Report

Konsep Hilah, Manipulasi Syariat yang Diperbolehkan dan Tidak Diperbolehkan

2 Mins read

IBTimes.ID – Hilah adalah salah satu konsep fikih yang tidak populer di masyarakat. Menurut Ustadz Qaem Aulassyahied, hilah terbagi menjadi dua, yaitu hilah yang masyru’ (dibolehkan oleh syariat) dan ghoiru masyru’ (dilarang oleh syariat).

Dalam forum Kramat (Kajian Rabu Malam AMM Bantul) yang digelar secara daring pada Rabu (20/10) tersebut, Ustadz Qaem menyebut bahwa ada beberapa hal yang bisa merusak syariat, salah satunya adalah hilah.

Hilah berasal dari kata al-ihtiyal (tipu muslihat, tipu daya, kelicikan). Hilah juga bisa diartikan dengan kepintaran, kecerdasan, dan kecerdikan. Namun, mayoritas istilah hilah mengandung konotasi negatif.

Secara istilah, hilah berarti sesuatu yang mengantarkan kepada tujuan yang tersembunyi. Menurut Ibnu Taimiyah, konsep hilah berarti perbuatan yang tujuannya adalah menggugurkan yang wajib atau menghalalkan yang haram dengan melakukan hal yang dibolehkan tetapi tujuannya tidak benar. Orientasi dari hilah adalah melakukan perbuatan yang sebenarnya benar, tetapi ditujukan untuk maksud yang salah.

Perbuatan hilah diceritakan dalam surat Al-Baqoroh ayat 8 yang berbunyi:

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَبِٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ

Artinya: “Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian,” pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.”

Contoh dari perbuatan hilah adalah orang-orang Yahudi yang dilarang untuk memperjual belikan lemak sapi dan kambing. Orang-orang Yahudi tersebut kemudian mencairkan lemak tersebut dan memperjual belikannya, dengan alasan hanya memperjual belikan cairan, bukan lemak. Perbuatan tersebut, dalam sebuah hadis, dilaknat oleh Allah.

Dalam hadis lain, imbuh Ustadz Qaem, laki-laki yang menikahi perempuan yang telah diceraikan selama tiga kali oleh suaminya, tetapi laki-laki tersebut menikah karena telah bersepakat dengan suami perempuan yang ia nikahi sebelumnya. Tujuannya adalah agar suami yang pertama tadi bisa rujuk ke istri yang telah ia ceraikan. Mengingat, ketika ditalak tiga kali, seorang perempuan tidak boleh rujuk kepada suami sebelum ia menikah dengan laki-laki lain terlebih dahulu.

Baca Juga  Muhadjir Ajak Intelektual Muda Muhammadiyah Rebut Beasiswa LPDP

“Orang yang bersepakat dengan suami pertama, menikahi mantan istrinya untuk diceraikan lagi, dengan tujuan agar istrinya bisa dinikahi lagi oleh suami pertama. Ini hilal yang terlarang,” ujar Ustadz Qaem.

Ia memberikan contoh lain dalam konteks zakat. Ketika seseorang memiliki 40 kambing, maka ia wajib mengeluarkan zakat satu ekor kambing. Sedangkan ketika ia memiliki 120 kambing, maka ia wajib mengeluarkan zakat dua ekor kambing. Perbuatan hilal adalah ketika ada dua orang yang masing-masing memiliki 40 ekor kambing, kemudian bersepakat untuk menyatukan kambing mereka.

“Ketika 2 pemilik tadi mengumpulkan kambingnya menjadi 80 ekor kambing, maka mereka hanya wajib mengeluarkan zakat sebanyak satu ekor kambing. Bukan lagi masing-masing satu ekor kambing. Mereka bisa mengurangi pengeluaran zakat mereka, yang awalnya satu orang satu kambing, menjadi satu orang setengah kambing. Itu hilah. Menggabungkan itu boleh. Tapi karena tujuannya buruk, itu menjadi tidak boleh,” tegasnya.

Menurut alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah tersebut, ada 2 unsur yang merusak dari konsep hilah. Pertama, unsur manipulasi dan mempermainkan syariat. Kedua, menjadikan syariat sebagai tunggangan bagi hawa nafsu.

Ia menyebut bahwa belakangan banyak slogan-slogan hijrah dan syariah yang kalau dilakukan secara berlebihan bisa jadi hilah. Misalnya dengan menjual atau mempromosikan brand tertentu dengan embel-embel hijrah atau syariah, sekaligus mengatakan bahwa brand selain brand tersebut tidak sesuai dengan syariah. Jika hal tersebut terjadi, imbuhnya, maka pelakunya masuk dalam kategori hilah. Karena menggunakan konsep syariah dalam Islam untuk kepentingan bisnis.

Hilah juga bisa terjadi ketika seseorang melabeli orang lain dengan kafir dan bid’ah untuk kepetingan tertentu. Termasuk ketika tokoh publik menggunakan label-label Islam untuk mendulang suara dalam kontestasi politik. Misalnya ia menjadi lebih sering menggunakan bahasa agama, menggunakan atribut-atribut agama, dan lain-lain.

Baca Juga  Azyumardi Azra: Pilihan Non-Politik Muhammadiyah Sudah Benar

Di sisi lain, ada beberapa hilah yang diperbolehkan. Ustadz Qaem memberikan contoh dalam kisah Nabi Ayyub. Suatu ketika, Nabi Ayyub mengalami sakit parah. Karena beberapa alasan, ia marah kepada istrinya dan bersumpah akan mencambuk istrinya dengan 100 cambukan. Setelah itu, ketika sembuh, Nabi Ayyub akan mencambuk istrinya.

Karena ada sifat rahmah, maka Allah memberikan solusi kepada Nabi Ayyub. Allah memerintahkan Nabi Ayyub untuk mengambil 100 rumput. Setiap helai rumput tersebut dipukulkan kepada istrinya, sehingga istri Nabi Ayyub tidak merasakan sakit sama sekali.

“Seharusnya Nabi Ayyub mencambuk istrinya karena sudah bersumpah, hukumnya wajib. Tapi dicarikan cara yang lain. Jadi tetap mencambuk, tapi tetap dengan kasih sayang dan tidak menyakiti istri. Ini hilah yang diperbolehkan,” tutupnya.

Reporter: Yusuf

Avatar
1457 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Hamim Ilyas: Islam Merupakan Agama yang Fungsional

1 Mins read
IBTimes.ID – Hamim Ilyas, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyebut, Islam merupakan agama yang fungsional. Islam tidak terbatas pada…
Report

Haedar Nashir: Lazismu Harus menjadi Leading Sector Sinergi Kebajikan dan Inovasi Sosial

1 Mins read
IBTimes.ID – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir memberikan amanah sekaligus membuka agenda Rapat Kerja Nasional Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan…
Report

Hilman Latief: Lazismu Tetap Konsisten dengan Misi SDGs

1 Mins read
IBTimes.ID – Bendahara Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Hilman Latief mengatakan bahwa Lazismu sudah sejak lama dan bertahun-tahun terus konsisten dengan Sustainable Development…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds