Feature

KOMPETISI

2 Mins read

Membuktikan diri sebagai juara dan mengalahkan orang lain itu animal instinct yang tertanam dalam diri manusia. Tidak ada yang bisa mengelak dari “kutukan” ini. Dalam berbagai bentuknya, setiap orang punya kecenderungan untuk menunjukkan dirinya sebagai yang terhebat. Bahkan manusia terlemah pun tidak bisa lolos dari imajinasi untuk menjadi pemenang. Nietszche menggambarkan “kodrat” manusia ini dengan istilah “will to power”.

Peradaban manusia memiliki caranya untuk mengkanalisasi animal instinct ini. Era Romawi Kuno, terutama di era Julius Caesar, mencatat pertarungan berdarah yang disebut gladiator. Sekalipun pada awalnya ini menjadi ritual pemakaman kelas bangsawan, pada akhirnya dia berubah menjadi pertandingan hidup mati untuk menentukan “the last man standing” yang layak dipuja-puja oleh para penonton seisi colosseum.

Olimpiade juga adalah salah satu cara manusia untuk mengatur hasrat untuk menjadi sang juara. Event olimpiade punya sejarah yang sangat panjang sejak ribuan tahun lalu, tepatnya pada 776 SM. Ia berasal dari pedesaan Olympia Yunani Kuno. Event ini didekasikan untuk menghormati Dewa Zeus. Olimpiade diselenggarakan untuk mencari apa yang disebut “manusia unggul” melalui sebuah kejuaraan. Coroebus, seorang pembuat roti, tercatat sebagai manusia pertama yang memenangkan Olimpiade 776 SM itu. 

Sekalipun pada 391 M penyelenggaraan olimpiade pernah dilarang oleh Kisar Romawi Kristen, Theodosius, karena dianggap sebagai sisa-sisa ritual pagan, namun tunas olimpiade terus tumbuh. Hasrat manusia untuk menjadi juara terus mencari cara untuk bisa diwujudkan. Akhirnya, pada 1896, Kota Athena, Yunani, menjadi saksi penyelenggaraan olimpiade modern pertama yang terus berlanjut hingga kini.

Saat ini, istilah olimpiade memiliki gengsinya sendiri. Orang yang juara di event olimpiade dianggap sebagai manusia unggul sejagad. Sebegitu gengsinya, istilah ini kemudian digunakan untuk berbagai ragam perlombaan yang diniati sebagai event bergengsi.

Baca Juga  Lailatul Fithriyah, Penemu Metode TQT Wakili Jawa Timur di Ajang Penyuluh Agama Islam Award 2024

Hari ini, Direktorat Diktis, Ditjen Pendis, Kemenag RI, menyelenggarakan sebuah olimpiade yang diberi nama OASE (Olimpiade Agama, Sains, dan Riset). UIN Syarif Hidayatullah menjadi tuan rumah penyelenggaraan event dua tahunan untuk mencati mahasiswa-mahasiswa unggul di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam se-Indonesia. 

Tak ada ritual persembahan kepada Dewa Zeus, tak ada pula ketelanjangan tubuh. Yang ada hanyalah kompetisi yang diperuntukkan bahwa para mahasiswa PTKI untuk membuktikan diri bahwa mereka adalah bibit-bibit unggul di bidang ilmu agama dan sains, yang siap mendedikasikan dirinya untuk keunggulan Indonesia di masa depan. 

Saya ingin mengucapkan selamat berlomba pada seluruh peserta. Sekalipun saya tidak bisa hadir di pembukaan, hati saya ada bersama kalian. Jiwa saya bergemuruh di tengah-tengah kalian. Jika ada pesan yang sungguh-sungguh ingin saya sampaikan, itu adalah “Berkompetisilah sekeras mungkin, tapi jangan lupa untuk berkolaborasi.”

Berkali-kali kita diingatkan oleh pimpinan kita, Gus Men Yaqut Cholil Qoumas, bahwa pendidikan adalah jalan panjang membangun peradaban. Jika sekedar ingin cepat, silakan jalan sendiri. Tapi jika kalian ingin berjalan jauh, kalian harus bergandengan tangan bersama. Itulah kolaborasi.

Masa depan tidak ditentukan oleh para juara yang selfish. Masa depan dibangun dan ditentukan oleh para manusia unggul yang sanggup merentangkan tangannya untuk saling bergandengan dan berangkulan.

Saya sangat terharu nasihat seorang ayah kepada putrinya di hari kelulusan sang putri: “Nak, go into the world and do well. But more importantly, go into the world and do good.” Jika kalian menjadi juara di perhelatan OASE 2023 tahun, maka ingatlah, ada yang lebih penting dari sekedar menjadi manusia juara, yaitu menjadi manusia baik.

Baca Juga  Awal Ramadhan 1445 H di Indonesia, Mungkinkah Serentak?
Ahmad Zainul Hamdi
27 posts

About author
Pimpinan Umum Arrahim.id; Direktur Moderate Muslim Institute; Senior Advisor Jaringan GUSDURian Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Pada Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag RI
Articles
Related posts
Feature

Bukankah Dia Manusia?

3 Mins read
Potongan kalimat judul di atas, diambil dari potongan hadis ketika Nabi dan para sahabatnya sedang berbincang-bincang, dan seketika itu lewatlah pembawa jenazah…
Feature

Haji Rasul dan Polemik “Berdiri” Pembacaan Maulid Nabi di Minangkabau

3 Mins read
Diskursus polemik “berdiri” pembacaan Maulid Nabi ini mulai muncul kepermukaan masyarakat Minangkabau, ketika pada tahun 1914, kali pertama Abdullah Ahmad menerbitkan tulisannya…
Feature

Belajar dari Kosmopolitan Kesultanan Malaka Pertengahan Abad ke15

2 Mins read
Pada pertengahan abad ke-15, Selat Malaka muncul sebagai pusat perdagangan internasional. Malaka terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia, dengan luas wilayah 1.657…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds