Izzah Darwazah merupakan seorang pemikir Islam modern yang bermazhab Sunni al-Asyari dan memiliki dua kecenderungan dalam menulis karyanya, yaitu tafsir dan sejarah. Ia dilahirkan pada sabtu 11 syawwal 1305 H/Juni 1888 di kota Neblus, Palestina. Setelah itu, ia berkewarganegaraan Suriah dan menetap di Damaskus sampai wafat pada tahun 1984.
Perjalanan pendidikannya dimulai ketika berumur lima tahun dan hanya sampai pada tingkat tsanawiyah. Dikarenakan terhalang oleh faktor ekonomi, Izzah Darwazah tidak bisa melanjutkan pendidikannya di sekolah formal. Meskipun demikian, hal tersebut tidak mengurangi tekadnya untuk terus mencari ilmu. Ia mempelajari buku-buku sastra, sejarah, serta karya-karya berbahasa Turki, Prancis, dan sebagainya.
Seorang pemikir dalam bidang studi al-Qur’an dan sejarah ini memiliki karya lebih dari 30 buku serta menerbitkan beberapa artikel. Perannya tidak hanya sebagai mufassir yang sejarawan, akan tetapi ia merupakan tokoh politik yang ikut serta dalam pergerakan Arab untuk melawan penjajah dan kaum zionis.
Izzah Darwazah mempunyai karya yang berasal dari berbagai bidang, namun keilmuannya cenderung pada sejarah dan tafsir. Izzah Darwazah dalam menelaah sejarah memiliki perbedaan dengan para ahli sejarah lain. Hal tersebut dikarenakan ia menempatkan al-Qur’an sebagai sumber primer, sedangkan sumber sejarah dijadikan sumber sekunder.
Darwazah menulis tafsir berdasarkan sejarah turunnya, dan mengkaji sejarah kenabian sesuai dengan al-Qur’an tartib nuzuli. Ia juga mengkritik secara terang-terangan terhadap para orientalis yang dinilai menyimpang dalam mempelajari makna Al-Qur’an.
Kritik Terhadap Ibnu Katsir tentang Asbabun Nuzul Surah Al-Maidah
Izzah Darwazah dalam kitab tafsirnya yang berjudul Tafsir al-Hadith Tartib al-Suwar Hasb al-Nuzul mengkritik terhadap asbabun nuzul surah Al-Maidah sebagaimana yang telah dijelaskan dalam tafsir Ibnu Katsir terkait asbabun nuzul surah Al-Maidah dalam beberapa riwayat, salah satu riwayatnya sebagai berikut:
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو النَّضر، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ شَيْبان، عَنْ لَيْث، عَنْ شَهر بْنِ حَوْشَب، عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ قَالَتْ: إِنِّي لَآخِذَةٌ بزِمَام العَضْباء ناقةِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم، إِذْ نَزَلَتْ عَلَيْهِ الْمَائِدَةُ كُلُّهَا، وَكَادَتْ مِنْ ثِقْلِهَا تَدُقّ عَضُد الناقةَ.
Artinya: Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Nadr, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah Syaiban, dari Lais, dari Syahr Ibnu Hausyab, dari Asma binti Yazid yang menceritakan, “Sesungguhnya aku benar-benar sedang memegang tali unta Adba’ (unta kendaraan Rasulullah Saw.) ketika diturunkan kepadanya surat Al-Maidah seluruhnya. Hampir saja paha unta itu patah karena beratnya wahyu (yang sedang turun kepada Nabi Saw.)
Izzah Darwazah sebagai seorang mufassir dan juga sejarawan merasa heran terhadap riwayat ini, yang menjelaskan bahwa seluruh kandungan ayat dalam surah Al-Maidah turun secara sekaligus. Jika dilihat dari segi topik dan kandungan surah Al-Ma’idah, terdapat pembahasan yang bermacam-macam dan mengindikasikan bahwa kandungan ayat didalamnya turun dalam jangka waktu yang berbeda-beda dan tidak turun secara sekaligus.
***
Seperti beberapa kandungan ayat dalam surah Al-Maidah ketika dilihat dari segi topiknya, mempunyai indikasi kuat bahwa ayat tersebut turun ketika kaum Yahudi masih menjadi kelompok yang kuat di Madinah pada waktu itu, yang mengindikasikan bahwa ayat tersebut kurang lebih diturunkan sebelum kejadian perang Ahzab atau yang dikenal dengan perang Khandaq yang terjadi pada bulan Syawal tahun 5 H(627 M), karena kaum yahudi yang tinggal di Madinah ketika terjadi perang Ahzab hanya tersisa Bani Quraizah yang kemudian mereka menghianati kaum muslimin dan bergabung dengan pasukan musuh yang terdiri dari kaum yahudi, orang-orang Quraisy dan suku Arab lainnya.
Beberapa ayat yang lain dalam surah Al-Ma’idah juga mengindikasikan dengan kuat terhadap turunnya beberapa ayat setelah Perjanjian Hudaibiah pada tahun 6 H (628 M), dan sebagian lagi turun sebelum terjadinya penaklukan kota Makkah (Fathu Makkah) yang terjadi pada tahun 8 H dan sebelum turunnya surah At-Taubah pada tahun 9 H yang mengandung perintah untuk memerangi orang musyrik dan mencegah mereka untuk mendekati Masjidil Haram karena diklaim sebagai orang yang najis.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa terjadi kontradiktif antara riwayat asbabun nuzul surah Al-Maidah yang menjelaskan bahwa surah tersebut turun sekaligus dengan topik pembahasan dan historis kandungan surah Al-Maidah yang terjadi pada jangka waktu yang berbeda-beda.
Sikap Izzah Darwazah sendiri tidak menghukumi terhadap riwayat hadis asbabun nuzul tersebut. Sebab ketika diteliti, riwayat hadis tersebut tidak tercatat dalam lima kitab induk hadis (Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah) yang menyebabkan kurang kuat untuk dijadikan sebagai landasan.
Editor: Soleh