Falsafah

Lima Ayat Epistemologi dalam Al-Qur’an

3 Mins read

Adakah Epistemologi dalam Al-Qur’an?

Epistemologi | Al-Qur’an tidak bisa dilepaskan dengan pengetahuan. Bahkan, Al-Qur’an sendiri merupakan rangkaian pengetahuan dari yang bersifat transenden sampai yang imanen.

Ilmu pengetahuan menjadi konsen tersendiri dalam berbagai varietas ayat Al-Qur’an. Perihal corak epistemologis, Al-Qur’an memberikan klasifikasi dalam proses keberfikiran manusia.

Ragam term yang pada hakikatnya adalah optimalisasi akal, dibahas oleh Al-Qur’an secara distingtif. Bukan tanpa maksud, melainkan untuk memberikan corak epistemologis yang distingtif yang berhubungan dengan objek berpikir.

Terdapat 5 term epistemologis yang penulis dapati dalam Al-Qur’an, yaitu ta’aqqul, tafakkur, tadabbur, tafaqquh, dan tadzakkkur.

Kelima term tersebut, memuat deskripsi yang berbeda. Serta, terdapat esensi keberfikiran yang secara orientatif membedakan objek keberpikirannya.

Definisi Epistemologi

Sebelum melangkah lebih jauh, sebaiknya penulis paparkan apa yang dimaksud dengan epistemologi.

J. F. Ferrier, merupakan tokoh pertama yang mencetuskan istilah ‘epistomologi’ dalam ranah keilmuan. Secara kebahasaan, epistemologi diserap dari bahasa Yunani yaitu episteme dan logos, yang artinya teori pengetahuan.

Sedangkan, secara terminologis, epistemologi dimaknai dengan satu upaya evaluatif dan kritis tentang bagaimana mendapatkan suatu pengetahuan (Akhyar Lubis, Filsafat Ilmu, 32-33).

Definisi lain, epistemologi merupakan usaha untuk menafsirkan dan membuktikan keyakinan terhadap pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Dalam artian, upaya epistemologis merupakan suatu proses perihal filterisasi yang dilakukan manusia secara rasional dan empiris, sehingga membuahkan pengetahuan yang konkrit (Muljamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam, 28).

Ta’aqqul

Dalam Al-Qur’an, kata ta’aqqul tertulis sebanyak 49 kali yang masing-masing berbentuk kata kerja. Jika diambil kata dasar dari ta’aqqul, maka ditemukan kata akal.

Secara garis besar, akal merupakan satu entitas dalam diri manusia yang membedakannya dengan makhluk lain. Akal memberikan kontribusi besar dalam hidup manusia, yang mampu menyingkap hakikat-hakikat materi sehingga dapat menuntun manusia dalam berperilaku (Syauqi dhaif, al-Mu’jam al-Wasith, 616-617).

Baca Juga  Jean Jecques Rousseau: Cara Agar Agama Relevan dengan Zaman

Ta’aqqul merupakan term yang paling dasar di antara term atau konsep epistemologis yang lain. Dalam prosesnya, ta’aqqul menjembatani manusia dengan pemahaman mengenai pelajaran, pengalaman, dan segala jenis pengetahuan.

Dalam konsep ta’aqqul ini, seseorang mampu menangkap suatu pengetahuan dengan tepat, lalu mampu menjabarkan kepada orang lain. Selain itu, ta’aqqul memuat kemampuan menganalisis, membuat perhitungan terhadap konsekuensi, serta bersifat matematis (Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, 121).

Salah satu contoh dalam Al-Qur’an mengenai term ta’aqqul, sebagai epistemologi berpikirini termuat dalam QS. Al-Baqarah ayat 242:

كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِه لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ ࣖ

Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya agar kamu mengerti.

Tafakkur

QS. Ali-Imran ayat 191 berbunyi:

الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ 

(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.

Lafaz tafakkur merupakan bentuk yang lebih kompleks dari kata al-fikr. Al-fikr merupakan satu potensi dasar dalam manusia berfikir. Dengan berpikir manusia mampu berkontribusi bagi dunia dengan ragam teknologi yang ada.

Tafakkur termasuk kemampuan koginisi manusia yang erat kaitannya degan aspek ruhani, seperti afektif dan psikomotorik. Selain itu, juga sebagai pengendali tindakan manusia agar tidak melampaui batasan moral (Asep Zainal Ausop, Islamic Character Buikdingm, 77).

Dalam proses berpikir, manusia tidak cukup dengan mengandalkan rational science serta empirical science, melainkan juga dengan supranatural science dan metarational science. Untuk itu, dalam ber-tafakkur, keempat aspek tersebut layak untuk diimplementasikan untuk mampu menggapai kebenaran yang agung.

Baca Juga  Matarantai Filsafat Pendidikan Islam yang Terputus

Tadabbur

Salah satu ayat yang menyebutkan kata tadabbur adalah QS. Al-Nisa’ ayat 82,

 اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ ۗ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللّٰهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلَافًا كَثِيْرًا 

Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur’an? Sekiranya (Al-Qur’an) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya.”

Secara etimologis, tadabbur berarti belakang. Sedangkan terminologinya adalah berpikir mengenai hal yang telah terjadi. Memperhatikan dan mempelajari hal-hal yang telah terjadi sehingga mampu menuai satu ibrah di dalamnya. Tendensinya adalah aspek-aspek yang identik dengan sikap dan nilai. Sedangkan dalam pengimplementasikan tersebut dibutuhkan aspek afektif dalam prosesnya (Dedi S, Tanya Jawab Psikologi Umum, 20).

Secara garis besar, tadabbur memiliki ekuibilitas dengan proses kefokusan dan ketelitian. Dalam literatur terdapat bahwa untuk mampu mengambil satu pelajaran terhadap sesuatu maka prosedur yang ditahapi adalah receiving, responding, dan valuing. Sehingga seseorang dapat membentuk karakter moral pada dirinya (Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, 54-57).

Tafaqquh

Dalam QS. Al-Isra’ ayat 44 termaktub:

تُسَبِّحُ لَهُ السَّمٰوٰتُ السَّبْعُ وَالْاَرْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّۗ وَاِنْ مِّنْ شَيْءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهٖ وَلٰكِنْ لَّا تَفْقَهُوْنَ تَسْبِيْحَهُمْۗ اِنَّهٗ كَانَ حَلِيْمًا غَفُوْرًا

Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun.

Lafaz tafaqquh sangat erat kaitannya dengan ranah spiritualitas. Dalam salah satu hadits Rasul disebutkan,

مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan maka akan diberikan pemahaman mendalam pada masalah agama.

Secara implisit, terdapat lafaz al-fiqhu dalam hadis tersebut. Al-Raghib al-Ashfahani mengartikan al-fiqhu dengan suatu upaya untuk mencapai pengetahuan yang abstrak (spiritual) dengan menggunakan pengetahuan yang konkrit.

Baca Juga  Fenomena Dua Laut yang Tidak Menyatu Perspektif Tafsir Fi Zhilalil Qur’an dan Fisika Modern

Upaya tafaqquh dalam menggapai kesempurnaan beragama merupakan suatu indikasi epistemologis dalam hadis tersebut. Rasul memilih lafaz yufaqqihu sedangkan tentunya Rasulullah mengerti kosakata lain seperti ta’aqqul dan lainnya.

Tadzakkur

Tadzakkur secara tersirat dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam QS. al-Nur ayat 1,

سُوْرَةٌ اَنْزَلْنٰهَا وَفَرَضْنٰهَا وَاَنْزَلْنَا فِيْهَآ اٰيٰتٍۢ بَيِّنٰتٍ لَّعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

(Inilah) suatu surah yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum)nya, dan Kami turunkan di dalamnya tanda-tanda (kebesaran Allah) yang jelas, agar kamu ingat.

Tadzakkur terbentuk dari kata dasar al-dzikru yang artinya mengingat. Dalam konteks agama, mengingat di sini dipahami dengan ketaatan keapda Allah dan Rasul-Nya dengan implementasi ibadah (Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munaqqir Arab-Indonesia, 448).

Proses mengingat merupkaan salah satu inovasi akal yang lain. Setidaknya terdapat tiga langkah dalam upaya mengingat, yaitu encoding, proses masuknya informasi ke dalam akal, storage, yaitu tahap penyimpanan selama waktu tertentu, dan retrival, atau mengingat kembali suatu materi dalam ingatan (Rita L. Atkinson, dkk, Pengantar Psikologi, 341).

Editor: Yahya FR

Mahfudhin
13 posts

About author
Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran dan Sains Al Ishlah Sendangagung Paciran Lamongan
Articles
Related posts
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds