Setelah menyelesaikan sekolahnya di PHIN Yogyakarta pada tahun 1963, KH Abdullah Hasyim ditugaskan menjadi abdi negara (PNS) oleh pemerintah di Kantor Inpeksi Pendidikan Agama (Depag) Kota Jember, Jawa Timur. Kemudian tahun 1967, beliau mendapat amanah untuk melanjutkan studinya di IAIN Sunan Ampel di Malang (kala itu merupakan bangunan UNISMA) ke Jurusan Tarbiyah Fakultas Agama Islam. Itulah awal mula beliau masuk Malang. Beliau tinggal bersama keluarga di Jl. Gajayana Gang III Dinoyo Malang.
Namun, masuk tahun 1973, Program Tugas Belajar Ikatan Dinas dibubarkan, sehingga beliau tidak bisa kembali ke Depag Jember. Akhirnya beliau mengajukan diri menjadi guru PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri) Jalan Bandung, yang sekarang menjadi MAN 2 Kota Malang sejak tahun 1973-1997 (24 tahun mengajar).
Kiprah KH Abdullah Hasyim di Muhammadiyah Malang
Sebelum masuk ke Malang, beliau pernah menjabat sebagai Sekretaris PDM Jember pada tahun 1964-1967. Kemudian setelah beliau berpindah ke Malang pada tahun 1967, beliau mendapatkan amanah di wilayah Ranting untuk menjadi Ketua Ranting Muhammadiyah Dinoyo. Kemudian, beliau kembali diamanahi sebagai Ketua PDM Malang Raya (1978, Muktamar ke-40 di Surabaya). Lalu terpilih kembali menjadi Ketua PDM Kota dan Kabupaten Malang (1980-1985), di mana Malang Raya belum dipisah antara kota dan kabupatennya.
Tahun 1985-1990, beliau menjadi Wakil Ketua PDM Malang Raya. Kemudian pada tahun 1990-1995, beliau menjadi Ketua PDM Kota Malang setelah adanya pemisahan antara Kabupaten dan Kota. Karena beliau juga aktif dalam ketarjihan, beliau juga merupakan anggota Majelis Tarjih Pimpinan Wilayah Jawa Timur sejak tahun 2000-2005. Hingga beliau menjabat sebagai pembantu Rektor IV bidang Agama dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Malang, sekaligus rangkap menjadi PR III UMM bidang kemahasiswaan pada tahun 1988-2000.
Selain itu, karena kagum dengan kiprah Muhammadiyah dalam mendirikan amal usaha, Abdullah Hasyim semenjak tinggal di Malang, memulai dengan mendirikan SLTP Muhammadiyah 4, Jl. Gajayana Malang, pada tahun 1979. Ditambah serta pembinaan terhadap sekolah-sekolah Muhammadiyah di Kota dan Kabupaten, seperti SD Aisyiyah 1 Gajayana dan TK ABA 16 Gajayana yang didirikan oleh istri beliau, yakni Ibu Masruhatin, pada tahun 1968-1999. Sehingga semenjak tinggal di daerah Gajayana, Abdullah Hasyim dan istrinya, Masruhatin, mendirikan satu kompleks amal usaha dari SLTP Muhammadiyah 4, SD Aisyiyah 1, TK ABA 16, serta Masjid Al-Khairat.
Pendirian Padepokan Hizbul Wathan Muhammadiyah
Sejak kiprahnya dalam mendirikan amal usaha Muhammadiyah, Abdullah Hasyim yang memiliki idealisme tinggi dalam Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Sejak tahun 1997, Mbah Dollah (sebutan Abdullah Hasyim) mulai mengajukan pensiun dini sebab merasa tidak sejalan lagi dengan sistem di sekolah tempatnya mengajar, yakni di PGAN atau MAN 2 Malang.
Dalam masa pensiun dari PNS tersebut, karir Mbah Dollah semakin bersinar. Dari hasil uang pensiun tersebut, beliau mulai mendirikan Padepokan Hizbul Wathan. Padepokan yang didirikan tersebut merupakan cerminan kecintaan beliau terhadap gerakan kepanduan Muhammadiyah, yakni Hizbul Wathan. Padepokan yang menempati tanah seluas 1000 meter itu didirikan untuk membina para kader Muhammadiyah dari semua kalangan. Baik itu HW, IMM, IPM, NA, Pemuda Muhammadiyah, maupun kader Aisyiyah dan Muhammadiyah.
Sejak tahun 1999, Abdullah Hasyim mulai berpindah dari Gajayana ke Dau, tepatnya di Jl. Mulyodadi no. 112 A, Dau, Malang. Sedangkan Padepokan Hizbul Wathan terletak di Jl. Trsn Margojoyo, atau di belakang rumah Abdullah Hasyim sendiri.
Berdirinya Padepokan merupakan aktualisasi Mbah Dollah dalam dakwah beliau dengan mengajar ngaji tentang ideologi, Islam dan kemuhammadiyahan, serta materi lainnya yang beragam, seperti Tafsir Tematik, HPT (Himpunan Putusan Tarjih), bagaimana menyikapi fenomena Ideologi Negara, hingga munculnya Matan Keyakinan dan Cita-Cita Muhammadiyah. Biasanya, kegiatan mengaji ini dilaksanakan setiap Jum’at dan Senin malam.
Selain menyimpan beberapa tulisan beliau yang masih menggunakan mesin ketik, beliau juga merekam beberapa kajian beliau melalui rekaman yang disimpan dalam kaset. Hingga akhirnya Universitas Muhammadiyah Malang bekerja sama dengan Abdullah Hasyim untuk membentuk program perkaderan tarjih seperti yang didirikan di Yogyakarta, atau biasa dikenal sebagai PUTM (Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah), yang sudah ada sejak tahun 1968.
Program tersebut diberi nama PPUT (Program Perkaderan Ulama Tarjih), yang mana para santri yang pertama kali masuk ada 13 mahasiswa pada tahun 2003. Mereka merupakan santri pertama yang ada di PPUT. Program ini merupakan Program Beasiswa UMM yang diberikan kepada para santri yang diterima dalam PPUT, di mana mereka diwajibkan masuk Fakultas Agama Islam dan diperbolehkan memilih jurusan yang ada di FAI. Sebagian dari mahasiswa angkatan pertama mengambil jurusan Tarbiyah dan Ahwal Syakhsiyyah.
Adapun penerimaan PPUT dilakukan setiap tahun ganjil dari mulai tahun 2003, 2005, 2007, dan tahun-tahun berikutnya. Namun, semenjak tahun 2015, pembinaan dan pengasuhan mahasiswa PPUT sudah dipegang langsung oleh pihak Fakultas, karena pada pada pertengahan 2014, KH Abdullah Hasyim dipanggil ke rahmatullah. Sejak saat itu, Padepokan Hizbul Wathan tidak lagi membina mahasiswa program perkaderan ulama tarjih. Namun, Padepokan Hizbul Wathan tetap melakukan perkaderan Muhammadiyah dengan menyebutnya sebagai Rumah Kader Padepokan HW.
Rumah Kader Padepokan HW merupakan simbol gerakan kultural penggerak dakwah Muhammadiyah yang menjadi pusat pendidikan dan latihan serta diskusi lintas kader Muhammadiyah, menggarap dan meretas pengkaderan yang tidak dikerjakan dan terjangkau Muhammadiyah.
Awal tahun 2003, kegiatan dimulai dengan pengkajian tafsir untuk kalangan pemuda Muhammadiyah. Kemudian jumlah para jama’ah terus bertambah, hingga dibangunlah Masjid Padepokan HW, yang ditujukan untuk ibadah dan menampung pengajian lebih banyak kader yang ingin belajar.
Dalam pendidikan di Padepokan HW, semua diarahkan untuk menata cara pandang dan konsep diri, juga cara berpikir dan batin yang mengarah pada perilaku seseorang. Di sisi lain, diajarkan pula tentang fikih Islam. Kemudian dikenalkan Muhammadiyah dan diajak berorganisasi, yang mana dengan mencontoh KH. Ahmad Dahlan, pendekatan tersebut sangat efektif dalam membuat “mereka merasa senang serta muncul rasa ingin memiliki”. Retasan dakwah yang dilakukan Padepokan HW adalah untuk menemukan komunitas baru yang mampu diajak bekerja sama dan berorganisasi.
Bahkan, Padepokan HW juga mendekati lingkungan masyarakat yang masih melakukan kebiasaan yang kurang baik. Mereka melakukan pendekatan dengan silaturahim dan komunikasi, serta mendatangi beberapa komunitas muda tersebut yang kemudian diajak berbicara dan disentuh sisi hati nuraninya. Dari situlah, dakwah sebenarnya dimulai.
Harapan Abdullah Hasyim dalam mendirikan Padepokan HW adalah semoga Rumah Kader ini dapat menggawangi alur berpikir yang belum terwadahi di dakwah struktural Muhammadiyah, serta agar dapat menginspirasi warga Muhammadiyah untuk menggagas dakwah di tengah masyarakat yang kompleks.
Editor: Zahra/Nabhan