Sebelum Islam datang kondisi geografis Jazirah Arab tidaklah seperti sekarang ini. Dahulu, kawasan Jazirah Arab sebagian besar tanahnya berupa hamparan gurun pasir yang disebut Badiyat Asy-Sya’in, Perbukitan batu dinamakan Arabia Petraea, hingga Arabia Felix, atau bumi hijau.
Kondisi geografis Jazirah Arab seperti demikian sebelum Islam datang, hingga akhirnya daerah tersebut sering dikenal dengan sebutan tanah gundul, padang pasir, hingga tanah gersang. Sebutan dan istilah ini sudah diberikan sejak dahulu kepada Jazirah Arab. Arab menurut bahasa berarti, tanah gundul, padang pasir, gersang, dan tiada air, maupun tanaman.
Kategorisasi Geografis Jazirah Arab
Hal ini diungkap dan dibahas secara jelas dan lengkap oleh Nourauzzaman Shiddieqie dalam bukunya Pengantar Sejarah Muslim. Di halaman 78-81, beliau menyebutkan bahwa para ahli bumi zaman dahulu seperti Deodore, Strab, dan Ptolemeus membagi Jazirah Arab berdasar karakter tanahnya atas tiga bagian yaitu:
Pertama, diberi nama Arabia Petraea, yaitu daerah-daerah yang berbukit-bukit batu memanjang dari Semenanjung Sinai, Pakistan yang sejajar dengan Laut Merah. Pegunungan batu membujur Laut Merah di bagian utara Midran mencapai ketinggian 3000 meter, sedang bagian selatan berada di puncak Gunung Jabal Nabi Syu’aib mencapai 4000 meter. Adapun pegunungan batu di As-Sarah, Hijaz mencapai 3.300 meter lebih.
Kedua, wilayah yang sebagian besar terdiri gurun pasir yang dinamakan Arabian Desertae. Sedangkan Steppe adalah daratan yang melingkari pegunungan, dan ditutupi oleh pasir yang di bawahnya mengandung air. Di daerah Steppe atau Darah, terdapat mata air yang bisa dijadikan tanah pertanian, dan ladang-ladang tempat orang Arab menggembalakan ternaknya. Tanah pertanian dan ladang tempat menggembala ternak tersebut disebut Wadi atau Oasis.
Di daerah Wadi inilah nantinya dibangun desa-desa untuk dijadikan sebagai tempat tinggal sementara bagi orang-orang Arab yang nomaden itu. Wadi-wadi ini menjadi tempat persinggahan para pedagang dan jemaah haji. Beberapa wadi yang terkenal, yaitu: wadi Sirhan, Wadi Rummah, Wadi Dawasir, dan Wadi Aflaj yang terdapat sebuah waduk.
Ketiga, Arab Felix, yang dalam bahasa Arab disebut Al-Bilad As- Sai’dah, atau sering disebut juga Al-Ardi Ar-Khadira’ (bumi hijau). Dinamakan Al-Ardi Ar-Khadira’ (bumi hijau) karena banyaknya pepohonan dan rerumputan tumbuh dengan subur. Arabia Felix terletak di bagian selatan Semenanjung Arab, yang terbentang dari Yaman sampai ke Oman. Kawasan ini disebut sering mendapat curahan hujan tinggi hingga membuat daerah tersebut subur. Sana’a sebagai ibukota Yaman terletak pada ketinggian 2000 meter dari permukaan laut yang disebut juga sebagai salah satu kota terkaya dan terindah di sepanjang Semenanjung Arabia.
Macam-Macam Gurun Arab
Di kawasan Jazirah Arab banyak di jumpai gurun pasir. Gurun pasir Syiria salah satunya yang disebut Badiyat asy Sya’in. Bagian dari gurun pasir ini biasanya dikenal dengan nama Al-Hamad. Sementara di bagian selatan, tanah Steppe Mesopotamia sering disebut Badiyat Al-Traq atau As-Samawah.
Tanah-tanah gurun ini dibagi tiga macam,
1. Gurun Pasir Nufud. Sebagian besar permukaan tanahnya ditutupi oleh pasir putih, dan pasir berwarna kemerah-merahan. Daerah ini terluas di Jazirah Arab bagian Utara yang disebut dengan Al-Badiyah, atau dinamakan Ad-Dahna. Daerah gurun pasir Nufud beriklim kering. Tetapi menariknya ketika musim dingin tiba, hujan turun di kawasan ini menjadikan Gurun Nufud hamparan rerumputan hijau dan juga sebagai tempat bagi domba serta unta mencari makan.
2. Ad-Dahna (tanah merah), yang sebagian besar permukaan tanahnya ditutupi oleh pasir berwarna merah. Gurun ini terbentang hingga 900 kilometer. Bagian barat Gurun Ad-Dahna, disebut Al-Ahqaf (tanah kering). Fenomena menarik tiba saat musim hujan, Ad-Dahna berubah menjadi ladang ternak selama beberapa bulan. Namun, saat musim kemarau datang daerah ini tidak bisa sebagai tempat tinggal.
3. Al-Harah, yaitu pecahan-pecahan lava yang sudah menyusut dan menutupi batu-batu pasir di daerah vulkanik. Ia terletak di bagian barat dan tengah Semenanjung Arab, yang terbentang sampai Hawran.
Iklim Jazirah Arab Sebelum Masuknya
Iklim Jazirah Arab sebelum masuknya Islam sebagian besar bersifat kering dan panas. Perbedaan suhu panas antara siang dan malam yang cukup besar memberi pengaruh besar pada kondisi geografis Jazirah Arab yang sebagian besar terdiri dari perbukitan batu dan gurun pasir. Dampaknya, tanah di Jazirah Arab menjadi gersang akibat jarang hujan dan tanah tidak menyerap air. Jika hujan datang, airnya menjadi air bah (Suyul), maka tidak heran seringkali Mekkah terendam air karena air bah.
Kejadian tersebut masih berlangsung sampai waktu lahirnya Nabi Muhammad SAW. Mekkah masih merupakan wilayah berkembang walaupun telah dihancurkan air bah. Jazirah Arab dikenal beriklim panas dan kering dengan kondisi geografis yang sebagian besar terdiri dari perbukitan batu dan gurun pasir mampu memberi pengaruh pada bentuk fisik dan watak masyarakat Arab Jahiliyah Pra-Islam.