Feature

Ketika Capres AS Mengutip Hadis Nabi

4 Mins read

Hadis adalah salah satu sumber pengambilan hukum dalam Islam. Tidak asing lagi jika banyak umat Islam yang mengutip hadis Nabi dalam pembicaraannya. Namun, bagaimana jika yang mengutip hadis tersebut adalah seorang non muslim? Apalagi dia merupakan salah satu figur kesohor di negara yang Islam menjadi minoritas di sana. Nyatanya kisah ini benar-benar terjadi, salah satu Capres AS mengutip hadis nabi.

Pemberitaan Capres AS Joe Biden

Sebelumnya, ada beberapa berita yang muncul di linimasa media sosial dan media massa tentang calon presiden Amerika Serikat (AS) yang mengutip hadis Nabi dalam kampanye pemilu. Seseorang yang diusung oleh Partai Demokrat bernama Joe Biden diketahui mengutip salah satu sunnah qauliyah Nabi Muhammad tersebut dalam pidato kampanyenya.

Dilansir dari CNN Indonesia pada Rabu, 22/07/2020, bahwa dalam sebuah konferensi virtual yang digelar organisasi persatuan muslim terbesar di AS, Emgage Action. Biden mengajak para pemilih muslim di AS untuk mendukungnya supaya bisa melepaskan tekanan kepada kelompok pemeluk agama minoritas dari kezaliman pemerintahan presiden Donald Trump.

Ia juga mengkritik kebijakan pemerintahan Trump yang melarang penduduk dari tujuh negara mayoritas muslim pada 2017 berkunjung ke AS dengan dalih keamanan nasional. Biden berjanji akan memberikan perubahan agar pemerintah AS lebih ramah dengan umat muslim jika ia terpilih. Ia juga mengatakan bahwa selama masa pemerintahan Trump, sikap islamophobia semakin meningkat.

Mungkin berita ini menjadi kelihatan “wah” di mata sebagian orang muslim, bisa juga menjadi biasa saja pada sebagian lainnya, tergantung sikap masing-masing. Namun saya tidak akan membahas persoalan politik tersebut, apalagi peristiwa itu terjadi di negara lain. Kalaupun terjadi di negara sendiri, juga tidak akan saya bahas karena saya bukan seorang politikus ataupun pengamat politik.

Capres AS Mengutip Hadis Nabi

Hadis Nabi yang dikutip oleh Biden merupakan salah satu hadis yang sangat familiar di kalangan umat muslim, terutama para ulama dan ustaz. Hadis tersebut jika diterjemahkan berbunyi:

Baca Juga  Bukan 75, NKRI Sebenarnya Berumur 70 tahun

Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu, hendaklah dia merubah hal itu dengan lisannya. Apabila tidak mampu lagi, hendaknya dia ingkari dengan hatinya dan inilah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim no. 49).

Capres AS mengutip hadis nabi dengan tujuan ingin “mengubah kemungkaran” yang dilakukan oleh Trump sebagaimana yang telah disebutkan. Bagi kalangan muslim awam, mungkin akan mengira bahwa si Capres AS akan menerapkan ajaran Islam di negerinya, atau bahkan menandakan kebangkitan Islam di AS, atau beberapa argumen lainnya.

Namun, ternyata hal yang dilakukan oleh Biden tersebut pernah dan sering dilakukan oleh orang-orang di luar Islam sejak dahulu kala. Saya tidak menyalahkan Biden atas pernyataannya mengutip hadis Nabi tersebut.

Bukan suatu hal terlarang bagi orang non muslim jika mereka “mencuri” dan mempelajari ajaran-ajaran Islam. Akan tetapi hal tersebut justru menjadi bahan tafakkur dan muhasabah diri kita sendiri sejauh mana pemahaman, pengamalan, dan pengembangan nilai serta ajaran Islam itu sendiri.

Di Eropa, salah satu buku rujukan medis mereka adalah The Canon of Medicine, buah karya Avicenna yang notabene seorang ilmuwan muslim dengan nama asli Ibnu Sina dan judul kitab aslinya al-Qanun fi at-Thibb. Buku Colliget (al-Kulliyyah fi at-Thibb) buah karya Averroes (Ibnu Rusyd) juga menjadi rujukan dokter-dokter di sana.

Buku Algebra, terjemahan kitab Hisab al-Jabr wal Muqobala, karya Muhammad bin Musa yang familiar dengan gelar al-Khawarizmi atau Algoritm juga menjadi karya monumental dalam sejarah peradaban manusia.

Memang, secara nyata kitab-kitab tersebut merupakan buah pemikiran sang penulis. Dan bukan ajaran Islam secara eksplisit, namun terbukti secara implisit. Sebab mereka tentunya mengembangkan semua itu dari sumber ilmu utama Islam, yaitu al-Quran. Maka dapat disimpulkan bahwa karya-karya mereka merupakan implikasi dari nilai dan ajaran Islam.

Baca Juga  Perbincangan Seputar Penetapan Awal Ramadhan

Khazanah Keilmuan

Sungguh, jika dulu umat muslim menguasai khazanah keilmuan dunia sehingga manusia berbondong-bondong meng-copy karya-karyanya. Boleh jadi umat muslim pada masa itu merasa bangga dan patut bersyukur jika dapat menerangi kegelapan hidup manusia dengan nur (cahaya) Allah Ta’ala.

Mengapa disebut cahaya Allah? Sebab Allah lah yang Maha Mengetahui, Dialah yang Maha Memberi “cahaya” bagi manusia untuk membangun peradabannya. Sebagaimana dikutip dari salah satu bait sya’ir Imam as-Syafi’i:

“Dan dia (Waki’, gurunya) memberitahuku bahwa ilmu adalah cahaya # dan cahaya Allah tidak diberikan kepada seorang ahli maksiat”. (I’anatuth Tholibin, 2: 190)

Tak sedikit ilmuwan Barat yang memeluk Islam setelah membuktikan cahaya dari isyarat sains dalam al-Quran. Dr. Zakir Naik juga mengatakan bahwa kandungan al-Quran adalah signs (tanda-tanda) bagi seluk beluk alam semesta dan seisinya, terutama manusia. Dengannya, manusia dapat membangun sebuah peradaban yang menguasai dunia.

Mungkin saat ini kita bangga melihat fakta historis tersebut, akan tetapi seharusnya kita malu jika hari ini masih stagnan akan khazanah keilmuan dan menjadi budak bagi pemikiran Barat yang mayoritas merusak.

Mengapa Umat Islam Mundur?

Mungkin saja Biden, Capres AS, mengutip hadis nabi tersebut demi tujuan politisnya agar mendapatkan suara dan simpati dari komunitas muslim di AS. Sebab intrik-intrik politik selalu menyimpan hal-hal yang unpredictable, bahkan boleh jadi mengandung unsur kelicikan. Sekali lagi ini hanya dugaan sebagian orang, atau bahkan saya dan anda sendiri bisa saja berpikiran seperti itu.

Baiklah, mari renungkan sejenak bahwa selama ini kita beriman pada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Kita mukmin muslim yang telah mewarisi segenap ilmu dari para pendahulu. Decak kagum selalu mengiringi kisah-kisah peradaban Islam di masa dahulu. Tetapi, hari ini menjadi seolah-olah terpuruk dan mudah tergiring arus manusia yang ingin menghancurkan Islam.

Baca Juga  Doa Ketika Memakai Celana dan Artinya

Al-Amir Syakib Arsalan dalam bukunya Limadza Ta’akhkhara al-Muslimun wa Taqaddama Ghoiruhum (Mengapa Kaum Muslimin Mundur dan Umat Lain Maju?) mengatakan bahwa sebab terpenting yang menyebabkan kemunduran umat ini ialah kekurangan pengetahuan, sehingga bisa lebih mengkhawatirkan umat daripada kebodohan yang biasa.

Mengapa demikian? Karena orang yang bodoh jika diberikan penuntun yang memahaminya, dia akan patuh. Beda halnya dengan “orang yang berpengetahuan kurang”, dia tidak akan mengerti apapun. Begitu kata Arsalan.

Warisan ilmu pengetahuan Islam sangat melimpah. Mengapa kita tidak memanfaatkannya dan membangkitkannya kembali demi kemajuan umat Islam dan dunia?

Membangun Kembali Khazanah Islam

Sebagian Muslim ada yang lebih bangga tatkala bisa mengenal metode keilmuan non muslim dengan alasan kritis, modern, teliti, dan lain-lain. Padahal, semua metode tersebut ada dalam Islam, bahkan mereka “curi” dari Islam. Tetapi ketika memperkenalkan Islam sendiri seolah-olah merasa minder, kuno, fundamental, takut dibilang sok suci, akhi/ukhti, dan lain-lain.

Muslim memang tidak sempurna, akan tetapi agama Islam sangat sempurna. Maka dengan membangun kembali khazanah keilmuan Islam, berarti menyempurnakan kehidupan orang muslim itu untuk menata kehidupan dengan berpegang teguh pada suatu pedoman yang sangat sempurna bernama Islam.

Biden saja yang bukan muslim mau “menggunakan” salah satu ajaran Islam, masa kita sebagai orang muslim sendiri justru malu dan gengsi tatkala mempraktikan, mempublikasikan dan menata umat dengan ajaran yang haq. Kita tidak perlu merasa benar, akan tetapi Islam merupakan kebenaran dan kewajiban umat untuk menerapkannya dalam kehidupan. Allahul Musta’an, Wallahua’lam bi Showab.

Editor: Rifqy N.A./Nabhan

8 posts

About author
Alumni TMI PP. Darussalam Kersamanah, Mahasiswa
Articles
Related posts
Feature

Belajar dari Kosmopolitan Kesultanan Malaka Pertengahan Abad ke15

2 Mins read
Pada pertengahan abad ke-15, Selat Malaka muncul sebagai pusat perdagangan internasional. Malaka terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia, dengan luas wilayah 1.657…
Feature

Jembatan Perdamaian Muslim-Yahudi di Era Krisis Timur Tengah

7 Mins read
Dalam pandangan Islam sesungguhnya terdapat jembatan perdamaian, yakni melalui dialog antar pemeluk agama bukan hal baru dan asing. Dialog antar pemeluk agama…
Feature

Kritik Keras Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi atas Tarekat

3 Mins read
Pada akhir abad ke-19 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama Minangkabau dan pemimpin Muslim terpelajar, Imam Besar di Masjidil Haram, Mekah, meluncurkan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds