Inspiring

KH Zainal Musthafa: Simbol Perjuangan di Tanah Sunda

3 Mins read

Dalam sejarah Indonesia, ada seorang tokoh agama yang menjadi simbol perlawanan di tanah sunda terhadap para penjajah. Beliau dan para santrinya merupakan paruh lembing pergerakan nasional di lingkungan pesantren di Jawa Barat. Beliau adalah KH Zainal Musthafa, pendiri pondok pesantren Sukamanah yang terletak di Kabupaten Tasikmalaya.

KH Zainal Musthafa

Zainal Musthafa dilahirkan pada tahun 1901 M di salah satu desa di Singaparna. Ketika masa kecilnya beliau lebih dikenal dengan panggilan Umri atau Hudaemi. Setelah lulus dari Sekolah Rakyat, beliau menuntut ilmu agama di pesantren-pesantren. Tercatat pesantren yang pernah disinggahi beliau diantaranya : Pesantren Gunung Pari, Cilenga Leuwisari, Sukaraja Garut, Sukamiskin Bandung dan Jamanis Rajapolah.

Ketika beliau mengaji di pesantren Gunung Pari, beliau dibimbing oleh kakak misannya yang bernama Dimyati atau lebih dikenal dengan nama KH. Zainal Muhsin. Banyak sekali kisah beliau yang mengagumkan ketika mengajji disana. Salah satunya adalah beliau berhasil menghafal matan kitab al-Ajrumiyyah, kitab di bidang ilmu nahwu tersebut berhasil dihafal oleh beliau dalam sekali perjalanan menuju pesantren Gunung Pari.

Pada saat usia 26 tahun tepatnya pada tahun 1927, KH Zainal Musthafa mendapat pemberian tanah wakaf di kampung Cikembang dari seorang janda dermawan bernama Hj. Juariyah. Wakaf tersebut kemudian dijadikan sebuah pesantren, yang kemudian disebut dengan nama Pesantren Sukamanah. Dan satu tahun setelahnya beliau juga dapat menunaikan ibadah haji pada tahun 1928 yang juga dibiayai oleh Hj. Juariyah.

Beliau dikenal sebagai sosok ulama yang memiliki sifat taat, tabah, qona’ah, syaja’ah, dan menjunjung tinggi nilai kejujuran, kebenaran, dan keadilan. Sehingga hal ini menjadikan beliau sebagai teladan umat sekaligus pemimpinya. Beliau dengan penuh kharismatiknya membuat beliau bergabung dalam Jam’iyyah Nahdlatut Ulama (NU) pada tahun 1933. Dan beliau tercatat sebagai Wakil Rois Syuriyah di kabupaten Tasikmalaya.

Baca Juga  Ali bin Abi Thalib: Ilmu Lebih Utama dari Harta

Penjara dan Perjuangan

Para penjajah menilai KH. Zainal Musthafa adalah sebuah ancaman yang akan memberi perlawanan atau malah menghancurkan imperialisme-nya. Oleh karenanya, KH Zainal Musthafa sempat dipenjarakan bersama KH. Ruhiyat (Pimpinan Pesantren Cipasung) oleh tentara Belanda pada tanggal 17 November 1941 M/ 27 Syawal 1362 H atas tuduhan menghasut rakyat.

Sehari kemudian beliau dipindahkan ke penjara Sukamiskin Bandung dan dibebaskan pada tanggal 10 Januari 1942. Pada akhir bulan Februari 1942 beliau kembali dipenjarakan di penjara Ciamis. Namun setelah penyerbuan Jepang di tanah Jawa, dan menaklukan pemerintahan Belanda, beliau dibebaskan kembali pada tanggal 31 Maret 1942 oleh seorang kolonel Jepang.

Walaupun penjajah Jepang menjanjikan kemerdekaan, tidak sedikitpun perasaan beliau berubah untuk melakukan revolusi besar-besaran. Tindakan-tindakan yang tidak manusiawi membuat beliau merasakan adanya panggilan suci untuk jihad di jalan Allah. Pada akhir tahun 1943, KH. Zainal Musthafa telah menyempurnakan pasukannya yang diberi nama “Batalion Sukarela”.

Pemerintahan Jepang tidak diam mengatasi pergerakan dari KH. Zainal Musthafa. Pada tanggal 24 Februari 1944, Polisi Jepang beserta Camat Singaparna datang ke pesantren Sukamanah dengan bersenjata lengkap. Setelah para polisi berada di depan masjid, para pasukan pun langsung memperkenankan mereka masuk ke rumah KH. Zainal Musthafa. Akan tetapi beliau menolak kedatangan tersebut, karena mengetahui maksud dibaliknya.

Setelah KH. Zainal Musthafa menolak untuk menyerahkan diri dan kemudian beliau dengan tegas menyatakan jika harus ditangkap, disiksa, dan dibunuh, beliau lebih memilih hal itu dilakukan di tanah Sukamanah, tempat beliau dan para santrinya mengabdi kepada Allah. Para polisi pun tersentak kagum kepada sosok beliau yang penuh kharisma, kemudian mereka menjadi tawanan pihak Sukamanah dan diperbolehkan pulang ke esokkan harinya.

Baca Juga  Buya Yunahar: Surau, Minang, dan Muhammadiyah

Akhir Hayat

Pada tanggal 25 Februari 1944, setelah para pasukan Sukamanah telah selesai melaksanakan shalat Jumat, empat orang kenpetai (polisi militer) sudah menunggu di luar masjid. Salah seorang dari mereka kemudian menyatakan ultimatum kepada pasukan Sukamanah. Namun ultimatum tersebut dibalas dengan pekikan takbir dan serangan. Tiga orang kenpetai pun berhasil dibunuh di tempat, sedangkan satu orang lagi berhasil lolos.

Pada tanggal yang sama di sore harinya, terdengar deru kendaraan-kendaraan yang mulai berdatangan. Sebelumnya KH. Zainal Musthafa telah mengisyaratkan kepada para pasukan bahwasanya pasukan Jepang telah berada di Singaparna. Oleh karena itu, setelah keluar dari masjid dan saling mengucapkan “selamat bertempur”, para pasukan kembali ke posnya masing-masing untuk melaksanakan jihad.

Pihak musuh membuka salvo (tembakan) dan menghujani barisan santri yang hanya bersenjatakan bambu runcing. Namun setelah musuh mendekat, barulah bambu runcing, pedang bambu, dan golok menjawab serangan mereka. Namun, kekuatan persenjataan pihak musuh yang canggih berhasil lolos dan memporak-porandakan pertahanan pasukan Sukamanah dan berhasil menangkap KH. Zainal Musthafa.

Peristiwa pertempuran Sukamanah terjadi pada hari Jumat tanggal 25 Februari 1944 yang kemudian disebut sebagai suatu “Introduce to the Indonesian Revolution”. Para syuhada yang gugur sebanyak 86 orang dan dikebumikan dalam satu lubang. KH. Zainal Musthafa ditahan di penjara Tasikmalaya, kemudian dipindahkan ke Bandung dengan cara digusur, dan selanjutnya dipindahkan lagi ke penjara Cipinang, setelah itu tidak diketahui lagi dimana beliau berada.

Akan tetapi, berkat usaha dari Kol. Drs. Nugraha Natosusanto, Kepala Pusat Sejarah ABRI, pada tanggal 23 Maret 1970 telah ditemukan data bahwa KH. Zainal Musthafa menjalani hukuman mati pada tanggal 25 Oktober 1944 dan dimakamkan di Taman Pahlawan Belanda yang terletak di Ancol Jakarta.

Baca Juga  Sukiman Wirjosandjojo (2): Karir Politik dan Kabinet Sukiman

***

Zainal Musthafa adalah sosok pergerakan dalam memajukan ilmu pengetahuan agama di Indonesia. Beliau juga sosok yang sangat tegas dalam menjaga kehormatan agama dan mengangkat harkat martabat bangsa. Beliau dianugerahi gelar “Pahlawan Nasional” pada 20 November 1972. Sosok yang sangat inspiratif bagi para pemuda Indonesia untuk terus menjaga kehormatan agama dan mengangkat derajat bangsa ini, yakni Bangsa Indonesia.

Editor: Nabhan

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswa Tafsir di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Pegiat media Islam Rahmah.
Articles
Related posts
Inspiring

Imam Al-Laits bin Saad, Ulama Besar Mesir Pencetus Mazhab Laitsy

3 Mins read
Di zaman sekarang, umat Islam Sunni mengenal bahwa ada 4 mazhab besar fiqh, yang dinisbahkan kepada 4 imam besar. Tetapi dalam sejarahnya,…
Inspiring

Ibnu Tumart, Sang Pendiri Al-Muwahhidun

4 Mins read
Wilayah Maghreb merupakan salah satu bagian Dar al-Islam (Dunia Islam) sejak era Kekhalifahan Umayyah. Kebanyakan orang mengenal nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu…
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds