Fikih

Ketentuan Pembagian Daging Qurban Sesuai Syariat

2 Mins read

Salah satu bentuk ibadah di hari raya Iduladha adalah mengorbankan harta untuk dibelanjakan dalam bentuk hewan qurban, lalu disembelih untuk kemudian dibagikan kepada umat muslim secara menyeluruh. Baik yang kaya sampai yang miskin semuanya kebagian hak mereka untuk mendapatkan daging hewan qurban. Namun, apakah kekayaan seseorang mempengaruhi perbedaan jatah banyak daging yang diperoleh masing-masing? Bagaimanakah ketentuan pembagian daging qurban sesuai syariat?

Di dalam kehidupan bermasyarakat, tentu ada orang-orang yang kaya, berkelebihan dalam segala kebutuhan. Orang sederhana yang memang tercukupi kebutuhan sehari-hari. Dan ada juga yang miskin atau fakir yang mana dalam mencari makan saja susah. Dan masih banyak lapisan masyarakat lainnya. Ternyata hal ini tidak membatasi bagian daging yang di dapat, semuanya mendapatkan hak sama rata. Karena pembagian daging qurban berbeda debgan pembagian zakat.

Ketentuan Pembagian Daging Qurban Sesuai Syariat

Berkaitan dengan ketentuan pembagian daging qurban sesuai syariat, daging hasil sembelihan hewan qurban pada dasarnya adalah untuk disedekahkan. Tetapi si pengkorban pun berhak mendapatkannya dan memakannya. Disunahkan agar orang yang berqurban memakan sebagian dari daging qurbannya, menghadiahkan sebagian yang lain lagi kepada para kerabat, dan menghadiahkan sebagian yang lain kepada para kerabat, dan menyedekahkan sebagian lain kepada orang-orang fakir.

Diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahih Muslim, Rasulullah saw. bersabda,

كُلُوا وَأَطْعِمُوْا وَدَّخِرُوا

“Makanlah, sedekahkanlah, dan simpanlah”

Para ulama mengatakan bahwa sebaiknya bahwa orang yang berqurban memakan sepertiga, menyedekahkan sepertiga, dan menyimpan sepertiga. Daging qurban boleh dipindahkan meski ke negri lain (Sayyid Sabiq, 2013).

Disebutkan juga dalam hadits dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asfahani. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Sepertiga untuk memberi makan keluarganya, sepertiga untuk para tetangga yang fakir miskin dan sepertiga untuk disedekahkan kepada yang meminta-minta”

Jika shahibul qurban tidak mengambil sepertiga jatahnya, maka boleh disedekahkan. Dan pembagian daging untuk warga sekitar atau kerabat boleh dengan berapapun beratnya yang terpenting adalah sama rata. Tidak berat sebelah atau membedakan pembagian qurban antara yang kaya dan yang miskin. Semua berhak mendapatkan daging qurban.

Baca Juga  Gus Ipul Ditetapkan sebagai Sekjend PBNU

Jika yang Dibagi adalah Daging Qurban, Bagian Lainnya Diapakan?

Berdasarkan ketentuan pembagian daging qurban sesuai syariat, daging qurban tidak boleh dijual. Begitu pula kulitnya. Kulit qurban hanya boleh disedekahkan oleh orang yang berqurban atau dijadikannya sesuatu yang bermanfaat. Dan tukang jagal atau panitia qurban tidak boleh diberi sebagian dari daging qurban sebagai imbalan, meskipun dia boleh diberi upah atas pekerjaannya (Sayyid Sabiq, 2013).

Sementara menurut Abu Hanifah, kulit qurban boleh dijual dan uangnya disedekahkan, atau ditukarkan dengan sesuatu yang bermanfaat.

Namun semua bagian qurban sebaiknya dibagikan, baik itu daging, jeroan, dan kulit. Penerima daging qurban boleh menjual bagiannya karena itu sudah haknya. Namun panitia qurban tidak boleh menjual kulit atau bagian-bagian lainnya.

Bolehkah Orang Kafir Mendapatkan Daging Hewan Qurban?

Dalam hal lain, muncul pertanyaan, bolehkah memberikan daging qurban kepada orang Kafir? Dalam hal ini ulama madzhab Malikiyah berpendapat makruhnya memberikan daging qurban kepada orang kafir. Imam Malik mengatakan: “(diberikan) kepada selain mereka (orang kafir) lebih aku sukai, sedangkan madzhab Syafi’iyah berpendapat haramnya memberikan daging qurban kepada orang kafir untuk qurban yang wajib (misalnya qurban nadzar) dan makruh untuk qurban yang sunnah (Baits, 2009).

Namun jika terjadi perdebatan dalam hal ini maka sebaiknya menghindarinya, dengan tidak perlu membagikan kepada orang orang kafir. Demikian ketentuan pembagian daging qurban sesuai syariat, bagaimana menurutmu?

Editor: Yeni Eka

Avatar
7 posts

About author
Mahasantri STIQSI | Sekolah Tinggi Ilmu Alquran dan Sains | Isy kariiman aw mut syahiidan ?
Articles
Related posts
Fikih

Mana yang Lebih Dulu: Puasa Syawal atau Qadha’ Puasa Ramadhan?

3 Mins read
Ramadhan telah usai, hari-hari lebaran juga telah kita lalui dengan bermaaf-maafan satu sama lain. Para pemudik juga sudah mulai berbondong meninggalkan kampung…
Fikih

Apakah Fakir Miskin Tetap Mengeluarkan Zakat Fitrah?

4 Mins read
Sudah mafhum, bahwa zakat fitrah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai puncak dari kewajiban puasa selama sebulan. Meskipun demikian, kaum muslim yang…
Fikih

Bolehkah Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim?

3 Mins read
Konflik antar umat beragama yang terus bergelora di Indonesia masih merupakan ancaman serius terhadap kerukunan bangsa. Tragedi semacam ini seringkali meninggalkan luka…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *