IBTimes.ID – Bagi seorang Muslim, membaca al-Qur’an dengan baik dan benar adalah sebuah tuntutan dan keharusan. Hal ini karena al-Qur’an menggunakan bahasa Arab yang memiliki kaidah dan cara pengucapan huruf yang berbeda dengan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, disadari atau tidak ketika seseorang mempelajari al-Qur’an sejatinya ia juga sedang mempelajari bahasa Arab khususnya pada tataran fonetis dan strukturnya.
Menurut survei Dewan Mesjid Indonesia (DMI) tahun 2022 menyebutkan, bahwa hanya 35% dari total populasi Muslim di Indonesia yang mampu membaca al-Qur’an. Artinya, masih terdapat sejumlah besar masyarakat Muslim (kurang lebih 65%) yang tidak mampu membaca al-Qur’an, lebih-lebih memiliki kemampuan untuk memahami kosakata, struktur kalimat, atau bahkan maknanya.
Melihat fakta di atas, maka diperlukan upaya-upaya untuk membantu meningkatkan penguasaan dan pemahaman bahasa Arab al-Qur’an di kalangan masyarakat luas. Salah satunya yaitu pengajian yang dilakukan oleh Dr. Yoyo, S.S., M.A yang memaparkan tentang pentingnya memahami bahasa Arab al-Qur’an agar kandungan dan ajaran al-Qur’an dapat dicerna dan dipahami lebih baik.
Pengajian tersebut merupakan program pengabdian kepada masyarakat (PkM) non-regular yang dilaksanakan bersamaan dengan rangkaian kegiatan KKN Regular UAD ke-119 Gasal 2023/2024 di Dusun Gesikan III, Wijirejo, Pandak, Bantul.
Dr. Yoyo selaku pemateri menguraikan beberapa urgensi bahasa Arab bagi kaum Muslimin dan pentingnya mempelajari bahasa tersebut. Ia menyampaikan bahwa Al-Qur’an sebagai sebuah mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW, menggunakan stilistika bahasa yang sangat indah dan agung. Bahasa al-Qur’an mampu memukau bangsa Arab Quraisy ketika itu yang sudah sangat terkenal dengan kemampuan retorika bahasa Arab yang mereka gunakan dalam karya sastra berupa puisi. Sehingga, seringkali dijumpai ayat-ayat al-Qur’an menggunakan gaya bahasa kiasan yang tidak dapat dipahami secara leterlek tetapi membutuhkan penafsiran mendalam.
Selain itu, ia menegaskan bahwa terdapat beberapa kosa-kata Arab terkait dengan fikih ibadah yang masih secara sempit dipahami umat Islam. Ia menyebutkan umpamanya, dalam momentum menghadapi bulan Ramadhan beberapa istilah terkait ibadah tersebut yang masih terjadi penyempitan makna di antaranya istilah “imsak.” Imsak seringkali dipahami masyarakat Muslim Indonesia sebagai saatnya berhenti untuk makan dan minum.
Padahal, kata ‘imsak’ memiliki makna dasar yang berarti “menahan.” Dalam konteks fikih puasa, imsak sejatinya merupakan sikap ihtiyath atau kehati-hatian agar seseorang ketika masuk waktu fajar sudah tidak dalam keadaan makan dan minum. Jadi imsak tidak bermakna berhenti dari makan dan minum sebelum waktu fajr seperti yang lazim dipahami masyarakat pada umumnya. Jika melihat kepada hadis tentang tata cara ibadah sahur Rasulullah, bahkan beliau mensunnahkan untuk mengakhirkan ibadah sahur.
Tentunya, adanya peringatan akan tibanya waktu imsak juga menjadi sangat penting agar umat Islam lebih berhati-hati bahwa akan segera tiba waktu fajar, tetapi bagi mereka yang belum sempat sahur karena bangun kesiangan dan pas bangun tersebut di waktu imsak maka masih ada kesempatan untuk melaksanakan ibadah sahur.
Di akhir, acara pengajian Dr. Yoyo menyimpulkan bahwa ilmu agama Islam itu sangat luas sehingga umat Islam tidak boleh lelah untuk terus giat mengaji agar ilmu dan pemahaman agama terus bertambah. Acara pelatihan dan pengajian tersebut dilaksanakan pada hari Senin tanggal 26 Februari bersamaan dengan pengajian rutin yang dilakukan oleh warga Dusun Gesikan 3 yaitu Pengajian Malam Selasa Wage. Dr. Yoyo selaku DPL KKN sangat berterimakasih kepada semua pihak yaitu Pak Dukuh, Para Pengurus Takmir Masjid, Ketua RT, dan seluruh masyarakat Gesikan yang dengan sangat baik dan tangan terbuka menerima mahasiswa KKN UAD dan meminta maaf apabila ada hal-hal yang kurang berkenan selama pelaksanaan KKN.
Harapannya, ke depan silaturrahim dan kerjasama antara UAD dengan masyarakat Gesikan terus terjalin dengan baik dalam berbagai bentuk kegiatan yang bermanfaat.
(Tim)