Feature

Kiat Membangun Sikap Optimis ala Muslim Milenial

3 Mins read

Oleh: M. Khusnul Khuluq*

Sebagai seorang Muslim, hidup harus optimis. Begitu kan? Karena dengan optimisme, hidup jadi bersemangat. Tidak mudah putus asa. Juga terarah. Bagi sebagian orang, tidak mudah memang. Tapi jangan takut. Ada beberapa kiat yang bisa dicoba. Berikut adalah kiat-kiatnya.

Berprinsip dan Merdeka

Untuk membangun sikap optimis, Kita harus berprinsip. Hidup itu harus berprinsip. Ini penting. Kalau Kita tidak punya prinsip, Kita akan mudah terombang-ambing kesana kemari. Orang berkata anu, Kita ikut anu. Ini tidak berprinsip namanya.

Kalau Kita berprinsip, Kita tidak akan mudah terikut arus. Apapaun kata orang, kalau tidak sesuai dengan prinsip Kita, say no….! Sebaliknya, meskipun orang-orang berkata tidak, kalau sesuai dengan prinsip Kita, say yes….!

Berprinsip artinya, Kita punya karakter. Kita seperti kotak segi empat sama sisi. Dibolak-balik pun akan tetap sama. Tidak seperti bunglon. Lain tempat lain warna.

Terlebih lagi di era sosial media. Arus informasi mengalir deras seperti gelombang pasang setinggi 50 kaki yang terus menerpa tiada henti. Jika tidak punya prinsip, bisa-bisa Kita karam ditempa gelombang pasang seperti itu.

Kemudian, hidup harus merdeka. Merdeka artinya independen. Independen artinya mandiri. Kita berhak menentukan pilihan Kita berdasarkan pertimbangan Kita sendiri.

Jadi, merdeka artinya kemampuan untuk mengatakan yes or no dengan pertimbangan Kita sendiri. Tanpa ada yang menyetir. Tanpa ada yang membisiki dari belakang. Tanpa pengaruh orang lain. Terapkan ini untuk berbagai hal.

Punya Prioritas

Selanjutnya, Kita harus punya prioritas. Prioritas bisa dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Ingat, Kita harus bisa menentukan prioritas. Kalau tidak punya prioritas, akan sulit menentukan mana yang harus dikerjakan lebih dulu.

Baca Juga  Gibran dan al-Fatih: Adakah Kesamaan antara Keduanya?

Kalau punya prioritas, Kita bisa dengan mudah menentukan mana yang perlu dikerjakan dan mana yang tidak perlu dikerakan. Mana yang perlu didahulukan. Dan mana yang bisa dikerjakan nanti saja.

Termasuk dalam keseharian. Kadang semua pekerjaan terasa penting. Sementara kekuatan kita terbatas. Tangan kita hanya dua. Karena itu, punya prioritas itu penting. Punya prioritas akan sangat membantu.

Prioritas juga akan memandu langkah-langkah Kita dalam jangka panjang. Karena masa depan Kita andalah milik Kita. Misalnya, apakah Kita akan melanjutkan studi atau bekerja. Jika studi, studi di mana. Jika bekerja, sebagai apa. Harus terrencana. Muslim milenial harus begitu.

Logis dalam Menentukan Pilihan

Kadang, seseorang dihadapkan dengan pilihan-pilihan. Dalam hal ini kita perlu logis. Logis artinya masuk akal. Logis dalam menentukan pilihan sangat penting dalam membangun optimisme.

Kadang, orang menentukan pilihan tanpa pertimbangan yang masuk akal. Ingat, menentukan pilihan bukan berdasarkan mampu dikerjakan atau tidak. Bukan berdasarkan senang atau tidak. Tapi pilihan itu logis atau tidak. Masuk akal atau tidak. Artinya, tidak semua hal yang mampu dikerjakan perlu dikerjakan. Tapi hanya yang masuk akal saja.

Optimis dan Visioner

Berpikir positif artinya melihat sesuatu dengan perspektif yang baik. Melihat sesuatu dengan sudut pandang kebaikan. Semua hal kalau dilihat dengan perspektif yang tidak baik, pasti jadinya tidak baik. Sebaliknya, jika dilihat dengan mata pandang yang baik, akan tampak sisi baiknya. Ingat ya, selalu ada kebaikan dalam sesuatu.

Dalam sebuah riwayat dikatakan, “jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.” Potongan hadits ini mengajarkan kita untuk melihat sesuatu dengan mata pandang yang baik. Bukan sebaliknya.

Baca Juga  Kyai Ali Yafie: Fikih Juga Harus Bahas Soal Sosial dan Lingkungan

Soal rejeki, harus optimis juga. Yang penting, Kita berusaha dengan baik. Dan hasilnya serahkan pada yang di atas. Alias tawakkal. Ingat kisah burung kecil dalam sebuah hadits? “Ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang.” Artinya, kalau mau berusaha dengan baik pasti membuahkan hasil yang baik.

Kemudian, berpandangan kedepan juga penting. Berpandangan kedepan artinya, kita bisa memikirkan hari esok, esoknya lagi, dan esoknya lagi.

Memikirkan hari esok bisa membuat kita lebih mawas diri. Memikirkan hari esok bisa mendorong Kita untuk melakukan persiapan akan datangnya hari esok. Sederhananya, jika Kita punya rejeki hari ini, simpan sebagiannya untuk besok. Jangan dihabiskan hari ini. Mudah bukan?

Ingat, hidup harus terencana. Supaya tidak asal melangkah. Kita harus pikirkan ke mana Kita akan melangkah besok pagi. Besok paginya lagi, dan besoknya lagi.

Hari esok bukan berarti hari akhirat kan. Namun masa depan. Kita harus pikirkan akan menjadi seperti apa di masa depan. Dengan demikian, Kita bisa memulai langkahnya hari ini. Demikian kiat-kiat ini. Semoga bermanfaat. Selamat mencoba.

*) Human Right Defender, Kader Muda Muhammadiyah

Editor: Nabhan

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Feature

Belajar dari Kosmopolitan Kesultanan Malaka Pertengahan Abad ke15

2 Mins read
Pada pertengahan abad ke-15, Selat Malaka muncul sebagai pusat perdagangan internasional. Malaka terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia, dengan luas wilayah 1.657…
Feature

Jembatan Perdamaian Muslim-Yahudi di Era Krisis Timur Tengah

7 Mins read
Dalam pandangan Islam sesungguhnya terdapat jembatan perdamaian, yakni melalui dialog antar pemeluk agama bukan hal baru dan asing. Dialog antar pemeluk agama…
Feature

Kritik Keras Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi atas Tarekat

3 Mins read
Pada akhir abad ke-19 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama Minangkabau dan pemimpin Muslim terpelajar, Imam Besar di Masjidil Haram, Mekah, meluncurkan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds