itulah yang membuat unggul masyarakat pada masa Nabi sampai lima abad berikutnya.

Keempat, “Hikmah” atau walhikmah. Bahwa ummatan wasathan adalah umat yang mengedepankan kebijaksanaan dalam bertindak. Dalam menyampaikan ajaran-ajaran kebenaran selalu menggunakan pendekatan hikmah dan nasehat nasehat yang baik.

Kelima, berwawasan yang luas, dalam bahasa ayat diatas “wayuallimukum malam takunu ta’lamun”. Karakter ini sangat penting, karena inilah yang menjadi misi pertama dari umat Muhammad. Keluasan wawasan tidak pernah terlepas dari hasil pembacaan terhadap ayat-ayat qauliyah maupun kauniyah.

Religius dan Bersyukur

Semakin tinggi bacaan seseorang, akan membuat dia semakin bijak dan tidak mudah menyalahkan dan mengafirkan kelompok kelompok yang akan menjadi lain. Demikian sebaliknya semakin rendah bacaan seseorang, dia akan semakin mudah menyalahkan kelompok yang lain, dan merasa kelompoknyalah yang paling benar.

Keenam adalah “Religius”. Merupakan terjemahan dari fadzkuruni adzkurkum, umat yang religius adalah umat yang banyak mengingat Tuhan. Manusia harus memanfaatkan potensi yang mereka miliki. Sebagai makhluk yang punya potensi keilahian, bila potensi potensi itu dikembangkan lewat ibadah ibadah yang diperintahkan oleh Tuhan, niscaya manusia akan menjadi makhluk yang religius, manusia yang dekat dengan Tuhan.

Baca Juga  Bahagia ala Epictetus yang Perlu Kita Pelajari

Ketujuh adalah “wasykuruli wala takfurun“. Bahwa umat wasatan itu adalah umat yang selalu bersyukur, kesyukuran bagi manusia adalah suatu keniscayaan. Salah satu bentuk kesyukuran bagi manusia adalah memanfaatkan potensi yang kita miliki untuk kemaslahatan kemanusiaan. Ketika manusia gagal memanfaatkan potensi yang mereka miliki maka akan terjadi kekufuran.

Itulah beberapa karakter ummatan wasathan yang diperjuangkan oleh Nabi. Ini harus menjadi cita cita kita selaku umat Muhammad, sebagai referensi dalam membangun suatu peradaban yang unggul. Hal ini sebagaimana yang pernah dibangun oleh Nabi dalam membangun masyarakat Makkah dan puncaknya ketika beliau berada di Madinah.

Editor: Nabhan

Avatar
36 posts

About author
Kepala Madrasah Aliyah Nuhiyah Pambusuang, Sulawesi Barat.
Articles
Related posts
Perspektif

Bulan Puasa dan Gairah Kepedulian Sosial Kita

3 Mins read
Tidak terasa kita telah berada di bulan puasa, bulan yang menurut kepercayaan umat Islam adalah bulan penuh rahmat. Bulan yang memiliki banyak…
Perspektif

Hisab ma’a al-Jami’iyyin: Tanggung Jawab Akademisi Muslim Menurut Al-Faruqi

4 Mins read
Prof. Dr. Ismail Raji Al-Faruqi merupakan guru besar studi Islam di Temple University, Amerika Serikat. Beliau dikenal sebagai cendekiawan muslim dengan ide-idenya…
Perspektif

Rashdul Kiblat Global, Momentum Meluruskan Arah Kiblat

2 Mins read
Menghadap kiblat merupakan salah satu sarat sah salat. Tentu, hal ini berlaku dalam keadaan normal. Karena terdapat keadaan di mana menghadap kiblat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *