Khazanah pengetahuan Islam sejatinya menyimpan sejuta mutiara terpendam yang jarang diketahui oleh muslim itu sendiri. Tulisan ini berupanya membagikan beberapa mutiara pengetahuan dalam logika Islam yang berpengaruh luas kepada konstruksi pengetahuan peradaban manusia.
Memahami konsep-konsep ini penting sebagai dasar untuk mengetahui. Jangan sembarangan mengira bahwa tahu cukup hanya dengan memiliki pengertian atau informasi mengenai sesuatu di dalam pikiran. Lebih dari itu, tahu harus dimengerti sebagai penguasaan kepada berbagai jenis pengetahuan serta fungsinya yang bermacam-macam.
Secara umum, pengetahuan yang diserap oleh akal manusia terbagi menjadi dua jenis. Pertama, pengetahuan universal yang berupa konsep atau pemahaman mengenai sesuatu. Kedua, pengetahuan partikular yang sifatnya kasar atau yang biasanya merupakan apa yang kita dapat langsung dari persepsi secara mentah.
Dalam tulisan ini, kami akan membahas secara khusus konsep universal dan mengkaji konsep partikular di dalam tulisan lain. Keduanya memang berkaitan, namun pembahasan yang mendalam pada masing-masing dibutuhkan agar menghindarkan diri dari suatu kerancuan konseptual.
Konsep Pengetahuan Akal Universal Pertama (Ma’qulat Ula)
Konsep universal atau pengetahuan abstrak mengenai sesuatu dapat dibagi menggunakan dua dasar. Dasar pertama adalah tingkat abstraksi. Hal ini merujuk pada apakah ia hasil dari pelucutan kesamaan (abstraksi) langsung kepada yang partikular/individual di alam eksternal, ataukah secara tidak langsung (abstraksi pada hasil abstraksi pertama tadi).
Adapun partikular atau individual adalah segala apa yang ada dalam nyata dan memiliki identitas. Mereka bukan sekedar konsep yang ada dalam pikiran, tapi yang memang ada wujudnya. Contoh tas kulit Andi, Andi sendiri dan rumah Andi. Tiga contoh itu masing- masing adalah contoh individu atau partikular bagi konsep tas, manusia dan rumah.
Konsep universal adalah abstraksi dari individu-individu yang sama. Misal, tas kulit Andi, tas ransel lusuh Ayah, dan tas merk Versace yang tadi kita lirik namun tidak mampu kita beli. Dengan memikirkan tas-tas itu, kita dapat menarik kesamaan di antara mereka yang menjadi ciri atau esensi bagi tas. Dalam contoh ini kita simpulkan: tas adalah sesuatu yang membantu membawa barang-barang.
Contoh lain yang bisa kita diskusikan adalah manusia. Konsep itu adalah hasil abstraksi dari Ammar, Sulaiman, Hasan, dan manusia-manusia lain. Kita bisa bayangkan bahwa semua individu itu adalah makhluk yang mampu bergerak bebas seperti hewan namun diberkahi akal sehingga dapat mengatur nafsu dan berpikir kreatif.
Contoh-contoh yang telah kita diskusikan sejak tadi, sering dirujuk sebagai konsep universal pertama esensial atau ma’qulat ula mahawiyah. Penyebutan pertama dan esensial jelas karena konsep ini diproduksi dari hasil abstraksi pertama kepada individu yang nyata dan membahas tentang esensi atau ke-apa-an sesuatu.
Dikarenakan hasil abstraksi langsung kepada partikular di alam eksternal, maka ia bisa kembali dipredikasikan (disematkan) pada segala yang ada di alam nyata, karena individu yang mengandung konsepnya memang ada alam nyata. Manusia, misalnya, terkandung dalam Ammar, Sulaiman dan manusia lainnya. Demikian pula tas versace dan tas Andi mengandung konsep tas.
Konsep Pengetahuan Akal Universal Kedua (Ma’qulat Tsanawiyah)
Dasar kedua dari pembagian konsep-konsep universal ialah predikasinya atau penyematannya. Maksudnya, ada konsep universal yang dapat dipredikasi pada individu di alam nyata, dan ada konsep universal yang tidak dapat dipredikasi kepada individu di alam eksternal, melainkan hanya dalam pikiran. Kombinasi dari keduanya (i.e. tingkat abstraksi ini dan predikasinya) yang membagi konsep-konsep universal.
Adapun konsep universal kedua adalah hasil abstraksi dari abstraksi. Maksudnya, untuk melahirkan konsep universal kedua kita tidak mengabstraksi dari manusia-manusia yang nyata atau tas-tas yang memang ada, melainkan kita mencoba mengabstraksi konsep-konsep abstraknya tadi yaitu manusia dan tas.
Pembagian Konsep Universal Kedua
Sebelum lebih jauh, harus dipahami dahulu pembagian dari konsep universal kedua. Disini terbagi menjadi dua, yaitu konsep universal kedua logis dan filosofis.
Konsep kedua logis (ma’qulat tsanawiyah mantiqiyah) adalah hasil abstraksi tingkat kedua yang berlaku pada konsep di dalam pikiran, misalkan universal dan partikular.
Kita mustahil menemukan manusia yang universal di alam nyata, melainkan hanya dalam pikiran. Demikian pula konsep manusia yang partikular, atau konsep Hasan dan Sulaiman hanya ada dalam benak. Ingat konsep Hasan dalam pikiran dengan Hasan sebagai individu yang nyata merupakan dua hal yang berbeda.
Kata lain yang bisa lebih mudah kita pahami sebagai konsep logis adalah benar dan salah. Masing-masing hanya dapat kita sematkan pada kualitas pernyataan yang ada dalam pikiran kita. Sementara tidak ada di dunia nyata makhluk yang bernama benar dan salah melainkan mereka hanya ada sebagai kesimpulan atas pernyataan yang sedang dinilai dalam pikiran.
Adapun konsep universal kedua filosofis (ma’qulat tsanawiyah falsafiyah) adalah hasil abstraksi tingkat kedua yang bisa kita predikasikan kepada individu di realitas. Hal ini wajar karena ia didapat dengan biasanya mengamati hubungan antara dua hal nyata. Misalkan gelap dan takut ketika dipahami akan menghasilkan konsep sebab dan akibat.
Bahwa sebab gelap, berakibat pada rasa takut. Pun contoh lain seperti api yang menjadi penyebab, dan terbakar sebagai akibat. Dalam kedua contoh itu kita bisa menyematkan kata sebab dan akibat pada fenomena nyata masing-masing di atas.
Contoh lain dari objek akal filosofis adalah bergantung dan mandiri. Kita mengatakan seorang Ibu tidak memerlukan kepada yang lain dan karenanya ia mandiri. Kemandirian itu ada karena kita bandingkan dengan seorang anak yang kondisinya selalu membutuhkan pada yang lain atau bergantung.
Manfaat Memahami Ilmu Ma’qulat
Sebagaimana ditunjukkan para filsuf muslim, bahwa penting memahami perbedaan ma’qulat agar seseorang terhindar dari kerancuan. Beberapa yang sering diwanti-wanti oleh para filsuf muslim adalah kenyataan di antara filsuf barat yang menjadi ateis karena gagal membedakan mana yang merupakan konsep logis, konsep filosofis dan konsep esensial.
Seringnya para filsuf itu menganggap bahwa apa yang logis adalah apa yang nyata. Padahal, konsep-konsep logis dibatasi hanya pada apa yang nyata atau muncul dalam pikiran. Sesuatu yang secara logika tidak terbukti, belum tentu kemudian tidak nyata adanya.
Kerancuan lain yang dimiliki para filsuf barat adalah penggunaan dua konsep universal yang berkontradiksi. Misalkan, menyatakan bahwa Tuhan tidak ada yang sejatinya merupakan pernyataan tidak logis. Sebabnya, jelas bahwa Tuhan itu sendiri secara konsep ialah sebab segala Ada. Mana mungkin sebab dari segala ada itu dihukumi tidak ada?
Editor: Marjuki Al Mujakir