Tarikh

Kisah Abu Nawas Lari dari Rahmat Allah

3 Mins read

Abu Nawas, atau nama lengkapnya Abu Nuwas al-Hasan bin Hani al-Hakami, adalah seorang penyair terkenal dari zaman Abbasiyah yang hidup antara tahun 756 dan 814 Masehi. Dilahirkan di Ahvaz, Persia, Abu Nawas memiliki darah Arab dari ayahnya dan Persia dari ibunya. Ia dikenal sebagai seorang penyair yang sangat berpengaruh, dan karyanya hingga kini masih dikenang karena kepiawaian dalam bermain kata dan ironi yang penuh kebijaksanaan serta humor.

Abu Nawas menghabiskan masa mudanya di Basra, sebuah kota yang saat itu menjadi pusat kebudayaan dan intelektual di dunia Islam. Di sana, ia belajar di bawah bimbingan para ulama dan sastrawan terkenal. Ia mendalami berbagai disiplin ilmu, mulai dari bahasa Arab, sastra, hingga fiqih (hukum Islam). Namun, meskipun ia memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang agama, Abu Nawas lebih dikenal karena puisi-puisinya.

Bagi sebagian orang Muslim, Abu Nawas dianggap sebagai seorang wali dan ulama sufi yang tinggal di Irak. Meskipun demikian, ketika mendengar namanya, yang terlintas dalam pikiran banyak orang adalah humor dan kejenakaannya. Ia diakui sebagai salah satu penyair terbesar dalam sastra Arab, namun daya tarik utamanya terletak pada cerita-cerita lucu dan cerdas yang melibatkan dirinya.

Salah satu kisah kocak Abu Nawas yang terkenal adalah saat ia berdebat dengan tetangganya, Abu Jahil. Pada suatu hari yang mendung, Abu Nawas sedang duduk di depan rumahnya sambil menikmati secangkir teh hangat. Ia melihat Abu Jahil, tetangganya, sedang berlari tergesa-gesa menuju rumahnya sendiri. Abu Nawas yang usil pun memanggilnya, “Hai Abu Jahil, kenapa kau berlari tergesa-gesa?”

Abu Jahil menjawab sambil ngeledek, “Supaya tidak kehujanan. Aku pakai jubah yang mahal, sayang kalau basah terkena air hujan.”

Baca Juga  Dunia Islam Perlu Belajar Demokrasi dari Indonesia

Abu Nawas balik membalas, “Sungguh bodoh! Ada saja orang yang lari dari rahmat Allah.”

Abu Jahil merasa tersinggung dan bertanya, “Apa maksudmu Abu Nawas? Siapa yang lari dari rahmat Allah?”

Abu Nawas menjawab dengan cerdik, “Bukankah hujan adalah rahmat? Mengapa kau malah menghindarinya?”

Abu Jahil tidak bisa berkata-kata dan masuk ke dalam rumah sambil menutup pintu dengan keras. Sementara itu, Abu Nawas tertawa melihat ulah Abu Jahil.

Beberapa hari kemudian, saat Abu Nawas sedang nongkrong di warung, dia merasakan bahwa hujan akan segera turun. Rintik gerimis mulai turun dari langit, dan Abu Nawas ingat bahwa ada cucian di rumahnya yang sedang dijemur. Dengan tergesa-gesa, Abu Nawas berlari pulang agar bisa tiba di rumah secepat mungkin.

Saat itu, Abu Jahil sedang duduk di depan rumahnya sendiri. Melihat Abu Nawas berlari di tengah gerimis, Abu Jahil tak dapat menahan diri untuk meledeknya.

“Hai Abu Nawas, apakah kau lupa dengan yang tempo hari? Jangan lari dari rahmat Allah, jangan pula menghindarinya,” kata Abu Jahil dengan nada meledek.

Abu Nawas terkejut mendengar itu dan merasa bahwa perkataannya sebelumnya kini digunakan sebagai serangan oleh Abu Jahil. Namun, Abu Nawas yang cerdas dan cerdik tidak kehilangan akal untuk memberikan balasan.

“Siapa yang lari dari rahmat Allah? Aku justru menghormatinya. Aku berlari dengan tergesa-gesa agar tidak menginjak rahmat Allah dengan kakiku!” jawab Abu Nawas dengan cengengesan.

Mendengar jawaban tersebut, wajah Abu Jahil berkerut kesal. Niatnya untuk meledek malah membuatnya sendiri kembali diejek.

“Kurang ajar, Abu Nawas! Selalu punya jawaban,” batin Abu Jahil sambil menahan emosi.

Demikianlah kisah kocak seorang Abu Nawas. Warisan Abu Nawas dalam dunia sastra dan budaya Islam sangatlah besar. Karyanya tidak hanya memberikan hiburan tetapi juga mengandung kebijaksanaan yang relevan hingga kini. Melalui cerita-cerita dan puisinya, ia mengajarkan pentingnya humor, kecerdasan, dan kebijaksanaan dalam menghadapi kehidupan.

Baca Juga  Ash-Shinf, Gerakan Kaum Buruh Pertama dalam Sejarah Umat Islam

Abu Nawas menunjukkan bahwa dalam kehidupan yang sering kali penuh dengan ketegangan dan kesulitan, humor bisa menjadi alat yang ampuh untuk menyampaikan kebenaran dan menenangkan hati. Dengan caranya yang unik, ia mengajarkan kita untuk melihat dunia dengan mata yang penuh humor dan hati yang bijaksana, mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sering kali ditemukan dalam hal-hal sederhana di sekitar kita.

Abu Nawas adalah sosok yang penuh warna dan penuh cerita. Dari kisah-kisahnya yang jenaka, kita bisa belajar banyak tentang kebijaksanaan hidup. Ia adalah contoh nyata bagaimana humor bisa menjadi jembatan untuk memahami kehidupan dengan lebih dalam dan lebih manusiawi. Dalam setiap kisah dan puisinya, tersimpan pesan-pesan yang tetap relevan dan menginspirasi hingga kini.

Editor: Soleh

Ibnu Fikri Ghozali
13 posts

About author
Mahasiswa International Islamic University Islamabad, Pakistan Sekarang Aktif di PCINU Pakistan
Articles
Related posts
Tarikh

Hijrah Nabi dan Piagam Madinah

3 Mins read
Hijrah Nabi Muhammad Saw dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi merupakan salah satu peristiwa paling bersejarah dalam perkembangan Islam, yang…
Tarikh

Potret Persaudaraan Muhajirin, Anshar, dan Ahlus Shuffah

4 Mins read
Dalam sebuah hadits yang diterima oleh Abu Hurairah dan terdapat dalam Shahih al-Bukhari nomor 1906, dijelaskan terkait keberadaan Abu Hurairah yang sering…
Tarikh

Gagal Menebang Pohon Beringin

5 Mins read
Pohon beringin adalah penggambaran dari pohon yang kuat akarnya, menjulang batang, dahan dan rantingnya sehingga memberi kesejukan pada siapa pun yang berteduh…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds