Mukaddimah
Artikel ini akan membahas mengenai lembaga terkecil dalam sebuah tatanan peradaban yaitu keluarga. Akar yang paling dalam dari sebuah peradaban adalah keluarga yang baik tercipta di dalamnya individu-individu yang kolektif mengerjakan kebaikan.
Jika tercipta keluarga yang baik maka implikasinya menghadirkan masyarakat yang baik, lebih meluas terciptalah tatanan kehidupan yang baik pula. Maulana Abul ‘Ala al-Maududi Allahu Yarham seorang mujadid besar dari Pakistan menulis buku yang berjudul Islamic Way of Life tahun 1965 dan diterjemahkan oleh Osman Raliby Dosen Universitas Indonesia ditahun 1967 kemudian diterbitkan oleh Dewan Dakwah Indonesia bekerjasama dengan penerbit Bulan Bintang, (Natsir 1967, Kata Sambutan). Karena kandungan buku ini begitu penting tak ayal di dalam buku ini diberikan kata sambutan oleh sang Mujadid asli Indonesia yaitu Mohammad Natsir Allahu Yarham.
Dalam buku ini Maulana al-Maududi menuliskan aspek-aspek dalam kehidupan Islam yang sangat fundamenal dengan tulisan singkat padat tetapi sangat komprehensif. Salah satu sub buku ini ada yang berjudul “Lembaga Keluarga” yang di mana sang Mujadid memberikan uraian mengenai keluarga dan sangkut pautnya dengan sebuah tatanan kehidupan sosial.
Selanjutnya, dalam artikel ini penulis menguraikan pembahasan ini setidaknya ada enam sub pokok dalam pembahasan ini yaitu definisi keluarga, tujuan berkeluarga, keutamaan dalam berkeluarga, struktur institusi keluarga, ayah sebagai instruktur keluarga dan cinta sebagai inti.
Dalam pemaparan ini penulis bersandar pada perkataan al-Maududi dengan kutipan langsung kemudian diberikan penjelasan yang relevan kemudian dirangkai menjadi suatu konsep keluarga.
Definisi Keluarga
Sebagai awalan, penulis akan memulai dari definisi keluarga yang diutarakan oleh al-Maududi, beliau mengatakan:
Lembaga paling yang paling utama dan fundamental dari masyarakat manusia ialah kesatuan keluarga. Keluarga itu terjadi dari perkawinan lelaki dan perempuan, dan dari hubungan mereka lahirlah satu angkatan baru, satu generasi baru. Ia menimbulkan ikatan-ikatan kekeluargaan dan masyarakat kecil lambat laun berkembang menjadi satu masyarakat besar.
(Al-Maududi 1967, 51)
Dari penjelasan di atas, telah terang dan jelas bahwa betapa pentingnya arti keluarga dalam tatanan sosial, ia adalah pondasi utama dalam masyarakat yang terbentuk dari pasangan laki-laki dan perempuan kemudian mempunyai keturunan. Dari sinilah, terjalin silaturrahim ikatan-ikatan rahim dan seiring berjalannya waktu tercipta masyarakat yang luas. Inilah definisi dari keluarga.
Tujuan Berkeluarga
Mengambil poin penting dalam definisi keluarga yang diutarakan di atas yaitu “satu generasi baru”, memahami frasa “satu generasi baru” marilah kita simak penjelasan al-Maududi mengenai tujuan utama membentuk keluarga.
Al-Maududi berkata: Keluarga adalah suatu lembaga yang dengannya satu generasi mempersiapkan generasi berikutnya untuk berbakti kepada peradaban manusia dan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban sosialnya dengan khidmat, jujur, dan penuh semangat. Lembaga ini bukan hanya membentuk kader-kader untuk pemeliharaan dan perkembangan kebudayaan manusia, tetapi juga penjaga-penjaganya. Mereka sangat mengharapkan supaya mereka yang akan menggantikan mereka di masa depannya seyogianya akan lebih baik dari mereka sendiri (al-Maududi 1967, 52).
Jika memahami penjelasan di atas, maka akan ditemukan tujuan utama dalam keluarga atau membangun “satu generasi baru” yaitu melaksanakan kewajiban sosial dengan cara mengabdi kepada masyarakat penuh khidmat, jujur, dan semangat.
Kemudian ditegaskan bahwa keluarga bukan tidak sekadar membentuk kader yang memelihara kelangsungan hidup manusia saja, melainkan sampai pada menjaga eksistensi peradaban manusia. Dikarenakan melahirkan satu generasi yang baru.
Keutamaan dalam Berkeluarga
Jika menelaah pemaparan definisi dan tujuan keluarga di atas dengan seksama, maka akan terlihat beberapa poin penting, poin itu adalah keluarga sebagai komponen utama dalam kehidupan sosial, kemudian mencetak generasi baru yang melaksankan kewajiban sosial dengan khidmat, jujur, dan semangat serta menjadi generasi yang lebih baik dari sebelummya.
Unsur-unsur di atas jika terangkai dengan baik, maka akan timbul keutamaan keluarga dalam masyarakat, apakah keutamaan itu? Simaklah perkataan Al-Maududi.
Beliau berkata: Dalam hal ini keluarga benar-benar dapat dikatakan sebagai sumber kemajuan, perkembangan, kemakmuran, dan kekuatan peradaban manusia. Maka itu, di antara berbagai masalah-masalah sosial, Islam memberikan perhatian yang banyak sekali kepada persoalan-persoalan yang bertalian dengan keluarga dan berjuang untuk mendirikan kesatuan sosial yang penting ini atas dasar-dasar yang paling sehat dan kuat. Menurut Islam, bentuk yang benar dari hubungan antara lelaki dan perempuan ialah perkawinan (nikah), yaitu hubungan di mana tanggungjawab–tanggungjawab sosial dipegang sepenuhnya oleh bersangkutan dan yang mengakibatkan lahirnya satu keluarga (al-Maududi 1967, 52).
Mencermati perkataan al-Maududi di atas, bahwa keutamaan dalam berkeluarga adalah berfungi sebagai lembaga paling dasar yang menjadi sumber dari kemajuan, perkembangan, kemakmuran dan sekaligus kekuatan peradaban manusia.
Di akhir perkataannya mengenai hal ini, al-Maududi menegaskan kembali bahwa hubungan yang paling benar dalam Islam antara laki-laki dan perempuan ialah pernikahan. Karena di dalamnya terkandung rasa tanggungjawab dari kedua belah pihak yang sangat kuat sehinga melahirkan keluarga yang sehat dan kuat.
Struktur Institusi Keluarga
Melanjutkan pembahasan ini, setelah mengetahui konsep dasar dari definisi, tujuan, dan keutamaan keluarga, marilah kita membahas garis struktur beserta tugas-tugas dalam lembaga keluarga. Bersandar pada penjelasan al-Maududi, terungkap dengan jelas bagaimana garis struktur berserta tugas masing-masing dalam keluarga.
Pertama adalah tugas suami dapat disimak dalam ungkapan al-Maududi, beliau berkata:
Dalam keluarga itu sendiri, Islam telah memberikan kepada pria posisi kekuasaan supaya ia dapat memelihara aturan dan disiplin sebagai kepala keluarga.
Kemudian dilanjutkan yang kedua adalah tugas istri, beliau berkata: Islam mengharapkan agar istri bersikap patuh dan bersaa-sama sang suami menjaga kebaikan dan kebahagiaan rumah tangga.
Dan yang terakhir ketiga adalah tugas anak, selanjutnya al-Maududi juga memberikan arahan bagaimana tugas seorang anak, beliau berkata: sedangkan anak supaya bersikap pantas penuh hormat kepada orang tua mereka.
Tak hanya memaparkan tugas-tugas suami, istri dan anak, al-Maududi-pun berpesan dengan sebuah peringatan, beliau menyampaikan:
Islam tidak menyukai sistem keluarga bebas lepas tanpa ikatan yang tak mempunyai wibawa, pengawasan dan disiplin apapun, dan dimana tak ditentukan dengan tegas seorang yang bertanggungjawab terhadap perbuatan-perbuatan dan akhlak para anggotanya (al-Maududi 1967, 54).
Melihat paragraf di atas sudah sangat jelas penjelasan al-Maududi mengenai struktur dalam keluarga beserta tugasnya masing-masing. Suami sebagai kepala keluarga yang memelihara disiplin menjaga aturan-aturan Islam dalam keluarganya.
Selanjutnya, istri taat kepada suami, menjaga kebaikan, kebahagiaan dalam keluarganya. Dilanjutkan dengan tugas seorang anak yaitu dengan bersikap hormat dan taat kepada orang tua.
Sebagai tadzkiroh dalam pemaparan ini ditegaskan dengan sebuah pesan, bahwa Islam tidak menyukai lembaga keluarga yang bebas nir-disiplin, nir-tanggungjawab, hilang otoritas kepemimpinan bahkan yang lebih parah lagi hilang milliu akhlak karimah dalam lembaga keluarga.
Ayah Sebagai Instruktur Disiplin dalam Keluarga
Terdapat poin penting dalam struktur lembaga keluarga yaitu peran seorang Ayah (Suami). Di mana, peran krusial dalam keluarga ada di atas pundak seorang Ayah.
Allah memberikan otoritas kepada laki-laki untuk memimpin keluarga, namun tidak berarti ia menjadi penguasa bak tiran yang nir-etika bahkan nir-empati bahkan menjadi penindas.
Bersandar kembali dalam penjelasan al-Maududi mengenai tugas kekuasaan seornag suami, beliau berkata:
Disiplin hanya dapat dipelihara dengan kekuasaan terpusat dan dalam pandangan Islam posisi seorang ayah dalam berkeluarga adalah sedemikian rupa sehingga dialah yang dianggap pantas untuk memegang tanggungjawab itu. Tetapi ini tidaklah berarti bahwa kaum pria telah dijadikan seorang tiran atau penindas dalam suatu rumah tangga dan kaum wanita telah diserahkan bulat-bulat kepadanya sebagai suatu barang yang tak berdaya, Tidak!
(al-Maududi 1967, 54)
Lugas dan tegas pernyataan al-Maududi dalam hal ini. Suami hendaknya menjadi pemimpin yang arif, adil lagi bijaksana dalam suatu lembaga keluarga bukan menjadi seorang yang zalim lagi menindas.
Cinta Sebagai Inti
Pada akhirnya, semua konsep dan mekanisme yang sudah tertera di atas akan kembali dan bersandar pada rasa cinta, tulus, ikhlas, dan saling menghormati. Karena semua konsep dan mekanisme dalam keluarga takkan pernah berjalan dengan baik tanpa adanya cinta dan kasih sayang yang tersemai tumbuh subur dalam lembaga keluarga.
Meneladani pesan yang diutarakan oleh al-Maududi beliau menyampaikan:
Menurut Islam semangat sebenarnya dari kehidupan berkeluarga adalah cinta, saling mengerti dan saling hormat-menghormati. Jika istri telah dimintakan supaya patuh pada sang suami, maka yang tersebut belakangan ini telah ditugaskan dan diwajibkan pula supaya menggunakan keistimewaan itu untuk keselamatan dan kesejahteraan keluarga…..(al-Maududi 1967, 54).
Jika rasa cinta, saling menghormati dan saling mengerti terjalin dengan harmonis, maka tampakklah dalam keluarga itu keselamatan dan kesejahteraan di dalamnya sekaligus sebagai intepretasi keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Penutup
Sebagai penutup dalam artikel ini, dapat dicermati pesan-pesan yang disampaikan mujadid al-Maududi menekankan sebuah kontruksi lembaga keluarga yang kuat untuk pengabdiannya di masyarakat sebagai sumber kemajuan peradaban sekaligus menjaga eksistensi manusia.
Menuangkan manfaat kepada masyarakat secara umum dengan berperan sebagai sumber kemajuan dan kesejahteraan. Namun tujuan di atas tidak akan tercipta jika konsep dan mekanismenya tidak berjalan dengan baik.
Idealnya dalam lembaga keluarga Islam adalah ayah sebagai Imam penanggungjawab disiplin secara penuh, Istri mematuhi apa yang disampaikan Imam dan anak menghormati dengan ikhlas segala arahan yang diberikan kedua orang tuanya.
Kemudian konsep dan mekanisme di atas harus dilandasi dengan rasa cinta, saling mengerti, dan menghormati, apabila semua berjalan secara harmonis maka keselamatan dan kesejahteraan selalu menaungi lembaga keluarga tersebut.
Sekian! Semoga Allah selalu menangui rahmat-Nya didalam keluaga kita semuanya. Wallahu ‘alam bishowab.
Editor: Rozy