Tasawuf

Konsep Tadabbur dan Tadzakkur Big Data Al-Qur’an (Part 2)

3 Mins read

Tadabbur dan Tadzakkur

Untuk apa big data yang melimpah itu, entah dengan cara dibaca, dihafal, ataupun dinalar. Tetapi, tidak didekati dengan pemahaman, kepekaan serta modifikasi dan adaptasi kreatif tingkat tinggi dalam mengikuti perubahan dan inovasi zaman. Big data yang kita punya harus menjadi konten sekaligus alat untuk mengarungi dunia dalam kebermanfaatan lahir batin. Kebermanfataan ini harus bersifat luas, tanpa sekat, dan pasti bergerak seiring dengan algoritma logika akal sehat, inovatif dan kreatif. Kalau mengacu ke bahasa Al-Qur’an, kebermanfataan big data itu sama dengan keberkahan semesta.

Di dalam Al-Qur’an, keberkahan paling tidak didapatkan pada 10 poin. Yaitu:

  1. Ka’bah (QS. 3: 96)
  2. Kitab (QS. 6: 92; 155; QS. 38: 29)
  3. Nabi Isa As. (QS. 19: 31)
  4. Dzikr (QS. 21: 50)
  5. Rumah/tempat tinggal (QS. 23 :29)
  6. Pohon Zaitun (24: 35)
  7. Tahiyyat Thayyibah dari Allah Swt. (QS. 24: 61)
  8. Pohon Buq’ah (QS. 28: 30)
  9. Malam Laylatul Qadr (QS. 44: 3)
  10. Air hujan (QS. 50 :9)

Keberkahan yang disebut di dalam Al-Qur’an di atas merupakan uraian big data yang dapat menjadi konten sekaligus alat untuk mengarungi dunia dalam kebermanfataan lahir batin. Melalui apakah big data yang kontennya dapat memberkahi itu bisa diperoleh? Dengan bahasa teknis Al-Qur’an, bagaimanakah big data Al-Qur’an dapat diperoleh oleh al-Muthahharun? Jawaban Al-Qur’an adalah melalui tadabbur dan tadzakkur. Jadi bukan sekedar dibaca, dihafal, diceramahkan, dan diamalkan secara konvensional. Tanpa ada inovasi dan kreatifitas. Melainkan, sekali lagi, melalui tadabbur dan tadzakkur.

Bahasa gampangnya tadabbur dan tadzakkur itu bisa diungkapkan dengan ibarat ini: tadabbur adalah cara mendekati big data Al-Qur’an melalui pemahaman dan kepekaan praktis yang visible. Sedangkan tadzakkur adalah cara mendekati big data Al-Qur’an melalui pendekatan modifikasi dan adaptasi kreatif tingkat tinggi dalam mengikuti perubahan dan inovasi zaman.

Baca Juga  Mengapa Muhammadiyah Memakai Hisab?

***

QS. 38: 29 misalnya menjelaskan bahwa Al-Qur’an sebagai big data (kitab) dapat menjadi barakah ketika pengaksesnya memiliki algoritma artificial intelligent (AI) tadabbur dan tadzakkur yang tertanam dalam dirinya. Diri yang sudah tertanam padanya AI itu adalah ulul albab. Bagaimana proses tadabbur dan tadzakkur terjadi? Dalam tadabbur dan tadzakkur sebagai alat dan konten proses perolehan barokah, terdapat dua unsur epistemologi: Pemahaman subjek dan makna dari lafaz Al-Qur’an. Barakah sebagai dampak langsung dari big data Al-Qur’an, dapat bekerja maksimal dan optimal ketika pemahaman dan makna dalam lafaz Al-Qur’an bekerja dalam diri subjek secara koheren. Oleh karena itu, dalam proses mendekati Al-Qur’an, berlaku rumusan berikut ini:

  1. Jika hanya pemahaman yang bekerja, atau
  2. Jika pemahaman dengan makna tidak koheren

Maka, barakahnya juga tidak bekerja. Ini analog dengan salat terus, maksiat jalan (STMJ).

Dalam kaitan ini membaca atau menghafal Al-Qur’an saja, tidak memuat koherensi antara pemahaman dan makna. Unsur pemahaman dan makna tidak bekerja, bahkan bisa terjadi kontradiksi antara pemahaman dan makna. Dari perspektif relasi epistemologi-onotologi-aksiologi, big data Al-Qur’an dengan konten barakah ini membuktikan bahwa relasi ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Dalam konteks logisnya, relasi epistemologi dengan aksiologi bersifat tidak langsung. Sehingga terkadang disebutkan ilmu bebas nilai. Tetapi, sekali lagi, karena puncak big data adalah kalimat tauhid, keseluruhan relasi big data pada diri subjek (epistemologi, diri berpengetahuan) dan relasinya dengan objek (ontologi, alam semesta beserta sistemnya) harus mengarah kepada hukum resiko yang baik dan kreatif. Jika ingin berdampak baik dan shaleh; serta kepada sikap mental dan akhlak yang keratif dan inovatif dalam keberkahan alam semesta.

Baca Juga  Zuhud, Wara’, dan Fakir Progresif

***

Oleh karena itu, tadabbur dan tadzakkur itu hanya bisa dilakukan oleh al-Muthahharun, yang secara teknis aplikatif telah menjadi ulul albab paska instalasi algoritma AI yang hebat dari Tuhan semesta alam. Aapakah algoritma AI dari Tuhan itu? Yaitu, sebagaimana ditegaskan dalam QS. 3: 190-192. Algoritma AI ulul albab adalah:

  • Qiraah teks dan alam semesta
  • Pikir yang dipadu dengan zikir dan zikir yang dipadu dengan pikir
  • Zikir – Pikir – Tasbih; Pikir – Zikir – Tasbih
  • Information Technology (IT) dipadu dengan Ikhlash Technology (IT)

Dalam konteks big data, seorang milenial ulul albab adalah seorang yang dengan kecanggihan dan kreatifitasnya selalu mampu beradaptasi, memodifikasi, dan meluncurkan sebuah data yang dianalisis dan diolah menjadi konten dengan pengelolaan momentum waktu dan pasar yang secara persis tepat.

Inilah ulul albab itu, yang dalam bahasa teknis Al-Qur’an juga berharap menjadi al-Abrar. Yaitu, orang dengan sikap positif dan kesadaran untuk selalu berkomitmen terhadap kebaikan, mengamalkannya dengan konsisten, menginspirasi orang lain untuk melakukan hal serupa, serta menggalang gerakan untuk massifikasi dan pengaruhi khalayak dengan kebajikan.

Related posts
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (3): Praktik Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah tidak menjadikan tasawuf sebagai landasan organisasi, berbeda dengan organisasi lainnya seperti Nahdlatul Ulama. Akan tetapi, beberapa praktik yang bernafaskan tentang tasawuf…
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (2): Diskursus Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah pada awal mula berdirinya berasal dari kelompok mengaji yang dibentuk oleh KH. Ahmad Dahlan dan berubah menjadi sebuah organisasi kemasrayarakatan. Adapun…
Tasawuf

Urban Sufisme dan Conventional Sufisme: Tasawuf Masa Kini

3 Mins read
Agama menjadi bagian urgen dalam sistem kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, pasti memiliki titik jenuh, titik bosan, titik lemah dalam…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds