Perspektif

Tiga Kendala yang Bikin Dosen Susah Naik Pangkat

4 Mins read

Kepangkatan bagi seorang dosen—atau biasa disebut dengan Jabatan Fungsional merupakan hal mutlak yang harus diurus oleh seorang dosen. Karena keberadaan kepangkatan esensinya ialah sebagai tangga karir akademik bagi seorang dosen yang mengabdikan diri di Perguruan Tinggi.

Secara garis besar, ada empat kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang dosen yang akan mengajukan kepangkatan, antara lain: kegiatan pendidikan dan pengajaran, kegiatan penelitian, kegiatan pengabdian pada masyarakat, dan kegiatan penunjang lainnya.

Empat komponen tersebut harus dipenuhi. Tentu saja, dalam mengumpulkan empat komponen tersebut, gampang-gampang susah. Dalam artian: bila berkasnya ada bisa gampang, bila berkasnya tidak ada harus mengurus kesana-kemari dan ujung-ujungnya ribet.

Dengan demikian, dalam mengurus kepangkatan terdapat segudang kendala yang dihadapi oleh masing-masing dosen. Tentu, dosis kendala yang dihadapi berbeda-beda. Ada yang kendalanya berdosis kecil, sedang, besar, dan bahkan sangat besar.

Segudang Kendala Kepangkatan

Ada segudang kendala yang dihadapi oleh dosen yang hendak mengajukan kepangkatan. Bila dilakukan pendataan terhadap masing-masing dosen (baca: tapi maaf ini hanya asumsi penulis saja), segudang kendala tersebut setidaknya dapat dikerucutkan ke dalam tiga kendala besar. 

Kendala pertama, tidak memiliki publikasi ilmiah. Publikasi ilmiah bagi seorang dosen sangat penting keberadaannya—terkhusus artikel jurnal ilmiah. Di mana, keberadaan artikel jurnal ilmiah menjadi kewajiban utama yang harus disediakan oleh seorang dosen. Bila tidak memiliki artikel jurnal ilmiah, maka kepangkatan tak dapat diajukan.

Dengan demikian, keberadaan artikel jurnal ilmiah menjadi unsur terpenting dalam pengajuan kepangkatan. Serajin apapun mengajar di kelas, setekun apapun mengerjakan tugas-tugas yang diembankan kampus, dan seloyal apapun terhadap kampus tempatnya mengabdi, bila tidak memiliki artikel jurnal ilmiah, kepangkatan tak akan dapat diajukan.

Baca Juga  Dibalik Klaim Kerajaan Agung Sejagat

Selain artikel ilmiah, ada publikasi lain yang dapat dilengkapi oleh seorang dosen, dalam rangka pengajuan kenaikan pangkat, yaitu publikasi berbentuk karya buku. Ada banyak jenis buku yang dapat diajukan untuk kepangkatan. Tetapi, yang masyhur dilakukan dalam pengajuan kepangkatan dosen ialah buku ajar atau diktat dan monograf.

Hanya saja, karya ilmiah berbentuk buku ini hanya menjadi unsur penambah poin dari artikel jurnal ilmiah. Artinya, sebanyak apapun karya buku yang dihasilkan oleh dosen, bila tidak memiliki artikel jurnal ilmiah, kepangkatan tak dapat diproses.

***

Kendala kedua, kekurangan kegiatan pengabdian dan penunjang. Kegiatan pengabdian dan penunjang lainnya, merupakan hal penting yang harus disediakan oleh seorang dosen yang akan mengajukan kepangkatan. Tanpa ada kegiatan pengabdian dan penunjang lainnya, kepangkatan tidak dapat juga diajukan. 

Beberapa kegiatan pengabdian dan penunjang lain, misalnya: menjadi pembicara di sebuah forum ilmiah di salah satu kampus ataupun di luar kampus, menduduki jabatan di luar kampus, ikut serta sebagai anggota profesi, menjadi anggota panitia kegiatan di kampus, dan lain sebagainya.

Intinya, keberadaan kegiatan pengabdian dan penunjang harus dilengkapi bagi seorang dosen yang hendak mengajukan kepangkatan. Karena keberadaannya menjadi hal penting, maka dosen harus memperhatikan hal tersebut, agar tidak ada kendala dalam hal pengajuan kepangkatannya.       

Kedala ketiga, malas mengumpulkan berkas. Nah, kendala yang ketiga ini biasaya dialami oleh dosen yang telah memenuhi dua unsur sebelumnya, yaitu unsur publikasi ilmiah dan pengabdian kepada masyarakat. Hanya saja, dirinya malas untuk mengumpulkan berkas-berkas yang sudah dimiliki.

Barangkali, bila ditelusuri salah satu penyebabnya ialah, pengurusan kepangkatan bagi dirinya tidak memiliki dampak signifikan—khususnya bagi dosen tetap di Perguruan Tinggi swasta. Artinya, mengurus dan tidak mengurus kepangkatan, tidak berdampak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan dirinya. Makanya, dirinya malas mengurus kepangkatan.  

Baca Juga  Ada Apa dengan Kajian Online?

Kendala Dosen dalam Mengajukan Kepangkatan

Sebelumnya, penulis telah membahas berkaitan dengan segudang kendala yang dihadapi oleh seorang dosen yang hendak mengajukan kepangkatan. Selanjutya, penulis akan membahas berkaitan penyebab dari kendala tersebut; mengapa segudang kendala tersebut bisa terjadi?

Penyebab Kendala Pertama, tidak memiliki publikasi ilmiah. Banyak kendala yang menjadi penyebab dosen tidak memiliki publikasi ilmiah. Beberapa penyebab kendala tersebut, misalnya dosen tidak pernah melakukan penelitian—baik yang didanai oleh kampus tempat dirinya mengajar ataupun melalui hibah bersaing.

Atau mungkin, penelitian dilakukan, tapi tidak dituliskan kembali menjadi artikel jurnal. Padahal, artikel jurnal berasal dari penelitian. Maka, bila hanya melakukan penelitian tapi tidak dituliskan ke dalam artikel jurnal, pasti tidak akan memiliki artikel jurnal.   

Atau bahkan, dosen hanya fokus mengaji—mengajar dan menguji, sehingga lupa meneliti. Maka, bila ada yang seperti ini, harus cepat-cepat insaf. Karena, kesibukan mengajar jangan dijadikan alasan untuk tidak meneliti. Menelitilah, lalu jadikan artikel jurnal ilmiah.

***

Penyebab Kendala Kedua, kekurangan kegiatan pengabdian dan penunjang. Beberapa penyebabnya, misalnya dosen enggan diundang ataupun tak pernah ada yang mengundang untuk suatu kegiatan sebagai narasumber.

Hal tersebut terjadi, bisa karena dosen tidak memiliki kompetensi lain yang bisa dibagikan di luar kampus, atau memang karena dirinya enggan untuk menjadi pembicara di luar kampus.

Maka dari itu, agar memiliki kegiatan pengabdian dan penunjang, dosen harus memiliki kompetensi lain dan mau diundang untuk mengisi kegiatan. Sehingga, penilaian dari sisi pengabdian dan penunjang bisa terisi.

Penyebab Kendala Ketiga, malas mengumpulkan berkas. Salah satu penyebab malas mengumpulkan berkas ialah, kenaikan pangkat tidak mampu menaikkan tingkat kesejahteraan dirinya. Atau mungkin, kampus tempatnya mengajar tidak memberikan apresiasi layak terhadap kepangkatan yang telah diraih oleh dosen bersangkutan—khususnya untuk Perguruan Tinggi Swasta.         

Baca Juga  Haruskah Menolak Pendirian Rumah Ibadah Agama Lain dengan Dalih Iman?

Mungkin saja, kampus tempat dirinya mengajar memberikan tunjangan, hanya saja tunjangan yang diberikan terlalu kecil, atau bahkan kampusnya tak memberikan tunjangan apapun.

Sehingga, membuat dirinya malas untuk mengajukan kepangkatan, walaupun unsur publikasi ilmiah dan pengabdian sudah mencukupi atau bahkan telah lebih dari cukup. 

Jalan Keluar dari Kendala Kepangkatan

Tentu saja, baik dosen ataupun Perguruan Tinggi tidak boleh saling mengkambing hitamkan dari keruhnya kendala pengajuan kepangkatan oleh dosen. Maka dari itu, harus dicari jalan tengah, agar masalah pengajuan kepangkatan di Perguruan Tinggi—khususnya Perguruan Tinggi Swasta, tidak mengalami kendala yang signifikan.

Menurut hemat penulis, bila Perguruan Tinggi ingin kepangkatan dosen meningkat signifikan, beri insentif yang menggiurkan—baik berbentuk insentif di awal menerima SK kepangkatan baru hingga berbentuk tunjangan bulanan dari kepangkatan.

Bila Perguruan Tinggi berani memberikan insentif yang menggiurkan—tentu harus disesuaikan dengan kondisi keuangan Perguruan Tinggi yang bersangkutan, yakin setiap dosen akan rajin mengajukan kepangkatan setiap dua tahun sekali. Karena, insentif itu ibarat bensin. Semakin baik insentif diberikan, akan semakin taat para dosen mengajukan kepangkatan.

Dalam artian, setiap dosen akan berlomba-lomba mengumpulkan persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengajukan kepangkatan. Mulai dari unsur-unsur pendidikan dan pengajaran, penelitian, pengabdian, hingga penunjang lainnya. Hal tersebut, tentu akan menguntungkan Perguruan Tinggi itu sendiri.     

Hamli Syaifullah
15 posts

About author
Dosen di Program Studi Perbankan Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Jakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds