Perspektif

Konsep Zakat: Solusi di Tengah Pandemi

3 Mins read

Jumlah kasus positif virus corona (Covid-19) di Indonesia hingga Jumat (8/5) secara kumulatif mencapai 13.112 pasien, sementara jumlah pasien meninggal berjumlah 943 orang, dan pasien sembuh mencapai 2.494 orang.

Dengan semakin meluasnya penyebaran covid-19 ini, beberapa daerah dipaksa untuk memperketat pencegahan penyebaran virus dengan menerapkan pembatasan sosial berskala besar. Namun, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sudah diterapkan beberapa daerah di Indonesia ternyata belum mampu menjinakkan virus covid-19.

Penyebarannya yang tergolong masif membuat pemerintah kewalahan dan menebar kepanikan bagi masyarakat. Himbauan agar tidak panik pun bermunculan, masyarakat yang kelaparan akibat imbas dari pemberlakuan PSBB tidak mampu menahan diri.

Bersamaan dengan itu, angka kriminal melonjak drastis. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menyatakan tingkat kriminalitas meningkat selama pandemi corona. Karopenmas Mabes Polri, Brigjen Pol Argo Yuwono menyatakan peningkatan kriminalitas sebesar 19,72 persen dari masa sebelum pandemi.

Perlu adanya kesadaran masyarakat Indonesia untuk sama-sama menahan diri dan berperang melawan virus mematikan ini. Dengan tetap berdiam diri di rumah, menggunakan alat pelindung diri saat terpaksa keluar rumah, dan saling mengasihi sesama manusia, seperti yang ditawarkan konsep zakat.

Jika konsep zakat terimplementasikan dengan baik dan zakat ditunaikan secara sungguh-sungguh, maka gejolak sosial yang muncul akibat pandemi covid-19 akan mudah teratasi.

Zakat merupakan harta yang wajib dikeluarkan oleh umat muslim untuk kemudian diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya, sesuai ketentuan syariah. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, dijelaskan bahwa zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama yang diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Baca Juga  Stocks Slip, Treasuries Rise as Holiday Begins: Markets Wrap
***

Mustahik (penerima zakat) ialah mereka yang disebutkan dalam Al-Qur`an surat At-Taubah ayat 60 “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

Kosakata wajib yang bermunculan dalam setiap penjelasan mengenai zakat menjadikannya sebagai sesuatu yang sifatnya sangat, penting, dan harus di tunaikan. Hal ini juga selaras dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur`an Surat At-Taubah ayat 103: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Allah SWT memerintahkan umat muslim untuk membersihkan diri dan mensucikan harta mereka dengan zakat. Hal ini menandakan bahwa Islam sangat menghormati para mustahik dengan memberikan perhatian yang sama. Bahwa harta bukan sebuah ukuran dala hidup beragama.

Siapa saja yang mau menghibahkan hartanya di jalan Allah SWT maka Allah langsung yang akan membalasnya. Hal ini juga mengajarkan kita bahwa Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi budaya tolong-menolong.

Zakat adalah sarana pengikat yang kuat dalam hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhannya dan hubungan horizontal antara sesama manusia, khususnya antara si kaya dengan si miskin, dan saling memberi keuntungan moril maupun materiil, baik dari pihak penerima (mustakhik) maupun dari pihak pemberi (muzakki).

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang bercorak sosial ekonomi dan sangat kental dengan asas kemaslahatan. Selain itu, zakat juga merupakan manifestasi gotong royong antara para hartawan dengan para fakir miskin. Pengeluaran zakat merupakan perlindungan bagi masyarakat dari bencana, kemiskinan ataupun kelemahan baik fisik maupun mental.

Baca Juga  Indonesia adalah Negara Bangsa, Bukan Negara Agama
***

Ada satu kisah yang menarik yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. tentang zakat, dia berkata: Setelah Rasulullah Saw. wafat dan Abu Bakr r.a.menjadi khalifah, sebagian orang arab ingkar (dalam membayar zakat). (Abu Bakr memutuskan untuk memerangi), kemudian Umar r.a. bertanya, “mengapa Anda memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat itu, padahal Rasulullah Saw. pernah bersabda,’Aku diperintah memerangi manusia kecuali jika mereka mengucapkan Tiada tuhan selain Allah. Siapa yang mengucapkannya maka dia melindungi harta dan dirinya dari seranganku kecuali jika dia berbuat pelanggaran, dan Allahlah yang akan membuat perhitungan amal perbuatannya.” Kata Abu Bakr r.a.:”Demi Allah! Aku akan memerangi orang yang memisahkan shalat dengan zakat, karena zakat adalah kewajiban yang berkaitan dengan harta. Demi Allah! Jika mereka menolak membayar zakat kepadaku berupa seekor kambing yang dulu pernah mereka bayarkan kepada Rasulullah Saw., niscaya aku akan memerangi mereka karena keengganan mereka membayar zakat tersebuut”. Umar r.a. mengatakan:”Demi Allah! Tiada lain kecuali Allah telah membuka hati Abu Bakr r.a. dalam mengambil keputusan untuk memerangi mereka, dan kini aku tahu bahwa keputusan tersebut benar.”[hadis ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari,hadis nomor 1399 dan 1400].

Dari kisah tersebut kita belajar bagaimana khalifah saat itu yang di pimpin Abu Bakr Ash-Shiddiq berupaya mengimplementasikan konsep zakat untuk menjaga keseimbangan hidup sosial ekonomi dan menghindari terjadinya kelaparan akibat kemiskinan.

Konsep subsidi silang seperti yang dicontohkan dalam berzakat sangat mempengaruhi tatanan hidup masyarakat sosial ekonomi. Nyatanya, jika saja zakat mampu terealisasikan dengan baik, kita tidak akan lagi menemukan kesengsaraan, kita tidak lagi menemukan kejahatan, dan kita tidak akan lagi menemukan keserakahan di negeri tercinta ini.

Baca Juga  Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?
Editor: Yahya FR
Avatar
1 posts

About author
Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds