Kamis, 14 Mei 2020, saya datang ke kompleks Perguruan Muhammadiyah Kotttabarat, Solo, untuk melihat dari dekat persiapan penyaluran sembako kepada warga sekitar yang terdampak covid-19. Pada penyaluran tahap kedua ini, ada sedikit pemandangan yang berbeda.
Bukan hanya warga sekitar yang diberi, tetapi juga guru dan karyawan di tiga (3) TK Aisiyah-Nasyiatul Aisyiyah dan dua (2) SD Muhammadiyah di wilayah Kottabarat. Bahkan, untuk mereka ini masih ditambahi uang untuk sekedar bebungah jelang Idul Fitri.
Dari percakapan dengan pengelola diketahui bahwa, pemberian kepada guru-karyawan di wilayah Kottabarat sudah dilakukan setiap tahun menjelang Idul Fitri, bukan hanya karena covid-19. Ini artinya semangat dan aktifitas berbagi telah berjalan, dan tidak luluh di tengah kesulitan.
Tidak sedikit sekolah swasta yang harus berjibaku untuk bertahan hidup, mengalami kesulitan untuk menggaji guru-karyawan. Sekolah swasta memang sekolah masyarakat, yang hidupnya dibiayai oleh masyarakat sendiri. Oleh karena itu, bila iuran atau SPP tersendat, tentu akan mengalami kesulitan dalam membiayai operasional sekolah, termasuk menggaji guru-karyawan.
Perguruan Muhammadiyah Kottabarat merupakan sekolah swasta yang turut terdampak pandemi Covid-19. Akan tetapi, sedikit berbeda dengan yang lain, perguruan ini terlihat tetap tegar dan tangguh menghadapi kerumitan dan kesulitan yang dialami. Oleh karena itu, saya ingin berbagi pengalaman singkat mendampingi perguruan ini.
Pengelolaan Keuangan Dinamis-Kreatif
Perguruan ini tumbuh dari bawah. Setelah mulai agak berkembang dan memperoleh kepercayaan masyarakat, guru-guru dan karyawan merelakan 2,5% gajinya setiap bulan diinfakkan ke Baitul Mal perguruan. Dari tahun-tahun pemasukan infak terus-menerus, seiring dengan kenaikan gaji dan penambahan jumlah guru-karyawan. Dana yang terkumpul ini digunakan sebagai sarana berbagi kepada masyarakat dan sekolah Muhammadiyah sekitar yang membutuhkan.
Bersamaan dengan perintisan Baitul Mal, juga mendirikan Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM) Perguruan yang berfungsi sebagai simpan pinjam warga perguruan. Seiring perkembangan perguruan, yang awalnya SD Muhammadiyah Program Khusus, sekarang sudah ada SMP, SMA, dan TK, maka Baitul Mal maupun BTM ini tumbuh sehat, sehingga warga perguruan yang memerlukan pinjaman dapat dicukupi internal.
Modal awal sangat kecil, yaitu berasal dari sisa anggaran sekolah setiap tahun, yang kemudian dikelola secara kreatif dan dinamis.
Pola pengembangan keuangan seperti ini sangat ideal dan bisa menjadi model untuk sekolah maupun pondok Muhammadiyah yang lain. BTM digunakan untuk mensejahterakan warga sekolah sedemikian rupa, sehingga tidak ada orang-orang yang telah lama berhikmah dan mendedikasikan ilmu dan tenaganya untuk pengembangan amal usaha Muhammadiyah, tetapi kehidupan tidak sejahtera.
Di sisi lain, keberadaan Baitul Mal menjadi sarana kolektif warga sekolah untuk berbagi kepada warga sekitar sekolah maupun sekolah Muhammadiyah lain yang masih kekurangan/memerlukan.
Menghadapi pandemi Covid-19, perguruan berupaya meringankan beban keuangan orang tua dengan memberi pengurangan Infak Pendidikan tiap bulan, dan yang usahanya terdampak mendapat keringanan hingga 50%. Meski dalam situasi demikian, kualitas pembelajaran yang dilakukan melalui daring, terus dilakukan secara optimal.
Menjaga Kualitas Pembelajaran
Gaji guru-karyawan tidak terkurangi, bahkan untuk wali kelas ditambahi tunjangan pulsa sebagai fasilitas membangun komunikasi yang efektif dengan orang tua dan peserta didiknya. Koordinasi antara guru dengan kepala sekolah, maupun team guru tetap berjalan dalam rangka menjamin kualitas pembelajaran berjalan dengan lancar dan menggembirakan.
Pada awalnya, baik guru maupun peserta didik agak canggung dengan model pembelajaran daring. Namun secara bertahap ada evaluasi dan usaha perbaikan agar proses pembelajaran tetap berkualitas dan efektif. Keberhasilan melakukan pembelajaran secara daring merupakan salah satu instrumen meyakinakan orang tua/masyarakat.
Dengan cara demikian, orang tua akan merasa terpanggil untuk membayar uang sekolah. kecuali yang memang kesulitan finansial karena usahannya terdampak.
Menyapa Pengelola  Â
Kebetulan saya mengikuti dari dekat perkembangan perguruan ini, bukan sebagai majelis Dikdasmen, tetapi sebagai komite sekolah. Yang kami lakukan bersama teman-teman komite sekolah dan tim pengembang cukup sederhana, yaitu sesering mungkin menyapa dan berkomunikasi secara efektif dengan pengelola. Baik dengan bertatap muka secara langsung, maupun melalui telpon bila berada di luar kota.
Setidaknya setiap akhir semester diadakan sarasehan perguruan yang melibatkan seluruh warga perguruan, baik guru-karyawan maupun anggota komite. Ditekankan niscayanya kerja keras, merupakan perjuangan mencerdaskan kehidupan bangsa, bekerja ikhlas dan ihsan dengan membaguskan kualitas perguruan. Kolektifitas, kebersamaan, aktualisasi berjamaah dalam kehidupan merupakan kunci memajukan sekolah.
Selain itu, pertemuan-pertemuan insidental bersama kepala sekolah dan wakil kepala sekolah seringkali dilakukan untuk mengevaluasi pembelajaran dan mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang dialami para pengelola dalam membangun pembelajaran efektif dan lulusan yang berkualitas. Aktivitas menyapa dan mendengar apa yang dihadapi pengelola sekolah di lapangan sangat penting, agar mereka tidak merasa sendiri dalam menghadapi masa-masa sulit.
Perubahan dunia pendidikan yang demikian cepat, terlebih disaat menghadapi goncangan pandemi seperti saat ini, komunikasi intensif antara pengelola sekolah dengan penyelenggara (Majelis Dikdasmen), dan stakeholder sekolah (komite sekolah) mutlak diperlukan.
Jangan sampai terjadi di Muhammadiyah, ada pengelola sekolah yang tengah kesulitan menghadapi masalah, pimpinan majelis Dikdasmen sebagai penyelenggara tidak turut hadir di dalamnya.
Penulis: Marpuji Ali, Ketua Komite Perguruan Muhammadiyah Kottabarat, Solo
Editor: Azaki Khoirudin