Perspektif

Komitmen Menjalankan Amanat

3 Mins read

Khalid bin Walid ketika memutuskan masuk Islam, dikenal sebagai panglima perang yang ditakuti lawan. Rasulullah menjulukinya sebagai Syaifullah (pedang Allah). Perluasan Islam hingga ke Mesir, Irak, dan Syam di masa Khalifah Umar bi Khattab, tidak lepas dari kiprah dan kegagahan Khalid. Tetapi dalam penaklukan Syam, Khalid tiba-tiba dicopot Umar dari jabatanya sebagai panglima perang.

Apa sikap Khalid? Dia dengan ikhlas menerimaya, tanpa pembangkangan. Khalid bahkan berkata, “Aku berperang bukan karena Umar, tetapi karena Allah”. Inilah Mutiara akhlak sekaligus ihsan dalam diri Khalid dan para pejuang Islam yang menjadi contoh dalam menjalankan amanat.

Peristiwa Perang Uhud

Ada peristiwa lain, dalam peristiwa perang Uhud tahun ketiga hijriyah, umat Islam mengalami kekalahan. Para pasukan panah tidak taat pada perintah, lantas turun dan sebagian berebut harta rampasan perang (ghanimah). Umat Islam dipukul mundur dan kalah. Para pejuang Islam banyak yang terbunuh termasuk Hamzah, paman nabi yang gugur menjadi syahid.

Rasulullah juga terluka dalam peperangan tersebut. Bahkan ada yang memberi informasi nabi meninggal dalam peperangan tersebut, pasukan yang tersisa kepanikan. Melihat kejadian tersebut, Rasulullah melakukan konsolidasi dengan pasukan yang ada agar tidak kembali atau mundur dari musuh.

Rasulullah mengambil pedang kemudian diangkat dan berseru memberi semangat kepada pasukan. Siapa yang yang berani mengambil pedang ini? semua saling berebut. Rasulullah kemudian bertanya, siapa yang berani mengambil pedang ini? Mayudu minni bi-haqqihi? Akhirnya seorang sahabat, Abu Dujanah, mengambilnya dan lari ke tengah-tengah musuh, yang diikuti sisa pasukan. Terjadilah pertempuran dan akhirnya pasukan musuh menarik diri dari pertempuran, kaum muslimin tidak jadi mengalami kekalahan. Abu Dujanah pun gugur di medan Uhud Bersama Hamzah bin Abi Thalib keduanya sama-sama syahid di medan perang.

Baca Juga  Bagaimana Agama Bisa Menjawab Tantangan di Era Modern?

Peristiwa panglima Khalid dan perang Uhud, mengisyaratkan sebuah amanah yang harus dijalankan dengan penuh pengorbanan, tanggungjawab, dan keikhlasan. Bukan sekadar sanggup menyatakan sanggup dengan amanah. Amanah bukan dikejar, apalagi diminta-minta dan diperebutkan dengan cara-cara yang penuh ambisi. Ambisi membuat amanat yang tidak terlaksanakan, bahkan terkhianati karena dikejar hal-hal yang bersifat duniawi.

Islam Mewajibkan Menjalankan Amanat

Amanat (al-amanat) akar katanya dari “amana”, percaya. Amanat berkaitan dengan kepercayaan, yakni sesuatu yang diberikan kepada seseorang untuk ditunaikan sebagaimana mestinya.

Al-Hufy menjelaskan ada dua arti amanat. Dalam arti khusus, amanah ialah pengembalian sesuatu yang dititipkan orang kepada yang empunya. Orang yang dititipi harus merawat dan bertanggungjawab, kemudian mengembalikan kepada yang menitipkannya. Dia tidak boleh menyalahgunakannya, merusaknya, apalagi menghilangkan barang yang dititipkanya. Ujian dia adalah bersikap amanat atau tidak terletak pada kepercayaan dalam menjaga amanat itu

Dalam arti umum, hal-hal yang berkaitan dengan segala sesuatu yang harus dijaga keterpeliharaanya, sebutlah menjaga rahasia, ikhlas dalam memberikan nasihat kepada orang yang meminta, dan benar-benar menyampaikan sesuatu yang ditugaskan atau dititipkan kepadanya untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Allah berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.(An-Nisa: 58).

Quraisy Shihab menjelaskan, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman, untuk menyampaikan segala amanat Allah atau amanat orang lain kepada yang berhak secara adil. Jangan berlaku curang dalam menentukan suatu keputusan hukum. Ini adalah pesan Tuhan, maka harus dijaga dengan baik. Karena merupakan pesan terbaik yang diberikan-Nya kepada kalian. Allah selalu Maha Mendengar apa yang diucapkan dan Maha Melihat apa yang dilakukan.

Baca Juga  Prancis vs Islam: Fakta Eksklusivisme di Balik Pertikaian

Dia mengetahui orang yang melaksanakan amanat dan yang tidak melaksanakannya, dan orang yang menentukan hukum secara adil atau zalim. Masing-masing akan mendapatkan ganjarannya.

Amanat Membawa Kemaslahatan

Sejak muda Nabi sudah dikenal sebagai pemegang amanat yang terpercaya. Salah satu peristiwa yang paling terkenang adalah ketika para kabilah Quraisy berselisih tentang siapa yang harus mengangkat dan meletakkan hajar aswad (batu hitam) dalam pembangunan Ka’bah. Yaitu siapa suku yang berhak mengangkat batu hitam.

Para pemimpin kabilah menyampaikan yakni bertekad saling mempertahankan haknya sampai menumpahkan darah. Melihat para kabilah berebutan untuk meletakan hajar aswad, maka mereka bersepakat, siapa saja yang masuk pintu masjid Ka’bah, maka dialah yang mempunyai kewenangan untuk memutuskan perkara.

Keesokan harinya, sudah ada sosok laki-laki yang sudah duduk di masjid. Dialah Muhammad. Pemuda yang dikenal dengan kesantunannya, akhirnya Muhammad diberitahu kasusnya dan diminta keputusanya. Kemudian Muhammad meminta satu helai kain dan meletakan hajar aswad di tengah kain kemudian para kabilah mengangkat bersama. Setelah itu, Muhammad meletakkan hajar aswad di bagian sudut Ka’bah dan akhirnya semua kabilah merasa puas dengan keputusan tersebut.

Amanat sangatlah mahal. Maksudnya, tidak sembarang orang memperoleh amanat. Banyak orang yang mudah sekali menyebut amanat, padahal yang paling sulit adalah menjalankannya. Banyak orang memperoleh amanat, tetapi tidak banyak orang yang mampu menjalakannya dengan baik.

Padahal kalo kita pahami, banyak mutiara berharga tentang praktik amanat. Apabila kita menjalankan amanat dengan jiwa ikhlas, maka banyak keuntungan yang kita dapat, baik secara pribadi dan bersama. Secara pribadi, kita akan mulia dihapan Allah dan menjadikan hidup semakin berkah, secara umum, kita bisa memberikan kabaikan kepada banyak orang dan ini menjadi amal jariah yang tak terputus.

Baca Juga  Memelihara Solidaritas Antaragama dengan Pancasila
Editor: Yahya FR
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds