Khutbah

Kiat Menulis Naskah Khutbah Jumat, Agar Kreatif dan Mencerahkan

4 Mins read

Tiga Problem Tema Khutbah Jumat

Hingga kini, masih saja ada beberapa masjid yang menampilkan khatib dengan isi khutbah yang sering mengundang rasa permusuhan. Karena menjelekkan sesama umat Islam yang berbeda paham mengenai hal-hal yang tidak prinsipil dan memang dimungkinkan berbeda.

Masalah tata cara ibadah (ubudiyah) yang menjadi khilafiyah di antara kelompok keagamaan,  masih rutin dimunculkan sebagai materi khutbah. Padahal, masalah seperti itu sangat sensitif. Mustahil semua hadirin sidang Jumat berprinsip sama karena mereka berasal dari kelompok dan pemahaman atau berlatar belakang berbeda-beda.

Ada pula isi khutbah yang provokatif dan ajek mengajak ”perang”. Mungkin, bagi khatib demikian,  perang adalah satu-satunya bentuk jihad. Aksi mulia seperti menuntut ilmu, mengajar, riset yang bermanfaat dan berkarya (sengaja) ditiadakan dari makna jihad.

Khatib ”model” demikian juga selalu menekankan siapa yang bersahabat dengan umat Yahudi adalah musuh Islam dan harus diperangi. Amerika Serikat (AS) adalah pendukung setia Israel, negara bangsa Yahudi, maka menurut khatib ”model” ini siapa pun yang bersahabat dengan AS dan belajar ke sana adalah musuh umat Islam dan harus dimusnahkan.

Khutbah untuk Kepentingan Politik

Dahulu, memang ada masa ketika khutbah dijadikan forum politik untuk saling menghujat dan melaknat lawan-lawan politik. Ketika khatibnya orang Bani Umayah, khutbahnya di akhiri dengan kutukan kepada para pengikut Ali yang disebut Syiah (partai Ali). Sebaliknya, ketika khatibnya dari kalangan pendukung Ali, yang dikutuk pasti orang Bani Umayah. Setelah kejadian itu, Umar bin Abdul Aziz memberi nasihat agar hal seperti itu jangan diteruskan. Umar meminta para khatib untuk mengakhiri khutbah-khutbah mereka dengan QS An-Nahl ayat 90.

Mayoritas isi khutbah Jumat era sekarang (kecuali yang “model” penulis sebut di atas) adalah warisan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Yang selalu mengakhiri khutbah dengan kutipan QS An-Nahl ayat 90:

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

Adapun, tampilnya para khatib di mimbar Jumat “model” isi khutbahnya yang tidak membuat jamaah tenang. Melainkan malah meresahkan dengan menyalahgunakan posisi strategis mimbar Jumat. Para khatib demikian tak menyadari bagaimana dampaknya nanti khususnya kepada hadirin sidang salat Jumat.

Baca Juga  Khutbah Idul Fitri: Terlahir Kembali Menjadi Manusia Baru

Khutbah yang Provokatif

Selain itu, jika isi (materi) khutbah hanya seputar menjelekkan kelompok lain dan provokatif tanpa data-data akurat dan faktual, jelas tak akan mampu menyelesaikan berbagai persoalan bangsa ini yang kini tak ubahnya hama yang sulit dibasmi.

Padahal, betapa banyak dan menjamurnya berbagai penyakit bangsa yang tak kunjung hilang. Bahkan, berbagai penyakit bangsa ini malah kian merajalela. Penyakit-penyakit itu antara lain korupsi, premanisme, seks bebas, kekerasan serta persoalan bangsa lainnya juga seharusnya ”disambut” oleh para khatib dan takmir masjid sebagai materi di mimbar Jumat untuk pencerahan umat.

Khutbah Kehilangan Gagasan Baru

Di sisi lain, khutbah pun kehilangan ruh untuk mencipta gagasan-gagasan baru. Pendengar jarang mendapat keterkejutan atas materi yang disampaikan. Beberapa khatib pasrah pada buku khutbah Jumat yang ada.

Padahal, buku khutbah tersebut cenderung berisi kumpulan ayat Al-Qur’an dan hadis apa adanya. Tanpa melalui penelaahan mendalam serta miskin data dan lemah analisis. Akibatnya, dalil, kisah, riwayat yang dipakai para khatib adalah data klasik yang tidak pernah ada pengembangan dari waktu ke waktu.

Berangkat dari fakta tersebut, diperlukan inisiatif dari takmir masjid untuk mempersiapkan naskah khutbah. Kewajiban ini pula dapat dibebankan kepada para da’i dan khatib agar senantiasa memperlakukan mimbar Jumat sebagai ajang intelektual, serta orasi pembebasan dan pencerahan. Hal tersebut dapat dicapai dengan membangun tradisi literasi khutbah Jumat.

Tradisi menulis seperti inilah yang harus kembali dihadirkan para khatib sehingga pada saatnya nanti isi khutbah yang disampaikan mampu menjadi rujukan yang mumpuni. Hal ini akan menuntut para khatib untuk mampu mengangkat realita kehidupan, apa yang sebenarnya dirasa dan dijalani oleh masyarakat. Kemudian membuka kembali pintu ijtihad.

Baca Juga  Khutbah Jumat Ringkas: Harmonisasi Umat Beragama

Membuka gagasan intelektual mutakhir untuk mengurai polemik kehidupan dari berbagai dimensi historis, sosiologis, dan ajaran berdasarkan Al-Qur’an dan hadis.

Dua Cara Menulis Khutbah

Meskipun begitu, tidak dipungkiri bahwa peran persuasif khatib dapat berpengaruh pula pada penyampaian materi terhadap jamaah. Jika si khatib berpidato dengan suara pelan dan lembut tentu akan membuat jamaah mengantuk sehingga tidak memperhatikan materi yang disampaikan.

Maka dari itu, takmir hendaknya menyeleksi khatib yang kiranya berkompeten untuk menyampaikan pesan-pesan dalam naskah yang telah dibuatnya. Takmir bisa memberikan semacam arahan atau training bagi para khatib pemula. Dukungan naskah yang menarik tentu akan berpengaruh terhadap gaya penyampaian khatib.

Adapun strukur penulisan khutbah yang dapat memberikan pencerahan adalah dengan menggunakan paradigma kontekstual serta rekonstruktif. Kemudian disertai dengan nilai-nilai sastra. Namun patut menjadi catatan, untuk mengaplikasikan gagasan ini, tentu harus memperhatikan materi-materi yang wajib hadir dalam naskah khutbah di antaranya:

(1) Membaca hamdalah pada kedua khutbah, (2) Membaca shalawat Nabi pada kedua khutbah, (3) Wasiat taqwa pada kedua khutbah (meski tidak harus dengan kata “taqwa”, misalnya dengan kata Athiullah/taatilah kepada Allah), (4) Membaca ayat Al-Qur’an pada salah satu khutbah (pada khutbah pertama lebih utama), (5) Membaca doa untuk kaum muslimin khusus pada khutbah kedua.

Khutbah Kontekstual

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan suatu konsep belajar di mana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas. Dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami. Bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Model ini dapat diaplikasikan dengan memposisikan guru sebagai khatib serta murid sebagai jamaah Jumat. Meskipun begitu, komponen utama yang terdapat dalam pembelajaran kontekstual harus diadaptasikan karena mimbar Jumat tidak memungkinkan untuk berkomunikasi dua arah. Jika terjadi komunikasi maka, salat Jumat menjadi sia-sia.

Baca Juga  Khutbah Jumat: Perintah Menjaga Lingkungan dalam Islam

Komponen seperti questioning (bertanya) bisa digantikan dengan penyampaian pernyataan-pernyataan yang reflektif. Sehingga jamaah mampu berpikir serta berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Kontekstualisasi ini berguna bagi materi-materi aktual yang berkembang di masyarakat, agar mendapatkan perhatian atau solusi dari perspektif Islam.

Khutbah Rekonstruktif

Rekonstruksi adalah pengembalian sesuatu ketempatnya yang semula. Penyusunan atau penggambaran kembali dari bahan-bahan yang ada dan disusun kembali sebagaimana adanya atau kejadian semula.

Reconstruction merupakan penafsiran data psikoanalitis sedemikian rupa, untuk menjelaskan perkembangan pribadi yang telah terjadi, beserta makna materinya yang sekarang ada bagi individu yang bersangkutan.

Rekonstruksi yang berarti membangun atau pengembalian kembali sesuatu berdasarkan kejadian semula. Di mana, dalam rekonstruksi tersebut terkandung nilai–nilai primer yang harus tetap ada dalam aktivitas membangun kembali sesuatu sesuai dengan kondisi semula.

Untuk kepentingan pembangunan kembali sesuatu, apakah itu peristiwa, fenomena-fenomena sejarah masa lalu, hingga pada konsepsi pemikiran yang telah dikeluarkan oleh pemikira-pemikir terdahulu. Kewajiban para rekonstruktor adalah melihat pada segala sisi, agar kemudian sesuatu yang coba dibangun kembali sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan terhindar pada subjektifitas yang berlebihan. Di mana nantinya dapat mengaburkan susbstansi dari sesuatu yang ingin kita bangun tersebut.

Rekonstruksi bermaksud mempertahankan pemahaman yang diajukan oleh tiga tradisi tersebut, sekaligus menemukan cara mengatasi berbagai kekurangannya serta menjembatani ketidaksesuaian antara ketiganya. Rancangan tersebut mencakup rekonseptualisasi atas konsep-konsep tindakan, struktur, dan sistem dengan tujuan mengintegrasikannya menjadi pendekatan teoretis baru. Rekonseptualisasi atas konsep tindakan, struktur, dan sistem diawali dengan memandang praktek-praktek sosial yang terus berlangsung sebagai segi analitis terpenting.

Rekonstruksi berguna untuk materi-materi yang cenderung berulang tiap tahunnya, seperti peringatan hari raya besar Islam maupun nasional. Rekontruksi memungkinkan Jamaah untuk menelaah kembali hikmah terbaru dalam peristiwa-peristiwa besar, sehingga terhindar dari rasa bosan dan jemu.

Editor: Yahya FR
Related posts
Khutbah

Khutbah Idul Fitri: Makna Idul Fitri dan Kemenangan Sejati

5 Mins read
Berikut ini adalah contoh khutbah Idul Fitri yang dapat dipakai untuk memberikan khutbah Idul Fitri di masjid- masjid dan di lapangan. Tema…
Khutbah

Teks Khutbah Idul Fitri: Menggapai Derajat Takwa 

3 Mins read
Berikut ini adalah contoh teks khutbah Idul Fitri yang dapat dipakai untuk memberikan khutbah Idul Fitri di masjid- masjid dan di lapangan….
Khutbah

Khutbah Idul Fitri: Terlahir Kembali Menjadi Manusia Baru

4 Mins read
Berikut ini adalah contoh khutbah Idul Fitri yang dapat dipakai untuk memberikan khutbah Idul Fitri di masjid- masjid dan di lapangan. Tema…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *