Akhlak

Kemiskinan itu Bukan Privilege Tapi Dekat dengan Kekufuran!

3 Mins read

Apakah Islam Memuji Kemiskinan?

Tak dapat dimungkiri, ada segolongan orang yang menganggap bahwa kemiskinan merupakan hal yang baik dan lumrah ada di mana-mana. Dari analisa Yusuf Qardhawi, hal ini mungkin terjadi karena banyak hadis Nabi yang menceritakan tentang keutamaan zuhud.

Namun sayangnya, banyak di antara masyarakat keliru memahami tentang arti kata zuhud dan menganggap zuhud sebagai sebuah kemiskinan (Lihat: Yusuf Qardhawi, Musykilah al-Faqr wa Kaifa Alajaha al-Islam, [Beirut: Mu’asasah ar-Risalah, 1985] h.13).

Jika kita benar-benar memperhatikan, zuhud sendiri menghendaki seseorang untuk memiliki dunia di tangannya namun tidak di hatinya. Berbeda dengan kemiskinan yang mana merupakan keadaan seseorang yang kekurangan harta, namun hatinya belum tentu terbebas akan rasa kepemilikan.

Jadi, dari sekian banyak hadis yang menceritakan kemiskinan bukan berarti hadis tersebut memuji kemiskinan dan mendorong kita untuk hidup miskin, melainkan memuji sikap seseorang dalam menanggapi kemiskinan itu sendiri. Serta, mendorong orang tersebut agar memiliki sifat terpuji seperti sabar, zuhud, qana’ah, syukur, dan lain-lain.

Bahaya Kemiskinan

Menurut Yusuf Qardhawi, bahaya kemiskinan yang pertama dan yang paling dikhawatirkan adalah bahayanya terhadap akidah. Maka tak heran jika Nabi Muhammad bersabda:

كَادَ اْلفَقْرُ أَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا

“Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran.” (diriwayatkan Abu Nu’aim dalam kitab Hilyatul Auliya’ dari hadis Anas).

Mengapa demikian? Karena kemiskinan dapat membuat ragu seseorang terhadap hikmah dan keadilan yang ditetapkan oleh Tuhan serta hanya bisa mengeluh tanpa melakukan usaha, seperti halnya keluhan yang disisndir dalam sya’ir berikut:

الرِّزْقُ كَالغَيْثِ مُنْقَسِمُ # هَذا غَريْقٌ هَذا يَشْتَهِي المَطَرَ

يَسْعَى القَوِيُ فَلاَ يَنَالُ بِسَعْيِهِ # حَظاً وَيَحْظَى عَاجِزٌ وَمُهِيْنٌ

“Rezeki bagaikan hujan yang telah diatur, ada yang membuat tenggelam dan ada yang cuma bisa mengharapkan turunya saja. Betapa banyak orang yang kuat dengan susah payah tidak mendapatkan bagiannya, sedangkan yang lemah malah mendapatkannya”.

Bahaya kemiskinan tidak hanya mengancam akidah dan keimanan seseorang saja. Namun, juga mengancam budi pekerti seseorang. Seperti halnya kemiskinan yang akan membuat seseorang menerima suap sebagaimana hadis yang dijelaskan Nabi:

Baca Juga  Jihad, Melawan Kebodohan dan Kefakiran

خُذُوا الْعَطَاءَ مَا دَامَ عَطَاءً، فَإِذَا صَارَ رِشْوَةً عَلَى الدِّينِ فَلاَ تَأْخُذُوهُ، وَلَسْتُمْ بِتَارِكِيهِ يَمْنَعُكُمُ الْفَقْرُ وَالْحَاجَةُ،

“Ambillah pemberian selama itu pemberian. Apabila pemberian tersebut telah menjadi suap yang merugikan agama, maka janganlah kalian mengambilnya. Sedangkan kalian tidak akan meninggalkannya (suap-menyuap), karena dicegah oleh kefakiran dan kebutuhan.” (diriwayatkan Abu Nu’aim dalam kitab Hilyatul Auliya’ dari hadits Mu’adz bin Jabal).

***

Bahaya kemiskinan yang ketiga adalah dapat mempengaruhi pola pikir seseorang. Sebab orang yang menderita kemiskinan adalah orang yang tidak menemukan kepastian untuk hidup dan kebutuhannya, lantas bagaimanakah mereka bisa berfikir tenang?

Pernah diriwayatkan bahwa Imam Abu Hanifah mengatakan, “Janganlah meminta keputusan kepada orang yang di rumahnya tidak ada tepung (makanan pokok)!”, sebab orang yang menderita kemiskinan pikirannya kacau dan sumpek, sehingga keputusannya tidak tepat.

Oleh karena itu emosi akan mempengaruhi kejernihan pikiran dan pandangan seseorang. Seperti halnya hadis Nabi yang mengatakan:

 لَا يَقْضِي الْقَاضِي وَهُوَ غَضْبَانُ

“Tidaklah seorang hakim memberikan putusan hukum ketika ia sedang dalam keadaan marah” (HR. Bukhori & Muslim).

Dari hadis ini, para fuqaha’ meng-qiyas-kan marah dengan rasa lapar, haus, dan hal-hal lain yang dapat mempengaruhi pikiran seseorang (Lihat: Yusuf Qardhawi, Musykilah al-Faqr wa Kaifa Alajaha al-Islam, [Beirut: Mu’asasah ar-Risalah, 1985] h.16).

Bagaimana Cara Mengatasinya?

Islam sendiri memproklamirkan untuk memerangi kemiskinan yang dapat mengancam akidah, perilaku, dan pola pikir seseorang. Oleh sebab, itu setiap seorang muslim harus menciptakan kehidupan yang layak di antara masyarakat untuk memenuhi kewajiban Allah dan kebutuhan hidupnya agar terhindar dari kesengsaraan dan penderitaan.

Menurut Yusuf Qardhawi, banyak cara untuk mengatasi kemiskinan. Seperti shadaqoh, zakat, dan lain-lain. Namun yang paling efektif adalah bekerja. Sebab dengan bekerja, seseorang akan menciptakan kemakmuran di dunia yang mana merupakan perintah Allah kepada manusia sebagai Khalifah di muka bumi. (Lihat: Yusuf Qardhawi, Musykilah al-Faqr wa Kaifa Alajaha al-Islam, [Beirut: Mu’asasah ar-Risalah, 1985] h.39).

Islam telah memberikan jawaban konstruktif bagi semua alasan dan keluhan yang menghambat orang untuk bekerja:

Baca Juga  Kalis Mardiasih: Masalah Kesetaraan Gender Bertalian dengan Kemiskinan

Pertama, banyak orang muslim malas bekerja dan berusaha karena alasan tawakal kepada Allah dan menanti rezeki dari langit. Mereka ini dipandang salah oleh Islam, karena tawakal itu tidak menafikan bekerja dan berusaha.

Kedua, banyak orang muslim tidak bekerja dengan alasan memfokuskan diri beribadah kepada Allah sebagai tujuan penciptaan mereka ke dunia ini.

Memang beribadah itu baik, tapi bekerja dengan niat untuk untuk menjaga dirinya dari meminta-minta, mencuri, dan beban orang lain juga merupakan ibadah. Bahkan manfaatnya bisa untuk orang lain dan tidak hanya untuk dirinya saja.

***

Ketiga, banyak orang yang tidak bekerja karena merasa hina dan malu sebagaimana hal ini pada kebanyakan masyarakat Arab. Dari tradisi yang tidak baik ini sehingga ada penyair Arab yang mengejek lawannya dengan mengatakan kakeknya seorang pandai besi.

Akibat hal ini, seakan-akan profesi tersebut terpandang hina. Namun ketika Islam, datang tradisi yang jelek ini dihilangkan. Karena menurut Islam, segala pekerjaan yang halal dan tidak merugikan orang lain itu dipandang mulia. (Lihat: Yusuf Qardhawi, Musykilah al-Faqr wa Kaifa Alajaha al-Islam, [Beirut: Mu’asasah ar-Risalah, 1985] h.44).

Keempat, ada orang yang tidak bekerja karena tidak sukses di kampung halamannya sendiri, sebagai tempat keluarga dan saudara-saudaranya. Atau lebih suka di kampung halamannya sendiri meski menganggur dan hidup miskin.

Orang seperti itu dianjurkan Islam untuk mengembara ke daerah lain. Menurut Islam bahwa bumi Allah ini luas, begitupun rezeki-Nya tidak hanya di suatu tempat.

Kelima, di antara orang muslim tidak mau bekerja karena mengandalkan zakat atau shodaqoh lainnya yang suka ia dapatkan tanpa memeras keringat bahkan untuk mendapatkan shadaqah sampai rela meminta-minta sambil merendahkan diri dan bercucuran keringat. Padahal orang ini masih kuat, tidak cacat dan mampu bekerja.

Baca Juga  Membela Nabi, ala Perang Khandaq atau Umpatan Yahudi?

Pemandangan seperti ini juga sering disayangkan kita melihat di banyak Negara Islam, yakni para peminta-minta atau para pengemis. Menurut Islam mereka ini bukan mustahik zakat atau shadaqah lainnya selama masih muda dan kuat bekerja. Oleh karena itu, Rasul Saw pernah berkata kepada dua orang meminta zakat kepada-Nya dan Nabi pun menjawab:

وَلَا حَظَّ فِيهَا لِغَنِيٍّ وَلَا لِقَوِيٍّ مُكْتَسِبٍ

 “Tak ada bagian di dalamnya (dalam zakat) bagi yang berkecukupan dan bagi yang kuat berusaha.” (HR. Ahmad, Abu Daud & Nassa’i).

Fajar Hidayatulloh Ahmad
9 posts

About author
Mahasiswa Jurusan Akidah dan Filsafat Islam di UIN Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Akhlak

Mentalitas Orang yang Beriman

3 Mins read
Hampir semua orang ingin menjadi pribadi yang merdeka dan berdaulat. Mereka ingin memegang kendali penuh atas diri, tanpa intervensi dan ketakutan atas…
Akhlak

Solusi Islam untuk Atasi FOPO

2 Mins read
Pernahkan kalian merasa khawatir atau muncul perasaan takut karena kehilangan atau ketinggalan sesuatu yang penting dan menyenangkan yang sedang tren? Jika iya,…
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds