Inspiring

KH Ibrahim: Pengayom Kaum Muda

3 Mins read

Oleh: Djarnawi Hadikusuma

Sebelum KH Ahmad Dahlan wafat dan masih dalam keadaan sakit, dia berpesan agar supaya pemimpin Muhammadiyah nantinya dipimpin oleh Kiai Haji Ibrahim. Seorang ulama besar yang selama itu tetap membantunya. Mula-mula Kiai Ibrahim merasa enggan karena tidak sanggup memikul tugas yang berat itu. Apalagi merasa tidak mempunyai pengetahuan tentang organisasi. Namun, atas desakan sahabat-sahabatnya dan setelah beberapa kali melakukan shalat istikharah, dia pun bersedia menerima dan memimpin semua rapat Pengurus Besar Muhammadiyah. Setelah wafat KH Ahmad Dahlan, dia langsung memegang pimpinan. Pada tahun 1923 itu juga, Algemeene Jaar Vergadering atau Persidangan Tahunan, menurut istilah waktu itu, diselenggarakan. Dalam Persidangan itulah kedudukan KH Ibrahim selaku ketua dikukuhkan.

KH Ibrahim

KH Ibrahim badannya tinggi besar, perawakannya gagah. Kulitnya kehitam-hitaman dan hidungnya mancung. Tiada berkumis dan tidak berjanggut. Dagunya elok dan runcing menandakan cerdas serta mendalam ilmunya. Memang dia seorang ulama yang tinggi ilmunya.

Berlainan dengan KH Ahmad Dahlan yang selalu keluar rumah dengan pakaian sarung palikat dan jas tutup berwarna putih, KH Ibrahim sering mengenakan jubah panjang dan serban terlilit rapih membulat di kepalanya. Kelihatan anggun dan mirip orang Arab. Gayanya berjalan seperti KH Syuja.’ Kepala tegak dan pandangan mata tertuju lurus jauh ke depan. Langkahnya lambat tetapi panjang dan pasti, tak ubahnya seperti jalannya seorang raja atau pembesar.

Dia seorang yang hafal al-Qur’an dan ahli qira’ah yang baik. Lagi pula amat mahir berbahasa Arab. Pada Kongres Muhammadiyah ke-19 di Bukittinggi tahun 1930, dia berpidato untuk pembukaan kongres. Pada masa itu pidato semacam itu dinamakan Khutbatul ‘Arsy atau “Pidato Kerajaan” atau dalam bahasa Belanda yang populer pada waktu itu Troonrede, sekarang ini diistilahkan “Pidato Kenegaraan.” Oleh karena Muhammadiyah bukan suatu pemerintahan, maka beberapa tahun sesudah itu istilah Khutbatul ‘Arsy diganti dengan Khutbah Iftitah. Dalam Khutbatul ‘Arsy tersebut KH Ibrahim menggunakan bahasa Arab yang amat lancar serta ayat-ayat al-Qur’an berhamburan dari sela bibirnya dengan sangat fasih. Orang tercengang dan takjub karena mendengar seorang Jawa amat fasih lidahnya! Para ulama dari Sumatera dan Ninik-Mamak amat memuji kefasihan dan kealimannya.

Baca Juga  Muhammadiyah: Tajdid Irfani Sebagai Alternatif

Pada waktu KH Ahmad Dahlan mula-mula mendirikan Muhammadiyah, susunan Pengurus Besar Muhammadiyah sembilan orang terdiri dari orang tua-tua yang pada umumnya menjabat abdi dalem kasultanan. Angkatan muda belum diikutsertakan, karena mereka masih dalam pembinaan. Secara bertahap, mereka diberi tugas-tugas sebagai muballigh dan pengurus bagian. Dengan demikian, angkatan muda itu semakin matang serta cintanya kepada Muhammadiyah semakin subur. Modal pertama mereka adalah berani, mau berjuang, dan yakin akan kebenaran.

Didukung Kaum Muda

Persidangan Tahunan pada akhir Maret 1923 yang mengukuhkan kedudukan KH Ibrahim tersebut, telah berhasil pula menyusun Pengurus Besar di mana angkatan muda mengambil peranan penting. Di antara mereka adalah Haji Fachrodin menjadi Wakil Ketua I dan Haji Mochtar Wakil Ketua II, M Basiran, Haji Hadikusuma, Haji Hadjid, Haji Syuja’, dan Haji Abdul Hamid sebagai Pembantu yang pada masa itu diistilahkan ”Juru Periksa” (Commissaris). Sedang golongan terpelajar diwakili oleh Ngabehi Joyosugito dan Mohammad Husni, masing-masing Sekretaris I dan II.

Sudah tentu susunan dapat berjalan lebih lancar, hingga perkembangan Muhammadiyah semakin pesat dan meluas. Pengurus Besar tersebut merangkap menjadi Pengurus Wilayah Ibu Tempat (Yogyakarta). Maksud perangkapan itu ialah supaya Yogyakarta sebagai tempat kedudukan Pengurus Besar dapat lebih maju dan menjadi percontohan bagi wilayah lain.

KH Ahmad Dahlan sangat ketat membimbing serta mengawasi angkatan muda yang dibinanya, sedang KH Ibrahim lebih banyak memberikan kebebasan dan keleluasaan gerak. Dia berpendapat bahwa mereka sudah cukup dewasa dan matang setelah dibina oleh KH Ahmad Dahlan selama sepuluh tahun. Kini, mereka sudah harus dilepaskan dan diberi kesempatan untuk mengambil inisiatif.

Dengan demikian, Pengurus Besar di bawah pimpinan KH Ibrahim lebih tampak keserasian dan aktivitasnya. Pimpinan yang kompak dan dinamis harus memiliki tenaga motornya. Ini terdapat dalam diri Fachrodin selaku wakil ketua dan pada diri Haji Hadjid, dan Haji Syuja’ sebagai anggota.

Baca Juga  Kasus Gontor: Seharusnya Tak Akan Terjadi di Instansi Muhammadiyah

Pemimpin harus memiliki ide-ide dan inspirasi. Ini terdapat pada pribadi Wakil Ketua II Haji Mochtar serta Haji Abdul Hamid. Pemimpin harus punyai tekad yang pantang mundur. Ini ada pada rata-rata mereka, terutama pada diri Haji Hadikusumo, Haji Syuja’, dan Haji Hadjid. Pemimpin juga harus memiliki tenaga yang teliti serta cermat. Ini terdapat pada diri kedua Sekretaris, yakni Ngabehi Joyosugito dan Mohammad Husni. Pemimpin harus pula ada tenaga ahli mencari dana serta mengelolanya, dan ini adalah keterampilan dari M Abdullah dan M. Basiran. Di atas itu semua harus ada sesepuh yang tenang dan disegani, KH Ibrahim adalah orangnya.

Sumber: Buku Matahari-matahari Muhammadiyah karya Djarnawi Hadikusuma. Pemuatan kembali di www.ibtimes.id lewat penyuntingan

Editor: Arif

Avatar
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *