Air merupakan salah satu hal yang esensial dalam kehidupan manusia, terutama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mulai dari bersesuci, ibadah, memasak, menanam dan aktivitas lainnya. Kehidupan manusia sejak dalam alam kandungan sampai alam barzah tidak bisa lepas dari air. Sehingga dapat dikatakan air adalah sumber kehidupan baik di dunia maupun akhirat.
Kondisi Air yang Memprihatinkan
Tetapi, saat ini kondisi air di dunia cukup mengkhawatirkan. Pasalnya sudah banyak riset yang menyampaikan bahwa dunia tengah berada dalam ancaman krisis air. Merujuk pada laporan UN-WATER 2021 sekitar 2.3 miliar orang mengalami water-stressed atau kondisi di mana kebutuhan untuk air mulai berkurang dan kualitasnya mulai menurun. Sekitar 733 juta orang berada dalam keadaan yang rentan terpapar water-stressed cukup tinggi. Sementar itu 3.2 miliar orang yang tinggal di wilayah pertanian terancam mengalami water scarcity atau water shortage atau suatu kondisi di mana air akan mengalami kelangkaan.
Apa yang disampaikan oleh UN-WATER merupakan kondisi aktual yang tengah dihadapi oleh banyak negara dan tentu menjadi sumber keresahan banyak manusia di seluruh dunia, bahwa kita semua terancam kehilangan air. Kondisi tersebut juga tengah menjadi keresahan Indonesia. Menurut laporan dari Bappenas pada 2020 menyebutkan jika pada tahun 2045 Indonesia aka mengalami krisis air. Laporan tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2000 proporsi luas krisis air berada dalam angka 6%, kemudian diprediksi meningkat menjadi 9.6% pada tahun 2045.
Laporan Bappenas diperkuat dengan laporan BPS pada 2020. Pada laporan tersebut menyebutkan jika persediaan air per tahun pada 2035 hanya akan tersisa 181.498 meter kubik, jumlah tersebut jumlah jauh berkurang dari tahun 2010 yang persediaan air per tahun sekitar 465.420 meter kubik. Tentu, bayang-bayang krisis air ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah eksploitasi air secara masif, deforestasi, pencemaran dan sebagai dampak perubahan iklim. Sehingga pembahasan mengenai air menjadi sangat penting dan mendesak untuk segera diupayakan agar mendapat langkah atau pendekatan yang cepat untuk mengatasi krisis air ini.
Dampak Multi-Dimensi Krisis Air
Jika merujuk pada data mungkin kita akan disajikan angka baik dalam luasan maupun jumlah orang yang terpapar krisis air. Tetapi untuk mengetahui krisis air itu nyata atau tidak, kita bisa melihat apa yang ada di sekitar kita dan apa yang telah kita alami serta rasakan. Mengenai kualitas air, apakah ada sungai di kota-kota besar macam Surabaya, Semarang dan Jakarta yang kualias airnya masih bagus? Bahkan sampai di daerah-daerah yang notabene bukan kota besar kualitas air pun kian hari kian buruk.
Tidak hanya soal sungai, warga-warga di perkotaan besar kini juga tengah mengalami water-stressed dan terancam water shortages. Mereka terancam kehilangan akses atas air bersih, karena sudah sulit diakses serta harganya mahal. Mungkin kita bisa tanya pada banyak warga di Kota Surabaya maupun Jakarta. Berapa pengeluaran mereka selama satu bulan untuk mendapatkan akses air bersih.
Jika kita ilustrasikan di dua kota tersebut satu keluarga berjumlah 4 orang dengan penghasilan rata-rata sekitar Rp. 6.000.000. Terkait kebutuhan bulanan air untuk mencuci dan mandi rata-rata dari mereka menggunakan PDAM dengan tarif terendah sekitar Rp.43.000 per-bulan. Sementara untuk mencuci dan minum mereka menggunakan air galon yang secara tarif paling murah sekitar Rp. 6000 per-galon. Jika satu haru kebutuhaannya 2 galon air, maka sehari satu keluarga mengeluarkan siktar Rp. 12.000. Maka setiap bulannya keluarga tersebut harus mengeluarkan uang sekitar Rp. 403.000 untuk kebutuhan air. Maka penghasilan mereka per-bulan untuk air saja berkurang sekitar Rp. 5.597.000.
***
Artinya krisis air akan semakin menambah beban warga, terutama mereka yang berpenghasilan menengah ke bawah. Sehingga kondisi tersebut akan mendorong pemiskinan serta akan semakin merentankan kehidupannya, terutama kebutuhan nutrisi agar tetap sehat. Krisis air akan mendorong orang akan lebih giat bekerja, rentan kelelahan dan sakit, serta akan berpengaruh pada kondisi psikologis.
Secara ekonomi krisis air mendorong kemiskinan, secara mental akan menyebabkan stress serta gangguan psikologis, secara sosial juga akan mendorong konflik di kemudian hari jika air sudah tidak bisa mereka akses. Bahkan yang tidak terpikirkan adalah krisis air akan menyebakan menurunnya kualitas ibadah seseorang.
Dalam konteks gender, keberadaan krisis air juga akan mendorong semakin bertambahnya beban perempuan. Sebab mereka yang paling dekat dengan air, apalagi seorang Ibu. Semakin rentannya rumah tangga, semakin tingginya beban dalam bekerja. Salah satunya untuk memenuhi kebutuhan akan air, yang secara tidak langsung akan menyebabkan stress dan meningkatkan emosi. Hal ini juga menjadi salah satu faktor munculnya gender based violence atau kekerasan berbasis gender.
Fikih Air Mencoba Menjawab Krisis Air
Karena persoalan krisis air yang semakin mengkhawatirkan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih pada Musyawarah Nasional Tarjih 2014 merumuskan suatu terobosan baru dalam hukum Islam untuk memberikan pandangan, serta langkah yang harus diambil dalam menyelamatkan air sebagai sumber kehidupan. Sebab fikih air yang digagas dan dibukukan oleh Majelis Tarjih ini memuat apa yang disebut sebagai nilai-nilai dasar (Al-qiyam Al-asasiyyah), prinsip-prinsip umum (Al-ushul- Al Khuliyat) dan ketentuan hukum (Al-ahkam Al-Far’iyyah).
Secara umum fikih air ini berisi mengenai pandangan Islam dalam persoalan krisis air (islamic worldview) terkait krisis yang dihadapi. Berangkat dari air sebagai karunia Allah, serta manusia tidak bisa membuatnya, maka prinsip menjaga keberlangsungannya adalah suatu kewajiban. Sehingga dapat dimaknai jika air ini adalah merupakan hak semua umat atau common. Sebab sifatnya untuk bersama, maka harus diatur, dijaga dan dilestarikan untuk maslahah ammah atau manfaat untuk semua orang serta berkelanjutan.
Melihat kondisi hari yang terjadi, maka menghentikan eksploitasi atas air dari privatisasi, lalu menyelamatkan air dari pencemaran sebagai implikasi berkembangnya industri, serta upaya memulihkan mata air adalah sebuah keharusan atau kewajiban. Meskipun dalam kaitan ekonomi dikatakan akan memberikan manfaat, tetapi secara praktik merusak dan memberikan lebih banyak mudharat. Maka pendekatan darul mafasid muqoddam ala jalbil masholih, dalam fiqh adalah keharusan lebih baik mengutamakan sisi mudharat daripada sisi manfaat yang jatuhnya akan merusak dan menyebabkan krisis.
Secara garis besar, fikih air memberikan pandangan-pandangan mengenai hukum dan alasan mengapa harus menyelamatkan air, mengelolanya dengan bijak, serta menjamin keberlanjutannya. Semua kembali pada bahwa air ada untuk memberikan manusia kehidupan dan kesejahteraan, agar senantiasa bersyukur serta bertakwa kepada Allah. Air memberikan kehidupan pada kita baik saat di dunia maupun di akhirat.
Editor: Soleh