Perspektif

KH Abdullah Hasyim (1): Alasan Masuk Muhammadiyah

3 Mins read

KH. Abdullah Hasyim dilahirkan pada 18 Februari 1943 di Kediri dan dibesarkan dalam keluarga yang sangat sederhana, dari pasangan Kisman dan Siti Aminah. Keduanya dikaruniai dua orang anak, yakni Satiah dan Abdullah Hasyim. Sebelum menikah dengan Kisman, Siti Aminah sudah pernah menikah dengan Nasuka dan mereka dikaruniai tiga orang anak sebelum Nasuka meninggal. Kemudian beliau menikah dengan Kisman, sehingga Abdullah Hasyim juga memiliki saudara seayah dan seibu.

Namun, di usianya yang masih satu tahun, beliau ditinggalkan oleh sang bapak, Kisman, karena bercerai dengan ibunya. Sebab, Kisman menginginkan transmigrasi ke Lampung untuk mencari nafkah, namun istrinya, Siti Aminah, menolak. Sehingga semenjak umur satu tahun, Abdullah Hasyim tidak pernah bertemu ayahnya hingga akhir hayatnya. Sebagai orang tua single parent, Siti Aminah harus membanting tulang untuk menghidupi semua anaknya, termasuk Abdullah Hasyim.

Riwayat Pendidikan KH. Abdullah Hasyim

Abdullah Hasyim merupakan salah satu anggota keluarga yang memiliki perhatian tinggi terhadap pendidikan. Sehingga ibunya yang memiliki pemikiran maju dan mengetahui kecerdasan Abdullah Hasyim menyekolahkannya di Sekolah Rakyat (Volkschool) tahun 1949. Beliau dididik mandiri berangkat ke Sekolah Rakyat di desa Krecek, Kec. Pare Kab. Kediri. Beliau hanya sekolah sampai kelas tiga.

Kemudian atas permintaan ibunya, Abdullah Hasyim didaftarkan ke Panti Asuhan Yatim PKU Muhammadiyah di desa yang sama. Dari panti inilah, beliau mulai mengenal Muhammadiyah dan Hizbul Wathan.

Terdapat salah satu kisah yang menarik ketika beliau tinggal di Panti Asuhan, yang mana setiap pagi anak-anak panti diwajibkan untuk jalan-jalan pagi. Setiap jalan pagi itulah, beliau menyempatkan diri untuk menegur sapa ibunya di depan rumah.

Namun di tahun 1954, belum selesai pendidikannya di PKU Muhammadiyah, beliau harus bertransmigrasi ke Lampung. Pengurus Panti Asuhan berpesan kepada ibunya untuk tetap memperhatikan pendidikan Abdullah Hasyim, karena beliau dikagumi atas kecerdasannya.

Baca Juga  Strategi Agar Sumber Daya Laut dan Ikan Berdaulat!

***

Akhirnya, Siti Aminah dan keluarganya harus “transmigrasi” ke Lampung, tepatnya di desa Taman Fajar, Kecamatan Purbalingga, Lampung Tengah. Di sana, beliau menyelesaikan studi pendidikan dasarnya hingga tahun 1957 di Sekolah Rakyat (Volkschool). Kemudian di tahun yang sama, yakni 1957, beliau melanjutkan studinya Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) atau SLTP selama 3 tahun di Tanjung Karang, Bandar Lampung.

Di tengah kondisi ekonomi yang minim dan kebutuhan keluarga yang lain, Abdullah Hasyim dapat menunjukkan prestasinya dan memperoleh predikat lulusan terbaik. Sehingga di tahun 1960, karena prestasinya di PGAN itulah, beliau dapat melanjutkan studi SLTA di Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) di Yogyakarta.

PHIN merupakan sekolah milik Departemen Agama yang dididikan oleh KH. Wahid Hasyim (ayah Gus Dur). Sekolah ini didirikan untuk memenuhi kebutuhan akan hakim-hakim agama, sebab pada saat itu, peradilan agama menjadi bagian dari Tata Hukum Nasional.

Wahid Hasyim kemudian menyiapkan panitera pengadilan agama dan hakim dengan membentuk PHIN. Semula sekolah ini bernama Sekolah Guru dan Hakim Islam (SGHI), kemudian diubah Sekolah Guru dan Hakim Agama (SGHA), sebelum akhirnya menjadi Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN).

Awal Mula Mengenal Muhammadiyah

Selama bersekolah di Pendidikan Hakim Islam Negeri di Yogyakarta sejak tahun 1960. Abdullah Hasyim mulai banyak mengetahui tentang Muhammadiyah. Beliau juga banyak mengenal tokoh Muhammadiyah pada saat itu. Hampir setiap hari, beliau bertemu dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah Pusat.

Para pengajarnya di PHIN juga banyak dari kalangan pengurus Muhammadiyah Pusat, seperti KH Bakir Sholeh (tokoh Muhammadiyah yang mengajar bahasa Arab kala itu, dan beliau dikenal sebagai kamus berjalan), KH. Ahmad Badawi (Ketua PP Muhammadiyah tahun 1962-1965), KH. Aslam, dan Raden Haji Haiban Hadjid (keduanya yang mengajar dan memberikan tuntunan masalah ketarjihan), M Dahlan Al-Mughoni (mubalig muda yang memantapkan ideologi Muhammadiyah).

Baca Juga  Teologi Al-Ashr: The Spirit of Sabar

Alasan Abdullah Hasyim Masuk Muhammadiyah

Para tokoh tersebut telah mengenalkan Abdullah Hasyim dengan Muhammadiyah, dan membuat beliau mengikuti kaderisasi kepemimpinan oleh Muhammadiyah, serta diajar oleh para tokoh tersebut. Dalam suatu kesempatan, Abdullah Hasyim mengungkapkan alasannya masuk Muhammadiyah, yakni sebagai berikut:

Pertama, Muhammadiyah merupakan persyarikatan yang menggunakan akal sehat. Bahwa sikap Muhammadiyah yang mana dalam memberikan keputusannya di setiap musyawarah, baik itu putusan, fatwa, maupun ijtihad Muhammadiyah, selalu masuk akal (rasional) dan tidak bertentangan dengan syariat agama Islam. Sedangkan Islam sendiri merupakan agama yang rasional (masuk akal).

Kedua, Muhammadiyah yang ber‘amar makruf nahi munkar. Abdullah Hasyim memandang bahwa aktualisasi yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan dalam membentuk Muhammadiyah dengan berlandaskan surah Al-Imran ayat 104, sangat sesuai dengan keadaan keagamaan pada saat itu, yang mana dipengaruhi oleh hal-hal yang berbau syirik, takhayul, bid’ah, dan khurafat.

Ketiga, Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan. Menurutnya, Muhammadiyah dalam gerakan tajdidnya sebagai organisasi sosial keagamaan, menunjukkan kiprahnya dengan mendirikan lembaga pendidikan dan kesehatan. Yang mana kedua lembaga itu sangat dibutuhkan masyarakat kala itu, apalagi di tengah masyarakat Indonesia yang masih dijajah dan baru merdeka.

Editor: Zahra/Nabhan

Badrul Ummah
2 posts

About author
Mahasiswa Hukum Keluarga Islam Universitas Muhammadiyah Malang
Articles
Related posts
Perspektif

Psikologi Sosial dalam Buku "Muslim Tanpa Masjid"

3 Mins read
Dalam buku Muslim Tanpa Masjid, Kuntowijoyo meramalkan pergeseran signifikan dalam cara pandang umat Islam terhadap agama dan keilmuan. Sekarang, ramalan tersebut semakin…
Perspektif

Paradoks Budaya Korupsi Masyarakat Religius

2 Mins read
Korupsi yang tumbuh di masyarakat yang dikenal religius memang menjadi paradoks. Di masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai agama, mestinya kejujuran, integritas, dan…
Perspektif

Mau Sampai Kapan IMM Tak Peduli dengan Komisariat?

2 Mins read
Barangkali unit terkecil IMM yang paling terengah-engah membopong organisasi adalah komisariat. Mereka tumbuh serupa pendaki yang memanjat gunung tanpa persiapan dan dukungan….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds