IBTimes.ID – Deny Asy’ari Direktur Utama Suara Muhammadiyah menyampaikan, bahwa sebenarnya basic atau kultur dari persyarikatan Muhammadiyah adalah maritim atau entrepreneur.
Hal ini disampaikan oleh Deny Asy’ari dalam Talk Show Rakornas Serikat Usaha Muhammadiyah (SUMU) di Yogyakarta pada Sabtu (19/8/23).
“Saya baca dalam sejarah Majalah Suara Muhammadiyah dari awal 1912-1936 itu kepengurusan Suara Muhammadiyah dan kepemimpinan Muhammadiyah semuanya saudagar,” kata Deny.
Deny Asy’ari mengatakan, saya juga sedang melihat dimana atau tahun berapa sebenarnya masa transisi ini. Ada yang memperkirakan transisi ini di tahun 70 an dan tahun 80 an. Ketika kalangan akademisi banyak masuk di dalam struktur Muhammadiyah.
“Kita bukan bicara baik atau tidak. Tapi bicara bagaimana kultur, yang tadinya kultur saudagar ini terjadi transisi besar-besaran yang kemudian hampir 95% struktur kepengurusan Muhammadiyah mulai dari pusat sampai bawah itu backgroundnya adalah birokrat, umum dan lain sebagainya,” ungkap Deny.
Dirinya menyebut, kalau hari ini Muhammadiyah menggarap sebuah bisnis tidak jalan-jalan, hal itu sangat wajar. Karena apapun ide yang ingin dibisniskan selalu dirapatkan. Apapun rencana yang ingin dieksekusi selalu dirapatkan.
“Jadi kalau kita ingin menggerakan ekonomi persyarikatan kemudian dibawa ke rapat, hasilnya bukan ekonominya, tetapi hasil rapatnya,” ujar Deny.
“Itu merupakan salah satu indek dari perubahan dan transisi yang luar biasa. Kalau di birokrat rapat itu tentu hal yang wajar. Kalau sekolah atau lembaga selalu ada rapat itu hal yang biasa. Rumah sakit ada meeting itu sudah biasa. Tapi ini juga terjadi di persyarikatan Muhammadiyah,” tegasnya.
Deny Asy’ari menjelaskan, bahwa kultur ini makin kesini semakin menguat, maka ada semacam lampu hijau yang harusnya kita perhatikan. Ketika Muktamar Muhammadiyah di Makassar tahun 2015, yang menjadikan gerakan ekonomi sebagai pilar ketiga di lingkungan persyarikatan Muhammadiyah.
“Setelah perjalanan 2015, ternyata tidak muncul. Semangatnya ada, tetapi belum menjadi sebuah gerakan yang masif. Maka oleh karena itu, SM mencoba mentransformasikan dirinya menjadi satu gerakan bisnis persyarikatan, mengambil semangat dari Muktamar itu sekaligus ingin menjadi bagian dalam menghidupkan kembali kultur semangat entrepreneur dan saudagar di lingkungan warga persyarikatan Muhammadiyah,” jelasnya.
“Tentu kita berharap SUMU yang didominasi oleh anak-anak muda, tentu proses, kerja, dan lompatannya jauh lebih besar,” tutup Deny.
(Soleh)