Falsafah

Khaled M. Abou Fadl: Makna Islam Moderat dan Puritan

3 Mins read

Moderat dan puritan merupakan suatu istilah yang menggambarkan aliran-aliran dalam Islam. Secara umum istilah puritan dipahami sebagai aliran Islam garis keras yang memandang pluralisme sebagai ancaman dalam Islam.

Sedangkan moderat secara umum dipahami sebagai aliran islam yang lebih terbuka. Lantas mengapa menggunakan istilah puritan? Mengapa tidak menggunakan istilah fundalisme? dan mengapa tidak menggunakan istilah modernisme untuk menggantikan istilah moderat?

Dalam tulisan ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, akan tetapi sebelum membahas yang lebih mendalam ada baiknya jika mengetahui biografi Khaled M. Abou Fadl sebagai pencetus istilah moderat dan puritan.

Biografi

Khaled M. Abou Fadl lahir di Kuwait pada tahun 1963. Masa kecil hingga dewasa beliau dihabiskan di Kuwait dan Mesir. Abou Fadl dikenal sebagai tokoh islam yang aktif menyuarakkan Islam moderat dan sangat menentang paham-paham islam puritan.

Guru pertama Abou Fadl tidak lain adalah ayahnya sendiri yang merupakan seorang ahli hukum Islam, sedangkan ibunya yang bernama Afaf Nimr, setiap pagi membangunkannya dengan melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an (Wahyudi, 2011).

Abou Fadl merupakan pribadi yang sangat cerdas, hal ini dapat dibuktikan ketika beliau mampu menghafal Al-Qur’an pada usia 12-an. Bukan hanya itu, beliau juga mampu memahami secara mendalam pemikiran Islam dari berbagai teks-teks Islam Klasik (Wahyudi, 2011). Pada awalnya Abou Fadl yang saat itu masih tumbuh untuk menemukan identitas diri menganut faham fundalisme yang sangat setia, beliau sangat menentang pada pemikiran inkar al-sunnah, kondisi tersebut dilatarbelakangi oleh formasi sosial.

Di sisi yang lain, Abou Fadl dibesarkan dengan suasana sosial yang tidak menentu, baik karena pergolakan politik-perang, teror dan ancaman yang mewarnai hari-harinya di masa anak-anak hingga remaja. (Fadl, 2003) huru hara sosial-politik tersebut membuat Abou Fadl gelisah melihat masa depan, sehingga belau akhirnya bergabung dengan kelompok Wahabi, yang dianggapnya memberikan solusi. Seperti paham-paham sebelumnya Abou Fadl sangat tekun dan taat pada teologi Wahabi sehingga membuatnya sebagai seorang yang kaku, bahkan pernah merusak kaset musik milik kakak perempuannya, (Fadl K. A., 2002) dan pernah menganggap kedua orang tuanya telah keluar dari Islam (kafir), karena aktivitas kehidupan mereka tidak sesuai dengan apa yang ia pahami bersama kaum Wahabi yang lain. (Fadl K. A., 2002)

Baca Juga  Kenapa Manusia Penuh Masalah?

Ia merupakan pribadi yang sangat cinta demokrasi, hal ini dilatarbelakangi ketika beliau belajar di sekolah menengah dan keputusannya untuk menjadi sarjana hukum Islam ditentang oleh ayahnya. Ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa kepergiannya ke Amerika membuatnya menjadi seorang pro-demokrasi. (Fadl K. M., 1998)

Pemaknaan Teoritis Islam Moderat dan Puritan

Karakteristik pemikiran Islam modern antara satu dengan yang lain berbeda dalam segi istilah dipandang dari diskursus teoritis. Akan tetapi secara gejala umum dapat dikelompokkan dalam dua karakteristik pemikiran Islam yaitu Islam moderat dan puritan.

Bagi Abou Fadl istilah moderat tidak bisa digantikan oleh istilah modernisme, progresif maupun reformis. Begitu juga sebaliknya istilah puritan tidak bisa digantikan oleh istilah fundamentalis, militan, ekstremis, radikal, fanatik, ataupun islamis.

Mengapa Harus Menggunakan Istilah Moderat?

Menurut Abou Fadl istilah modernisme masih meninggalkan celah bias. Istilah modernisme dari sudut pandang Abou Fadl menggambarkan satu kelompok yang berusaha mengatasi tantangan modernitas, sementara untuk persoalan yang lain bersikap reaksioner.

Sedang istilah progresif dan reformis dilihat dari perspektif liberalis justru mengimplementasikan kediktatoran, sebagaimana figur Joseph Stalin maupun Gamal Abdel Nasser disebut reformis yang selalu berpikir maju.

Padahal nilai-nilai liberal tidak selalu dicapai dengan bergerak ke depan, terkadang nilai-nilai itu dapat diraih dengan kembali ke tradisi. Sebagai contoh, aspek-aspek-aspek tertentu dalam tradisi Islam jauh lebih berorientasi liberal dibanding ide-ide modern yang diserap umat Islam.

Alasan lain, mungkin minoritas kaum Muslim termasuk reformis dan progresif, tetapi dalam konteks teologis dan hukum Islam, mayoritas kaum Muslimin adalah moderat (El-Fadl, 2006).

Lalu mengapa Abou Fadl menawarkan istilah moderat? Menurutnya, istilah moderat menemukan akarnya lewat preseden Al-Qur’an yang selalu memerintahkan umat Islam untuk menjadi orang yang moderat, dan preseden al-Sunnah yang menggambarkan sosok nabi yang menunjukkan tipikal orang moderat, tatkala dihadapkan pada dua pilihan ekstrem, maka Nabi selalu memilih jalan tengah (El-Fadl, 2006).

Baca Juga  Dari Keraguan Mencapai Kepastian: Metode Filsafat Rene Descartes

Mengapa Harus Menggunakan Istilah Puritan?

Abou Fadl menggunakan puritan dengan maksud yang sama dengan istilah fundamentalis, militan, radikal, fanatik, jihad dan juga ekstrimis. Hanya saja, Abou El Fadl lebih suka menggunakan istilah puritan, karena menurutnnya, kelompok ini mengandung ciri cenderung tidak toleran, bercorak reduksionisme fanatik, literalisme, dan memandang realitas pluralis sebagai bentuk kontaminasi atas kebenaran sejati (El-Fadl, 2006).

Penggunaan istilah fundalisme menurut Azyumardi Azra jelas akan menuai kontroversi yang mana istilah fundalisme juga terdapat pada agama Kristen (Azra, 1993) Ini ada kesan bahwa hanya fundamentalis Islam yang berlandaskan pada pokok dan dasar Islam, yakni Al-Qur’an dan Hadis.

Padahal menurut Abou Fadl, setiap Muslim dalam kadar tertentu adalah orang yang meyakini nilai-nilai fundamental. Dengan kata lain, komunitas moderat juga mendeskripsikan diri mereka sebagai usuli yang tentunya dengan perspektif yang berbeda dengan kelompok puritan.

Editor: Yahya FR

Ahmad Sholakhudin
2 posts

About author
Mahasiswa Uin Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds