Report

Kiai Cepu: Koruptor itu Musyrik dan Mustahil Masuk Surga

2 Mins read

IBTimes.ID – Kusen atau yang biasa dipanggil dengan Kiai Cepu menyebut bahwa koruptor adalah musyrik dan tidak akan masuk surga. Hal ini ia sampaikan dalam Pengajian Umum PP Muhammadiyah, Jumat (12/8/2022).

Menurutnya, koruptor adalah penjajah Indonesia. Selama Indonesia masih dikangkangi oleh koruptor, mustahil Indonesia bisa mencapai kemerdekaan.

Sebelumnya, ia membagi jenis kemerdekaan menjadi dua. Pertama, merdeka dalam arti bebas dari penjajahan. Dalam konteks ini, Indonesia sudah merdeka. Kedua, merdeka dalam arti tercapainya tujuan bernegara. Yaitu Indonesia berkemajuan, baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur. Indonesia mustahil bisa mencapai kemerdekaan jenis kedua ini jika masih terdapat koruptor.

“Jadi kalau ditanya Indonesia ini sudah merdeka atau belum, jawabannya ada dua. Yaitu sudah dan belum. Belum karena kita masih dikangkangi koruptor,” ujar Kiai Cepu.

Dosen filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut menyebut bahwa manusia adalah pribadi yang merdeka. Hal ini berdasarkan pada surat Ar-Rum ayat 30. Di ayat tersebut Allah berfirman:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Kiai Cepu memberi contoh setiap benda yang dilempar ke atas pasti akan jatuh. Hal itu disebabkan karena benda-benda tersebut telah Islam. Dalam surat Ali Imran ayat 83 Allah berfirman:

أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ

Artinya: “Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.”

Baca Juga  Maarif Institute dan P3M Promosikan Toleransi dan Cegah Ekstremisme

“Bumi langit ini telah Islam. Mau suka atau tidak. Ayam tidak memiliki pilihan untuk mengeluarkan suara lain. Kambing juga hanya bisa mengembek. Tidak punya pilihan. Termasuk matahari. Ia hanya bisa terbit dari timur. Tidak bisa sebaliknya. Seluruh makhluk itu tunduk dan patuh. Tidak punya pilihan. Kecuali manusia,” ujarnya.

Rumi, sebagaimana dikutip oleh Kiai Cepu, berpendapat bahwa satu-satunya makhluk yang dimintai tanggung jawab hanya manusia. Tidak dengan hewan dan tumbuhan. Karena mereka tidak punya kedaulatan.

Kiai Cepu menyebut bahwa ciri-ciri merdeka ada dua. Pertama, tidak disebut merdeka jika sudah ditentukan atau tidak memiliki kedaulatan. Kucing dari dulu mengeong. Itu sudah ketetapan dan paksaan. Aslama man fis samawati wal ard (kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik). Tidak ada pilihan lain. Ciri kemerdekaan adalah belum ditentukan dan berdaulat.

Kedua, tersedianya pilihan. Dalam surat Asy Syams ayat 8 allah berfirman:

فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا

Artinya: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.”

“Manusia itu merdeka, bebas. Bisa fasik bisa takwa,” tegas Kiai Cepu.

Manusia adalah pribadi yang merdeka. Sehingga, kalau ada manusia yang selalu terpaksa, berarti mereka looser, pribadi yang paling buruk. Pribadi yang merdeka adalah pribadi yang tahu sangkan paraning dhumadi (dari mana dia berasal dan ke mana akan kembali).

Manusia mustahil mendapatkan kemerdekaan jika dia tidak tahu diri. Untuk menjadi merdeka, manusia harus tahu diri dulu. Sunan Bonang dalam Serat Suluk Wijil menulis:

“Wijil, kamu saya kasih ketapel, saya kasih waktu satu jam, saya kasih batu 100. Tembaklah burung dan harus kena. Tapi, pada saat yang bersamaan, kamu tidak tau di mana burung itu berada,” tulis Sunan Bonang.

Baca Juga  Empat Jenis Ulama Menurut Quraish Shihab

“Ketika kamu tidak tau arah, bagaimana kamu bisa kembali?” tanya Sunan Bonang.

Di dalam filsafat Jawa, imbuh Kiai Cepu, salah benar itu tidak penting. Di Barat, salah benar menjadi hal yang utama. Tapi dalam filsafat Jawa tidak. Salah benar itu hanya soal furu’ (cabang). Hal yang paling pokok dalam filasafat Jawa adalah tahu arah.

“Bagaimana kita akan pulang kalau kita tidak tau arah? Tidak tahu barat timur, selatan utara,” imbuhnya.

Manusia yang tidak tau arah mustahil mendapatkan kemerdekaannya. Siapapun yang tidak merdeka, tidak mungkin masuk surga. Siapapun yang tidak merdeka, tidak mungkin bertemu Allah. Siapapun yang tidak merdeka, tidak mungkin bisa pulang.

Avatar
1343 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Savic Ali: Muhammadiyah Lebih Menderita karena Salafi Ketimbang NU

2 Mins read
IBTimes.ID – Memasuki era reformasi, Indonesia mengalami perubahan yang signifikan. Lahirnya ruang keterbukaan yang melebar dan lapangan yang terbuka luas, nampaknya menjadi…
Report

Haedar Nashir: dari Sosiolog Menjadi Begawan Moderasi

2 Mins read
IBTimes.ID – Perjalanannya sebagai seorang mahasiswa S2 dan S3 Sosiologi Universitas Gadjah Mada hingga beliau menulis pidato Guru Besar Sosiologi di Universitas…
Report

Siti Ruhaini Dzuhayatin: Haedar Nashir adalah Sosok yang Moderat

1 Mins read
IBTimes.ID – Siti Ruhaini Dzuhayatin Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyebut, bahwa Haedar Nashir adalah sosok yang moderat. Hal itu terlihat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *