Biografi Sunan Kalijaga
Adanya makam Sunan Kalijaga di desa Kadilangu yang berjarak 3 km dari Masjid Agung Demak di kota Demak, menjadi bukti keberadaan Sunan Kalijaga dalam berdakwah menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.
Sunan Kalijaga mempunyai nama asli Raden Sahid, beliau adalah putra dari Bupati Tuban bernama Tumenggung Wilatika. Kelahiran Sunan Kalijaga sekitar tahun 1450, menurut babad Tuban, Sunan Kalijaga masih memiliki garis keturunan orang Arab.
Kakeknya adalah orang keturunan Arab bernama Aria Teja dan mempunyai nama asli Abdurrahman. garis silsislah Sunan Kalijaga dari kakeknya masih tersambung sampai kepada Abdul Muthalib kakek dari Rasulullah Saw.
Sunan Kalijaga memiliki guru agama utama yaitu sunan Bonang. Kepada Sunan Bonang inilah Sunan Kalijaga belajar mengenai agama Islam dan juga mempelajari bidang seni serta kebudayaan Jawa. Yang pada akhirnya, membuat Sunan Kalijaga dapat menguasai dan memahami kesusastraan Jawa.
Bukti dari kemahiran sunan Kalijaga dalam bidang sastra, terdapat pada beberapa hasil karyanya yakni Kitab Suluk Linglung, Kidung Rumekso Ing Wengi, dan Serat Dewaruci (Hasanu, 2006:337-355).
Mengenal Kidung Rumeksa ing Wengi
Di dalam Kidung ini, Sunan Kalijaga cenderung pragmatis dalam menyampaikan uraian-urainnya. Kidung ini juga berkaitan dengan segala urusan praktis di kehidupan sehari hari.
Selain itu, Kidung Rumeksa ing Wengi adalah sarana sunan kalijaga untuk berdakwah kepada masyarkat Jawa dengan bentuk tembang yang populer serta menjadi kidung wingit karena masyarakat percaya memuat tuah seperti mantra sakti. Dakwah ini tedapat dalam sembilan bait yang tersusun menjadi sebuah tembang bermetrum Dandhanggula (Purwadi, 2003:191-192).
Kidung Rumeksa ing Wengi dibuat oleh Sunan Kalijaga bertujuan untuk menjembatani berbagai hal brsifat supranatural. Karena di awal tahun, perkembangan Islam di Jawa masih bersifat mistis. Sebab kepercayaan masyarakat Jawa pra Islam masih dipengaruhi paham dinamisme dan animisme.
Sunan Kalijaga juga memaparkan dalam kidunganya bahwa manusia dalam kesehariannya tidak dapat terhindar dari tidur di malam hari. Namun, waktu malam adalah waktu terbaik untuk berlindung bagi perbuatan jahat seperti ilmu hitam santet, teluh, tenung, dan lain-lain.
Karena itu, untuk membentengi diri dan pengikutnya, Sunan Kalijaga mengubah kidungnya menjadi berisi doa (mantra) untuk menolak bala di malam hari. Sebab, keselamatan adalah bagian pokok dari misi agama. Jika tak ada keselamatan yang dapat ditawarkan kepada pemeluknya, maka agama apa saja kurang memiliki makna bagi pemeluknya.
Hubungan Tuhan dan Manusia
Dalam potongan bait ke-delapan Kidung Rumeksa ing Wengi memperlihatkan tentang teologi relasi Tuhan dengan manusia yang berbunyi:
Lan den sabar sukur ing widhi
Insya Allah tinekanan
Sakarsa nureku (Wiryaparina, 1979:22)
Penjelasan dari sepenggal bait ke-delapan tersebut setiap perbuatan manusia haruslah diperlihatkan dengan sikap sabar, syukur, serta pasrah kepada Allah.
Jika sikap tersebut diamalkan dengan sungguh-sungguh sehingga hal yang dicita-citakan bisa dikabulkan oleh Allah. Kidung ini dengan mutlak tanpa adanya keraguan mengajak manusia untuk menguatkan ke-Tauhid-an kepada Allah (Tuhan). Sebab, tak mungkin sesorang bersikap syukur dan pasrah kepada sesuatu yang tidak dipercayainya.
Keyakinan yang dalam kepada Allah serta mengharap kemulian dan ampunan dari Allah, dapat meningkatkan jiwa seseorang beriman kepada Allah hingga pada tingkat teguh, sabar, serta Tawakal.
Kekuatan tawakal, sabar serta istiqomah seperti ini adalah kekuatan level tertinggi dari kekuasaan manusia. Sebab hal itu, Nabi ataupun Rasul sanggup menghadapi segala penderitaan dan kesulitan di dunia dan bisa menggempur kekuasaan serta umatnya yang sewenang-wenang tanpa menggunakan sarana fisik saat menundukkannya.
Dengan memohon perlindungan kepada Allah dan menyakini bahwa Allah-lah yang bisa memisahkan kegelapan malam dengan datang terangnya pagi, seseorang juga akan yakin bahwa Allah-lah yang mampu menghilangkan kesulitan ataupun kejahatan.
Karena, di manapun dan kapanpun pertolongan Allah akan datang. Diperbolehkan saja sesesorang meminta pertolongan kepada selain Allah, namun pada saat itu pula ia juga harus menyadari bahwa pada dasarnya pihak yang dimintai pertolongan tersebut hanyalah sebagai sarana dan sebab yang diciptakan Allah untuk melindungi dan membantu manusia.
Makna Filosofis dan Unsur Teologis dala Kidung Rumeksa ing Wengi
Karya Sastra Sunan Kalijaga Kidung Rumeksa ing Wengi adalah sebuah karya berbentuk simbol verbal, berguna untuk media dakwah serta pendidikan Sunan Kalijaga pada saat itu. Didalam Kidung ini memuat isi yang memiliki makna filosofis, juga berisi unsur-unsur teologis Islam yang mecakup bebrapa aspek kehidupan manusia yang hingga saat ini masih relevan.
Salah satu unsur tersebut ialah memperkuat hubungan Tuhan dan manusia dengan melalui sikap sabar, tawakal, dan pasrah yang dapat diterapkan manusia dalam kehidupan sehari harinya.
Sunan Kalijaga membungkus unsur teologis tersebut dengan sangat puitis serta dianggap sacral oleh masyarakat Jawa.
Editor: Rozy