Report

Kolaborasi Masyarakat Sipil dengan Pemerintah: Kunci Perwujudan SDGs

3 Mins read

IBTimes.ID, Hotel Arosa, Jakarta, Selasa, 19 Juli 2022 – Situasi sosial politik hari ini perlu direspon dengan kolaborasi dan perspektif yang beragam agar visi kemasyarakatan bisa mengarah pada perbaikan sosial-ekonomi yang lebih baik. Direktur Eksekutif INFID, Sugeng Bahagijo, dalam pembukaan Konferensi SDGs INFID tahun 2022, mengidentifikasi beberapa perkembangan terkini yang menentukan nasib masa depan banyak orang.

Pertama, situasi demografi Indonesia masa kini yang mengalami gelembung kohort usia 18-30 tahun, yang amat berarti bagi lansekap tenaga kerja, mobilitas sosial, dan prospek kemasyarakatan di masa depan.

Kedua, tendensi ketimpangan sosial-ekonomi yang semakin lebar, jika mis-match antara pendidikan dan pasar tenaga kerja, dan ketimpangan kualitas pendidikan antar daerah gagal masih berlangsung tanpa pengurangan yang signifikan.

Ketiga, kehadiran Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang patut disyukuri sebagai kebijakan baru Indonesia dalam mencegah dan menghapuskan kekerasan seksual. Meskipun di lain sisi, partisipasi angkatan kerja perempuan masih dua pertiga dibanding laki-laki dalam satu dekade terakhir.

Keempat, penguatan peran lembaga swadaya masyarakat dalam mengawal pembangunan. Ekonomi yang maju tanpa sektor social seperti CSO/NGO adalah bahaya karena sistem berjalan tanpa keseimbangan dan pasar berjalan tanpa akuntabilitas. Demikian juga dengan demokrasi. Demokrasi Tanpa peran dan kekuatan sektor sosial/CSO adalah demokrasi semu- karena suara dan aspirasi warga akan mandeg, sebab kanal politik perlu terbuka luas agar demokrasi mampu memecahkan masalah warga.

Perkembangan situasi-situasi tersebut perlu menjadi kepedulian pihak-pihak yang menentukan hajat dan keberlangsungan masyarakat, seperti pemerintah, bisnis, lembaga swadaya masyarakat, ataupun ilmuan. Sebab, tanpa kolaborasi dan pembagian peran dalam merespon tantangan kontemporer, maka hajat dan keberlanjutan masyarakat sipil beresiko mengalami kemunduran.

Baca Juga  MUI Tolak Rencana Pemerintah Srilanka Mengkremasi Jenazah Covid-19
***

Dalam kesempatan ini, Kepala Sekretariat SDGs Kementerian PPN/Bappenas RI, Vivi Yulaswati menggarisbawahi pentingnya penurunan ketimpangan antar daerah dan keterlibatan multi-pihak sebagai kunci penting bagi pembangunan berkelanjutan. Pandemi tahun 2020 telah meninggalkan pekerjaan rumah. Ketimpangan ekonomi antar daerah dan kelas, yang mulanya perlahan telah ditangani, kini kembali terbuka lebar akibat pandemi. Pertumbuhan ekonomi yang mulanya ditargetkan 5.7%, kini membutuhkan angka 6.0% agar bisa mengejar pekerjaan rumah pasca-pandemi.”

Dalam konteks ini, BUMN, sebagai induk institusi bisnis-bisnis di bawah naungan pemerintah memiliki posisi yang cukup sentral. Asisten Deputi Bidang Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan Kementerian BUMN RI, Edi Eko Cahyono menjelaskan, “penguasaan usaha yang menyangkut hajat orang banyak, berperan besar dalam menentukan pemerataan dan keadilan ekonomi. Dua konsern utama BUMN saat ini adalah sosial dan lingkungan. Perusahaan-perusahaan besar seperti Pertamina mungkin berkontribusi signifikan bagi perekonomian nasional, tetapi banyak juga perusahaan-perusahaan BUMN lain yang ukurannya mungkin lebih kecil, namun banyak bersentuhan dengan masyarakat.”

“Ini banyak kita dorong, salah satunya melalui pembinaan-pembinaan UMKM, dan pelancaran akses stimulus. Tahun 2021, total pendanaan umkm yang telah tersalurkan sebanyak 1.3 trilium.” tuturnya.

Edi menegaskan, “jadi kita melakukannya dari dua arah, yakni tidak hanya pendanaan tapi juga pendidikan dan pelatihan. Namun dimensinya tidak berhenti sampai disitu saja. Dampak dari kegiatan usaha juga menjadi perhatian BUMN dengan, misalnya, memberikan pelatihan atau pendidikan tentang pengelolaan sampah. Ketika ada inisiasi-inisiasi, pertimbangan kami pertama adalah, apakah itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat? Kemudian, dampak lingkungannya apa?”

Di sektor demokrasi, inisiasi-inisiasi dalam menjaga demokrasi juga telah dan mulai digalakkan oleh pemerintah, meskipun akhir-akhir ini muncul pandangan tentang kemunduran demokrasi di Indonesia. Salah satu aspek yang mendapat perhatian adalah mengenai kebebasan berpendapat. Beberapa regulasi dinilai memiliki peran yang amat terpusat dalam menentukan aturan main kebebasan berpendapat di Indonesia.

Baca Juga  Faqihuddin Abdul Kodir Sampaikan Sembilan Poin Tentang KUPI
***

Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani, menerangkan “Data terbaru indeks demokrasi Indonesia, indonesia menjadi peningkatan terbesar pada negara-negara ASEAN. Dimana aspek kebebasan sipil juga mengalami perbaikan dan membaik. Kebebasan sipil ini dibarengi oleh peran Pemerintah, dimana ada perubahan dan revisi UU ITE, begitu juga ada amnesti bagi korban UU ITE. Jadi, pemerintah juga melakukan sesuatu.”

Di tataran peran kemasyarakatan, proaktif dari lembaga swadaya masyarakat amat dibutuhkan untuk mengawal agenda-agenda yang menyangkut nasib banyak orang. Khairani Arifin menjelaskan salah satu peran yang telah dilakukan INFID, “INFID masih menjalankan program sesuai dengan mandat walaupun banyak kritik yang diajukan. Sejauh ini masih sesuai mandat. Ada HAM dan Demokrasi, SDGs, Ketimpangan dan Keadilan sosial dan Keadilan Gender.”

“Yang paling mencolok adalah peran INFID pada SDGs dapat dikatakan sebagai pionir, kolaborasi dengan stakeholder (pemerintah, anggota, dll) untuk mendorong tercapainya SDGs. Kemudian, untuk mendorong Kota Ramah HAM, ini kita lihat baik ketika banyak kota yang menjalankan prinsip HAM, sehingga dapat mendorong kota ramah ham dalam kesejahteraan masyarakat. Hal ini juga mendorong prinsip-prinsip Business and human rights.” Pungkas Khairani.

Akan tetapi, peran-peran serupa bukan tanpa tantangan. Sebagaimana kesaksian Nila Wardani, “CSO dalam demokrasi di daerah seringkali ada kesenjangan. Di Tingkat nasional, gema suara sudah cukup kuat namun kalau di daerah masih butuh effort yang banyak. Saya sangat bersyukur dapat berjejaring di tingkat nasional. Perlu ada upaya yang dilakukan untuk menerjemahkan hal-hal yang terjadi di tingkat nasional ke tingkat daerah. Tingkat kepedulian untuk membuka ruang untuk CSO di daerah masih banyak PRnya misalnya terjemahan diksi yang harus sama.”

Baca Juga  Haedar Nashir: Pentingnya Etos Kapitalisme Islam

Reporter: Ayunda N. Fikri & Tim INFID
Editor: Yahya FR

Avatar
1343 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Savic Ali: Muhammadiyah Lebih Menderita karena Salafi Ketimbang NU

2 Mins read
IBTimes.ID – Memasuki era reformasi, Indonesia mengalami perubahan yang signifikan. Lahirnya ruang keterbukaan yang melebar dan lapangan yang terbuka luas, nampaknya menjadi…
Report

Haedar Nashir: dari Sosiolog Menjadi Begawan Moderasi

2 Mins read
IBTimes.ID – Perjalanannya sebagai seorang mahasiswa S2 dan S3 Sosiologi Universitas Gadjah Mada hingga beliau menulis pidato Guru Besar Sosiologi di Universitas…
Report

Siti Ruhaini Dzuhayatin: Haedar Nashir adalah Sosok yang Moderat

1 Mins read
IBTimes.ID – Siti Ruhaini Dzuhayatin Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyebut, bahwa Haedar Nashir adalah sosok yang moderat. Hal itu terlihat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *