Dengan QS. Abu Lahab ayat 1-5, Allah mengajarkan kepada Rasulullah Saw untuk lebih mengenal karakter umat yang menentang beliau, yaitu Abu Lahab.
Orang semacam itu akan mengalami kebinasaan dunia dan akhirat. Semua harta yang dimiliki dan apa saja yang dia usahakan tidak ada manfaatnya di sisi Allah.
Kelak setelah hari kiamat, Allah akan memasukkan dia ke dalam api neraka. Demikan pula istrinya yang membantu gerakan Abu Lahab ini. Mereka akan dimasukkan ke dalam neraka yang senantiasa bergolak.
Tubuh mereka terbakar. Api besar menyala menutupi seluruh tubuhnya. Di lehernya, nampak terpasang sabut kering yang sangat mudah menyala, membakar keseluruh tubuhnya. Mengerikan.
Kejahatan Abu Lahab
Ia adalah paman dari Nabi Saw, saudara dari ayah beliau. Nama kecilnya Abdul ‘Uzza bin Abdul Muthalib. Sebagai kita tahu, ‘Uzza adalah nama sebuah berhala yang dipuja orang Quraisy. Dia dipanggilkan Abu Lahab, yang berarti “Pak Menyala”; karena mukanya itu bagus, terang bersinar dan tampan.
Ia adalah tokoh kafir Quraisy yang sangat membenci Nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam. Dialah yang mempermalukan Rasulullah di depan umatnya dengan ucapan yang hina, “Celaka engkau hai Muhammad! Apakah ini maksudmu mengundang kami kemari?” katanya dengan sangat marah saat nabi sedang berkhutbah di kaki bukit. Karena kelancangannya itulah, pada hari itu juga Allah mempermalukan Abu Lahab dengan turun Surat Al-Lahab.
Beberapa kejahatan yang dilakukan Abu Lahab terhadap Rasulullah adalah:
- Selalu mengikuti kegiatan dakwah Rasulullah Saw, dan membatalkan isi dakwahnya.
- Seperti dalam Asbabun Nuzul, Abu Lahab adalah seorang yang banyak menyakiti Rasulullah Saw, sangat membenci dan meremehkannya serta selalu memojokkannya dan juga memojokkan agamanya.
- Bersama istrinya, dan para kroninya, ia selalu berusaha mengerahkan seluruh tenaga dan hartanya untuk memfitnah Rasulullah dan agamanya.
- Menghabiskan seluruh harta, kekuasaan, dan waktu, seluruh hidupnya untuk menentang Allah dan Rasulullah.
Abu Lahab Binasa
Abu Lahab benar-benar dibinasakan Allah. Ia meninggal bukan di medan perang. Bermula dari sebuah keributan di dekat sumur Zamzam Mekah. Ia marah kepada seseorang karena mendengar tentara Musyrik kalah.
Dalam Kitab Sirah Nabawiyah tulisan Syaikh Shafyi Yurrahman Al-Mubarakfuri hal 263-264 dijelask ke dalam bahasa kita dengan an bahwa orang musyrik melarikan diri dari kancah Badar.
Mereka terbirit-birit menuju berbagai lembah dan perkampungan. Setelah itu menuju Mekah dengan kepala tertunduk lesu. Karena perasaan malu, mereka tidak tahu bagaimana cara untuk masuk ke Mekah.
Ibnu Ishak menuturkan bahwa orang yang pertama kali menyampaikan kabar di Mekah tentang kekalahan Quraisy adalah Al-Haisuman bin Abdullah Al-Khuza’i.
“Apa terjadi di sana?” orang yang berada di Mekah bertanya kepadanya.
Dia menjawab, “Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Abdul Hakim bin Hisyam, dan Umayah bin Khalaf mati terbunuh.”
Tatkala dia menyebut nama-nama pemimpin Quraisy itu, Shafyan bin Umayyah yang hanya duduk di rumahnya berkata, “Demi Allah, jika dia memikirkan hal ini maka bertanyalah kepadaku tentang dirinya.”
“Lalu apa yang bisa dilakukan, Shafyan bin Umayyah?” tanya mereka.
Al-Husain menjawab, “Dia hanya duduk di rumahnya. Padahal demi Allah kulihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana ayah dan saudaranya terbunuh.”
Abu Rafi, pembantu Rasulullah berkata, “Pada saat Perang Badar itu Abu Lahab tidak ikut serta. Ketika ada kabar tentang kekalahan pasukan Quraisy, Allah membuatnya rendah dan hina. Sedangkan kami merasa kuat dan perkasa. Sementara aku orang lemah yang bertugas membuat anak panah. Aku merautnya sambil duduk di batu pembatas sumur Zamzam”.
***
Demi Allah, tatkala aku sedang duduk sambil meraut anak panahku dan di sisiku ada Umu Fadl. Yang juga sedang duduk-duduk. Tiba-tiba Abu Lahab berjalan dengan menyeret kedua kakinya yang tidak berdaya hingga dia duduk di pinggir prmbatas Zamzam. Punggungnya menyandar ke punggungku.
“Ini dia Abu Shofyan bin Al-Harist bin bin Abdul Muthalib sudah datang,” orang-orang berkata.
Abu Lahab berkata, “Mari ke sini. Demi Allah, kabar apa yang engkau bawa?”
Lalu Abu Shofyan duduk di sampingnya. Sementara orang –orang berdiri di hadapannya.
“Wahai keponakanku, kabarkan kepadaku bagaimana urusan orang-orang?” tanya Abu Lahab.
Abu Shofyan menjawab, “Selagi kami berhadapan dengan segolongan orang, justru kami menyerahkan pundak-pundak kami kepada mereka. Mereka menyerang kami sekehendak hatinya dan menawan kami dengan sekehendak hatinya. Demi Allah, sekalipun begitu, aku tidak mencela siapapun. kami harus berhadapan dengan orang-orang yang berpakaian putih-putih sambil menunggang kuda perkasa berseliweran di anatara langit dan bumi. Demi Allah kuda-kuda itu tidak meninggalkan jejak sedikit pun dan tidak menginjak apa pun.”
Lalu aku (Abu Rafi’) mengangkat batu pembatas Zamzam sambil berkata, “Demi Allah itu para malaikat.”
Abu Lahab mengangkat tangannya tinggi-tinggi lalu memukul ke mukaku keras-keras. Aku hendak melawannya namun dia membanting tubuhku ke tanah kemudian menindihku sambil melancarkan pukulan bertubi-tubi. Padahal aku adalah orang lemah.
Umul Fadil bangkit memungut tiang pembatas Zamzam lalu memukulkannya sekeras-kerasnya ke kepala Abu Lahab hingga menimbulkan luka yang menganga. Umul Fadl berkata, “Engkau berani menyiksa orang ini selagi tuannya tidak ada.”
Setelah itu Abu Lahab beranjak pergi dengan menundukkan muka. Demi Allah, Abu Lahab hanya mampu bertahan hidup tujuh hari setelah itu. Itu pun Allah menimpakan penyakit di sekujur tubuhnya berupa luka bernanah. Sanak saudaranya tidak mau mengurusnya, dan setelah meninggal pun jasatnya ditelantarkan hingga tiga hari. Mereka tidak berani mendekatinya dan tidak berusaha menguburkannya.
Karena mereka takut akan dicemooh sebagai akibat dari tindakannya itu, mereka pun membuat sebuah lubang di dekatnya lalu mendorong tubuhnya masuk ke dalam lubang itu, lalu mereka menimbun lubang kuburan dengan cara melemparkan batu dari jejauhan.
Faidah Diturunkannya Surat Al-Lahab
Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menyampaikan beberapa faedah dan kesan kita perdapat dari surat ini:
- Meskipun Abu Lahab paman kandung Nabi Saw namun oleh karena sikapnya yang menantang Islam itu, samalah kedudukannya dengan Fir’aun, dan Qarun. Sama-sama disebut namanya dalam kehinaan.
- Surat al-Lahab ini menjadi i’tibar bagi kita bagaimana hinanya seseorang yang kerjanya “rnembawa kayu api”, yaitu menghasut dan memfitnah ke sana ke mari dan membusuk-busukkan orang lain.
- Bahwasanya orang yang hidup dengan sakit hati, dengan rasa kebencian kerap kalilah bernasib sebagai Abu Lahab itu, yaitu mati kejang dengan tiba-tiba tatkala menerima berita yang tidak diharapkannya.
- Meskipun ada pertalian keluarga antara Rasulullah Saw, namun sikapnya menolak kebenaran Ilahi, tidaklah akan menolong menyelamatkan dia hubungan darahnya itu.
Editor: Yahya FR