Oleh: Etik Nurhalimah
-Formosa- Tak pernah terlintas di benak sebelumnya, jika saya akan bertahan selama ini merantau di Taiwan. Sebuah negara yang notabenenya bukan berpenduduk Islam. Bahkan, saya berhijrah di sini, menutup aurat dan lebih dewasa menyikapi kehidupan. Sebuah anugerah yang tak ternilai hargaya. Tujuh tahun lalu saat saya memutuskan meninggalkan kampung halaman untuk pergi merantau.
Taiwan menjadi negara tujuan. Saya ke sini, karena melihat banyak tetangga yang pulang dari Taiwan dengan kesuksesan. Membangun rumah, membeli kendaraan dan menyekolahkan anak-anak mereka hingga perguruan tinggi. Begitu pula impian saya saat melangkah ke luar rumah menuju penampungan, ingin membahagiakan keluarga dan keluar dari garis kemiskinan.
Menjalani kehidupan di perantauan tidaklah mudah. Harus kuat menahan godaan. Jika dahulu, saat saya hidup di kampung, codaan yang kerap saya alami karena tidak memiliki uang. Saat ingin membeli sesuatu, tetapi tidak mampu membeli, hingga akhirnya saya harus menelan kekecewaan dan mengubur keinginan tersebut. Namun, berbeda dengan sekarang, dengan gaji yang dimiliki, dapat membeli sesuai kebutuhan. Cobaan justru berasal dari dalam hati , bagaiamana membentengi diri agar tidak terlena dari godaan setan berupa kenikmatan.
***
Hiruk pikuk kehidupan Taiwan dengan segala gemerlapnya. Tingginya gedung 101 yang dinobatkan menjadi gedung tertinggi kedua di dunia setelah Burj Khalifa, Dubai, Emirat Arab, juga dimiliki negara dengan julukan Bumi Frmosa ini, (Wikipedia). Banyak cerita kelam yang dialami Pekerja Migra Indonesia (PMI) di Taiwan, salah satu penyebabnya adalah salah pergaulan.
Mereka bertemu orang-orang salah, sehingga membawa lingkungan yang tidak sehat. Pergi ke diskotik, minum-minuman keras, dan mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Mereka melakukan semua itu karena memiliki uang, jauh dari keluarga, sehingga tidak ada yang dijadikan figur teladan. Bukan keberhasilan yang mereka dapatkan saat merantau, justru sebaliknya. Bahkan, tidak sedikit yang pulang tinggal nama, karena meninggal di perantauan.
Tiga tahun lalu, dari seorang teman saya dikenalkan pada Pimpinan Cabang Muhammadiyah ( PCIM) Taiwan. Awalnya, saya diajak menghadiri pelantikan kepengurusan pada tahun 2016 silam. Selain sebagai pekerja, saya juga menekuni hobi menulis, sehingga mendapatkan pekerjaan sampingan sebagai kontributor di sebuah redaksi majalah di Taiwan yang menggunakan Bahasa Indonesia. Dari acara tersebut, saya jadikan sebuah liputan . Pada saat itu saya belum belum bergabung menjadi anggota, karena saya belum tahu secara detail, kegiatan apa yang dilakukan dalam wadah PCIM Taiwan ini.
Ramadan 2017, karib saya mengajak saya bergabung ke dalam grup tadarus online yang diadakan PCIM Taiwan. Dengan senang hati saya megikuti sarannya. Mengingat selama lima kali Ramadan di Taiwan saya hanya mengaji sendirian, setelah menunaikan salat Isya dan tarawih di kamar.
***
Perlu diketahui, Sangat sulit bagi pekerja migran melaksankan salat di masjid terutama di sektor informal, yang tinggal satu atap dengan majikan. Selain itu juga, letak masjid juga jauh dari tempat kerja saya. Sejak Ramadan itu, saya mulai banyak mengenal rekan-rekan di PCIM Taiwan, hingga akhirnya saya memutuskan bergabung Karena disini saya mendapatkan banyak ilmu dari kegiatan yang dilakukan.
Setelah menjadi anggota, secara perlahan saya mulai mengetahui, tenyata PCIM Taiwan memiliki banyak kegiatan bermanfaat untuk kemajuan di masa depan. Melalui program MPM Muhammadyah, tercipta program-program kewirausahaan bagi pekerja migran. Sehingga saya memiliki motivasi untuk belajar menjadi entrepreneur dan menambah pengetahuan ketika kelak pulang ke tanah air.
Aisyiyah merupakan wadah bagi amaah perempuan dan memiliki kegiatan pemberdayaan kamu hawa, salah satunya yakni Klinik Online yang digelar pada hari Minggu, saat dilaksanakannya Tabligh Akbar di Taipei Main Stasion.
***
Klinik Online menfasilitasi pelayana kesehatan mulai dari tensi darah, check gula darah dan konsultasi kesehatan. Kegiatan ini sangat bermanfaat, karena pada hari biasa pekerja migran sangat sulit keluar untuk memeriksakan kesehatan. Sehingga pada hari Minggu, mereka bisa melakukanya bersamaan degan liburan.
Taiwan merupakan negara yang menjunjung tinggi solidaritas dan menghormati umat muslim. Saat ini tedapat 53.000 penduduk Taiwan yang beragama Islam, serta lebih dari 80.000 imigran muslim dari Indonesia. Total keseluruhan besarnya umat Islam Islam di Taiwan sekitar 0,5 % dari penduduk Taiwan, (Wikipedia, 2018).
Kehadiran Muhammadiyah memberikan banyak manfaat untuk mewujudkan Islam berkemajuan dan go internasional. Lahirnya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Muhammadiyah Taiwan, dengan program Kejar Paket C (KPC) untuk setara SLTA dan Kejar Paket B (KPB) untuk setara sekolah lajutan menengah pertama (SLTP) sebagai sarana meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pekerja migran di Taiwan.
***
Para pekerja migran tidak hanya bekerja mencari nafkah , tetapi juga dapat meneruskan pendidikan yang tertunda, dan mendapat ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi masa depan. PCIM Taiwan merupakan jembatan yang harus siap memikul beban diatasnya, sekaligus menjalin ukhuwah bagi seluruh umat Islam di dunia. Tak hanya memberikan manfaat dalam bidang pendidikan, pelayanan kesehatan dan pengetahuan tentang agama.
Melalui Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu Taiwan) kita dapat berbagi rezeki guna memberikan pertolongan dan meringankan beban penderitaan kepada sesama saudara di Indonesia, bahkan di penjuru dunia. Selain itu, Lazismu juga kerap memberikan bantuan kepada rekan-rekan pekerja migra yang tengah menerima cobaan di Taiwan, baik itu sakit ataupun mengalami kecelakaan saat bekerja.
Kini, tiga tahun sudah saya menemukan cinta di Muhammadiyah. Sebuah cinta yang akan saya rawat, sehingga dapat memberi manfaat kepada sesama. Sebuah kehormatan bagi saya, dimanahi sebagai Ketua Aksara Surya Formosa , sebuah wadah aktivitas literasi di bawah naungan PCIM Taiwan.
Puji syukur saya bersama dua rekan yang lain berhasil mengharumkan Muhammadiyah dengan memboyong tiga penghargaan dengan Subtema “Pendidikan” dari Lomba Esai yang diadakan oleh Kantor Dagang Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei tahun ini. Kegiatan ini merupakan perlombaan kali pertama yang diadakan oleh KDEI Taipei.
Sebuah pepatah bijak mengatakan, “Jika kamu berteman dengan penjual minyak wangi, maka kamu akan terkena harumnya. Namun, jika kamu berteman dengan pande besi, maka kamu akan terkena baunya”. PCIM Taiwan menularkan virus kebaikan dan memajukan kreatifitas untuk berkarya, sehingga dapat mencerdaskan generasi untuk kemajuan bangsa.